Kisah Mistis di Balik Makam Nyai Tembong, Kucing Kesayangan Raja Keraton Solo

Konten Media Partner
15 Mei 2022 20:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makam yang disebut milik kucing kesayangan Raja Keraton Solo PB X di Tanjunganom, Sukoharjo. FOTO: Fernando Fitusia
zoom-in-whitePerbesar
Makam yang disebut milik kucing kesayangan Raja Keraton Solo PB X di Tanjunganom, Sukoharjo. FOTO: Fernando Fitusia
ADVERTISEMENT
SUKOHARJO - Sebuah makam berukuran mini di trotoar jalan penghubung Solo-Sukoharjo, kawasan Tanjunganom, Kabupaten Sukoharjo ini menjadi salah satu makam yang cukup unik. Sebab salah satu sisi nisan makam berwarna hitam itu dihiasi aksara Jawa.
ADVERTISEMENT
Menurut kesaksian warga asli Tanjunganom, Mujo, makam tersebut sudah ada sejak ia kecil. Ia menduga, makam tersebut merupakan makam kucing peliharaan Raja Keraton, Pakubuwono (PB) X.
“Sudah lama ini. Dulu di sini juga pemakaman hewan keraton. Paling lama (makam) ini karena nggak berani dipindah. Yang lain udah dibangun (diganti bangunan),” ungkap Mujo.
Diceritakan Mujo, makam tersebut sering dikunjungi warga saat musim tanam sawah.
“Warga yang punya sawah kalau mau musim tanam ke sini. Biar nggak dimakan hama, itu mitosnya. Biar diberkahi,” kata Mujo.
Pemerhati sejarah di Solo, KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro, saat dihubungi melalui telepon, mengiyakan bila daerah Tanjunganom dulunya merupakan lokasi pemakaman binatang-binatang kesayangan Raja Keraton Solo.
Lokasi itu dulunya merupakan persawahan dan terdapat sungai yang digunakan untuk memandikan gajah.
Aksara Jawa menghiasi salah satu sisi nisan makam. FOTO: Fernando Fitusia
“Yang dimakamkan di situ selain kucing, ada juga kuda, burung dan lain sebagainya. Kebetulan raja yang gemar memelihara seperti itu adalah Sri Sultan PB X, yang bertahta tahun 1893 sampai 1939,” jelasnya, Minggu (15/05/2022).
ADVERTISEMENT
Meski demikian Nuky tidak bisa memastikan, kapan makam kucing tersebut dibangun. “Karena di nisannya juga tidak tertulis (tahun kematian), hanya tertulis namanya saja. Tidak ada juga surat atau babat yang menulis pasti mengenai itu. Karena jarang sekali babat yang menulis tentang binatang,” urai dia.
Soal arti aksara Jawa yang tertera dalam nisan hitam mini tersebut, Nuky menerangkan jika artinya adalah ‘klangenan dalem (kesayangan raja) Nyai Tembong’.
“Itu klangenan dalem Nyai Tembong. Iya bacanya itu.”
Nuky juga belum bisa memastikan, mengapa makam tersebut tidak dipindah dan dibiarkan begitu saja berada di trotoar jalan.
“Tapi menurut saya memang tidak dipindah, karena dilihat dari posisinya masih di trotoar. Beda jika makam itu ada di jalan atau ada di tengah jalan, kemungkinan ya dipindah,” paparnya.
Makam terletak di trotoar. FOTO: Fernando Fitusia
Keberadaan makam tersebut, kata Nuky, ternyata lekat dengan cerita-cerita mistis.
ADVERTISEMENT
“Cerita mistis mestinya ada dan menyelimuti keberadaan makam itu, karena orang Jawa selalu mengaitkannya dengan hal di luar nalar. Salah satunya, pernah ada pengendara lewat situ dan melihat ada penyeberang. Tapi ternyata nggak ada siapa-siapa,” beber dia.
“Cerita lain, ada orang yang mengencingi makam itu kemudian alat kelaminnya bengkak. Kemudian minta maaf ke makam itu,” lanjut Nuky.
Tak hanya cerita mistis, makam Nyai Tembong juga disebut Nuky berkaitan dengan sejumlah mitos.
“Di situ juga sering dilakukan ritual. Ketika sebelum tanam, petani-petani memberi sesaji di situ, karena kucing kan musuhnya tikus. Jadi harapannya hama tikus tidak menyerang tanaman mereka,” jelas dia.
(Fernando Fitusia)