Konten Media Partner

Sampah Organik tak perlu dibakar tapi dibuat Pupuk Kompos

20 Februari 2019 21:36 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bekas pembakaran sampah daun dan juga rumput di Sanggrahan, Sukoharjo / Foto : Fernando Fitusia
zoom-in-whitePerbesar
Bekas pembakaran sampah daun dan juga rumput di Sanggrahan, Sukoharjo / Foto : Fernando Fitusia
Kebiasaan masyarakat untuk membakar sampah masih saja ditemukan di masyarakat Indonesia dari Aceh hingga ke Papua. Secara langsung ataupun tidak langsung, masyarakat mengetahui bahaya dari membakar sampah itu sendiri. Tetapi tetap saja dilakukan dengan berbagai alasan yang ada.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya salah satu warga Sanggrahan, Sukoharjo bernama Ahmad Yani yang bekerja sebagai pengepul rosok sampah plastik dan juga kardus bekas. Ahmad membakar sampah kayu, daun, dan juga rumput untuk membersihkan jalan agar pengguna jalan tidak terganggu dengan sampah-sampah yang ada.
“Sampah itu kan sampah dari jalan-jalan seperti sampah kayu, daun, dan juga rumput. Jadi biar ga semrawut sampah dari pinggir-pinggir jalan itu saya bakar. Kasihankan bagi pengguna jalan karena terhalang oleh sampah-sampah itu jadi terganggu. Kalau yang sampah rumput itu awalnya rumput yang ada di pinggir jalan itu sudah tinggi lalu saya potongi kemudian saya bakar. Sebenarnya ada juga tempat sampah khusus di Sanggrahan. Tetapi kan ini sampah daun masak tiap hari tukang sampah mau ngambilin. Inikan setiap hari setiap detik daun itu berjatuhan terus. Kalau tidak dibersihkan tiap harikan jadi tidak bagus. Palingkan kalau pagi diambil oleh tukang sampah, lah kalau sorenya. Jadikan musti dibersihkan terus biar bagus gitu. Jadi ini sampah-sampahnya biar kering dulu baru dibakar," jelas Ahmad.
ADVERTISEMENT
Ahmad menunjukkan bekas sampah daun dan rumput yang telah dibakarnya / Foto : Fernando Fitusia
Ahmad menjelaskan bahwa sering melakukan pembakaran sampah seminggu 2 kali. “Saya paling seminggu sekali dua kali jadi kalau rumput atau daun sudah kering terus nanti dibakar. Karena kalau tidak dibakarkan nanti sampah daun-daun ini kalau ada angin berterbangan kemana-mana nanti jadi tidak bersih lagi. Jadi tujuan saya membakar sampah rumput dan daun ini disini untuk membersihkan sekaligus biar tidak ada ularnya juga kalau yang di rumput tinggi-tinggi itu. Untuk waktu membakarnya saya membakar itu pas tidak ada orang disekeliling kadang pagi atau sore pas tidak ada orang yang lewat,” papar Ahmad.
Ahmad sendiri sudah mengetahui bahayanya membakar sampah. Ahmad mengatakan bahwa pada saat pembakaran sampah selalu ditunggu tidak pernah ditinggal. Selain itu Ahmad selalu menyediakan air kalau api sudah mulai terlihat membesar dan sampah-sampah sudah mulai habis terbakar, Ahmad kemudian menyiramnya dengan air.
ADVERTISEMENT
Tidak terlepas dari hal tersebut Agus Suprapto selaku PLT Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Sukoharjo mengemukakan pendapatnya. “Sebenarnya membakar sampah itukan memang tidak diperbolehkan atau dilarang. Kalau jenis sampahnya itu sampah organik bisa dijadikan untuk pupuk ataupun jadi kompos. Kalau seandainya masyarakat itu melakukan kerja bakti atau ada kesulitan untuk mengangkut sampah sebenarnya bisa koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup nanti kita angkut ke (TPA) Tempat Pembuangan Akhir kemudian yang sampah organik nanti kita jadikan kompos di TPA,” jelas Agus Suprapto.
Agus memaparkan bahwa untuk sosialisasi sendiri hampir dilaksanakan terus setiap hari tapi pelaksanaannya memang secara bertahap. Pelaksanaannya difokuskan dengan permasalahan yang diprioritaskan terlebih dahulu. Karena dalam hal pengelolaan sampah juga dibutuhkan kader-kader.
ADVERTISEMENT
“Jadi bagaimana masyarakat itu juga ikut terlibat untuk menyadarkan masyarakat lain yang belum sadar. Jadi tidak hanya dari pemerintah daerah saja tetapi juga kita latih dari kader perduli sampah. Untuk Kota Sukoharjo sendiri kader perduli sampah sudah terbentuk sejak 3 tahun yang lalu. Untuk anggotanya kebanyakan dari pengurus bank sampah dan pengurus TPS3L Tempat Pemrosesan Sampah secara 3 L. Jadi nanti sampah-sampah diaturnya disitu. Mana sampah yang masih bisa dimanfaatkan lanjut dimanfaatkan dan sisanya baru nanti diangkut ke TPA untuk dijadikan pupuk kompos,” papar Agus Suprapto.
“Sebenarnya saya juga sudah mengonsep surat edaran kepada bapak Bupati Sukoharjo, melibatkan kecamatan dengan desa. Jadi kalau kelurahan itu istilahnya dapat membantu kita untuk melakukan sosialisasi ditingkat desa atau kelurahan. Surat itu sudah naik, jadi memang kita itu butuh juga peran aktif kecamatan maupun kelurahan terkait nanti dengan menyadarkan masyarakat perihal pengelolaan sampah. Kalau kita langsung ke masyarakat ya kita paling bisanya ya membentuk kader-kader itu. Kader itu nanti yang biar aktif untuk pengelolaan sampah,” tambah Agus Suprapto
ADVERTISEMENT
Perda tentang pengelolaan sampah sendiri sebenarnya tertera di Perda kota Sukoharjo no. 16 tahun 2011 tentang pengelolaan sampah. Jadi istilahnya memang menjadi tanggung jawab dari dinas untuk menyelenggarakan pengelolaan sampah di tingkat Kabupaten. Kemudian camat itu ada tanggung jawab untuk membantu atas pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah di wilayah kerjanya. Kemudian lurah atau desa membantu bertanggung jawab atas pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah.
Agus Suprapto selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Sukoharjo berharap dari bawah ada penanganan aktif juga dari lurah atau desa. Sehingga nanti itu juga bisa difasilitasi. Misalnya terkait dengan cara mengelola sampah yang baik dan benar, membutuhkan narasumber dan pembinaan nanti dari Dinas Lingkungan Hidup bisa memberikan fasilitas.
ADVERTISEMENT
Menurut penjelasan Agus Suprapto sampah itu memang kecenderungannya berbanding lurus dengan pertambahan penduduk. Kalau jumlah penduduk semakin banyak biasanya volume sampahnya itu berbanding lurus. “Jadi pengennya kita itu sebenarnya masyarakat itu bisa mengelola sampah di skala rumah tangga dulu sisanya baru nanti dilempar ke TPA. Dengan bank sampah dan TPS3Lkan pengennya itu sampah itu berkurang di sumbernya dahulu. Jadi sampah yang bisa dimanfaatkan ya dimanfaatkan dari masing-masing rumah tangga itu. Baru sisanya yang tidak bisa dimanfaatkan baru dibuang. Jadi sebenarnya sampah organik seperti daun itu bisa untuk kompos. Secara organik bagus, secara konsep pengelolaan lingkungan secara utuh,” pungkas Agus Suprapto. Fernando Fitusia