Konten Media Partner

LAPAAN RI Menduga Pengelolaan Pasar Ikan Balekambang Solo Melanggar Aturan

12 Januari 2023 19:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasar ikan Balekambang, Solo. FOTO: Agung Santoso
zoom-in-whitePerbesar
Pasar ikan Balekambang, Solo. FOTO: Agung Santoso
ADVERTISEMENT
SOLO – Pengelolaan Pasar Ikan Higienis di kompleks Balekambang Solo dipersoalkan. Pengelolaan pasar tersebut dinilai menyalahi ketentuan yang sudah ada. Terutama dalam hal mengakomodasi para pedagang di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Lembaga Penyelematan Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) Republik Indonesia, Dr. BRM Kusumo, mengatakan pihak ketiga yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Solo melakukan pelanggaran.
"Ada dugaan dari pihak ketiga yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Solo telah melakukan pelanggaran dan penyimpangan," ujarnya.
Dia mengaku telah melakukan investigasi dan memiliki sejumlah barang bukti berupa dokumen-dokumen terkait. Dari hasil investigasi dan bukti dokumen yang ada, dia menduga pasar tersebut kini justru menjadi pasar oprokan. Ada upaya menyewakan lapak pasar kepada para pedagang yang dinilainya sebagai bentuk penyimpangannya. Pihak ketiga disebut telah menyewakan lapak kepada sekitar 30 pedagang.
"Padahal kerja sama telah diatur pada adendum perjanjian tahun 2017 tentang pemanfaatan serta pengelolaan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun para pedagang ikan, oleh pihak ketiga, diajak pada bulan Maret 2021 untuk berjualan di pasar tersebut secara oprokan. Para pedagang tersebut menempati lokasi parkir pasar yang tidak semestinya digunakan sebagai lapak pedagang. Pedagang diduga dibebani sewa yang tinggi, biaya pesan lapak diduga mencapai Rp 20-25 juta.
"Bahkan biaya operasional, per hari Rp 60 ribu jika buka. Kalau tutup, sebesar Rp 20 ribu," ujarnya.
Hasil investigasi juga menunjukkan adanya surat kerja sama antara pihak ketiga dengan pedagang sebagai penyewa. Di situ, tertuang sewa-menyewa yang harus disepakati pedagang, yang rata-rata bukan dari Kota Solo. Dengan begitu, sambungnya, bisa dikatakan ada penyalahgunaan wewenang. Sebab sesuai aturan yang ada, pihak ketiga tidak bisa menyewakan kembali lapak pedagang.
ADVERTISEMENT
"Kalau dihitung dengan jumlah pedagang dan penjualan ikan yang mencapai 25 ton, maka omzet bisa Rp 700 juta per hari," ucapnya.
Selain itu dia juga mengatakan ada kewajiban yang belum dibayarkan, yaitu 5 persen dari keuntungan. Dia menduga ada pembiaran oleh pihak dinas terkait atas pelanggaran yang dilakulan pihak ketiga tersebut.
"Jelas ini merugikan negara dan bisa saya katakan ini ada potensi korupsi di dalamnya," ujarnya.
Keberadaan pasar oprokan juga dinilai bisa berdampak terhadap lingkungan, termasuk masalah amdal, ipal, dan legalitasnya.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada Pemerintah Kota Solo, DPRD, dan dinas terkait (terkait hal itu)," ujarnya.
Pihaknya meminta pihak yang berwenang menutup pasar tersebut dan mencarikan tempat yang strategis untuk para pedagang yang berjualan di lokasi parkir.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan, Perikanan Kota, Eko Nugroho Isbandijarso, mengaku telah menerima surat tersebut.
Menurutnya telah ada perjanjian kerja sama yang sah atas pengelolaan pasar. Dalam hal ini antara pihaknya, Pemerintah Kota dan pihak ketiga.
"Kalau selain pihak ketiga dalam kerja sama tidak ada, sesuai aturannya," terangnya.
Pihaknya masih menunggu hasil rapat OPD terkait hal itu. Untuk itu pihaknya belum bisa menanggapi lebih jauh.
(Agung Santoso)