Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Ini Alasan GPH Bhre Dikukuhkan Sebagai Raja Pura Mangkunegaran, Bukan Paundra
19 Maret 2022 20:37 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
SOLO - Pura Mangkunegaran telah mengukuhkan Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, Sabtu (12/03/2022).
ADVERTISEMENT
Pengukuhan Bhre sebagai raja tersebut menyisakan pertanyaan. Sebab bukan putra sulung mendiang Mangkunegara IX, GPH Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara, yang diangkat menjadi raja.
Ketua Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN), Satyotomo mengatakan bahwa Pura Mangkunegaran masih menganut paugeran Kerajaan Mataram Islam. Di mana penerus raja adalah anak laki-laki dari prameswari atau permaisuri.
Selain itu, Paundra tak terpilih sebagai penerus takhta Pura Mangkunegaran lantaran pernikahan Mangkunegara IX dengan ibu Paundra, Sukmawati Soekarnoputri, berlangsung saat Mangkunegara IX belum naik takhta.
"Beliau (Mangkunegara IX) dulu belum jumeneng (bertakhta). Masih pangeran. Sedangkan yang sekarang ini (pernikahan dengan ibu Bhre), beliau sudah jumeneng dan menikah lagi sehingga diangkat sebagai permaisuri," ungkapnya.
Untuk diketahui, KGPAA Mangkunegara IX usai bercerai dengan istri pertamanya, Sukmawati Soekarnoputri, menikah lagi dengan Prisca Marina Haryogi Supardi.
ADVERTISEMENT
Bhre merupakan buah dari perkawinan kedua Mangkunegara IX tersebut.
Prisca lantas mendapat gelar sebagai permaisuri atau Gusti Kanjeng Putri (GKP) Mangkunegara IX.
“Permaisuri setelah ada pernikahan secara negara diangkat secara adat. Dan keputusan keluarga seperti itu (memilih Bhre sebagai Mangkunegara X),” terang Satyotomo.
Sebelumnya, Pengageng Wedhana Satrio Pura Mangkunegaran KRMT Lilik Priarso Tirtodiningrat mengungkapkan bahwa penerus takhta Pura Mangkunegaran diteruskan anak laki-laki permaisuri raja.
"Keputusan tersebut juga dari musyawarah sedherek-sedherek dalem dan putra-putra Mangkunegara IX. Jadi kita tetap menghargai sistem musyawarah biar terjadi mufakat, karena filosofinya Mangkunegaran begitu," terang Lilik.
(Tara Wahyu)