Konten Media Partner

Kasus Bank OUB, Kuasa Hukum Terdakwa: SOP Tidak Bisa Diperkarakan

18 Mei 2020 22:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang perkara perbankan dengan 3 terdakwa karyawan OUB. (Agung Santoso)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang perkara perbankan dengan 3 terdakwa karyawan OUB. (Agung Santoso)
ADVERTISEMENT
SOLO - Sidang perkara perbankan yang melibatkan 3 terdakwa karyawan OUB dengan agenda menghadirkan saksi ahli. Bahkan 1 saksi ahli dicecar pertanyaan terkait Standar Operasional Prosedural (SOP) oleh kuasa hukum terdakwa dan diyakini, jawaban saksi ahli tentang SOP tidak bisa diperkarakan karena bersifat internal. Hal ini dikatakan kuasa hukum terdakwa, Zainal Arifin usai sidang di Pengadilan Negeri Kota Solo, Senin (18/05/2020).
ADVERTISEMENT
"Tadi ahli menyampaikan SOP itu bersifat internal, perkara ini seharusnya tidak bisa dilanjutkan sesuai keterangan saksi ahli. Perkara ini SOP 2012 dan 2013, mengenai verifikasi atau call back itu SOP 2014. Aturan tidak berlaku surut, apalagi terkait perbankan," paparnya saat dijumpai wartawan dalam usai sidang dengan agenda keterangan saksi ahli.
Dalam sidang tersebut, SOP merupakan hubungan antara perusahaan dengan karyawan dan bukan merupakan undang-undang. Dengan demikian dia menyebut jika SOP itu tidak ditemukan kesalahan dalam pelaksanaannya sehingga perkara tidak bisa dilanjutkan. Namun, apabila ada kesalahan dalam SOP baru perkara itu baru bisa dilanjutkan.
"Katanya untuk pengembangan proses penyidikan, tapi kalau tidak ada bukti juga tidak bisa dilanjutkan," jelasnya.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) R.R. Rahayu menghadirkan saksi ahli pidana umum. Dia hanya menanyakan seputar teori-teori hukum pidana maupun tindak pidana. Selanjutnya, SOP memiliki dasar dari peraturan yang lebih tinggi serta peraturan pelaksanaan dari peraturan yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak menjurus ke pokok perkara namun lebih ke teori-teori hukum pidana saja. Ketika ditemukan ada pelanggaran SOP, berarti secara otomatis melanggar ketentuan perundang-undangan," ujar Rahayu.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Solo, saksi ahli mengemukakan bahwa setiap pejabat hingga pegawai di sebuah perbankan harus mempunyai sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan. Apabila melanggar ketentuan internal seperti Standar Operasional Prosedur (SOP) maka bisa memenuhi unsur tindak pidana kejahatan. 
Terkait adanya hubungan atau korelasi antara hukum pidana dengan praktik perbankan seperti  yang ditanyakan JPU, Rr Rahayu Nur Raharsi SH, oleh saksi ahli dikatakan hal itu ada hubungannya dari sisi pertanggung jawabannya. Berdasar delik formil dititik beratkan yang dilarang. Sedang dari delik material akibat yang dilarang jelas menimbulkan kerugian kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui kalau Pasal 49 ayat 2 tentang UU Perbankan yang didakwakan kepada 3 terdakwa yakni Natalia Go, Vincensius Hendry dan Meliawati menimbulkan sebab akibat hingga mengakibatkan kerugian, maka unsur pidananya terpenuhi.
(Agung Santoso)