Konten dari Pengguna

Mahasiswa UB Ciptakan Inovasi Deteksi Tipes Berbasis IoT

Benny Dewantoro
Seorang mahasiswa teknik elektro yang menekuni bidang internet of things. Mahasiswa aktif yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya. Benny Dewantoro siap menjadi insinyur hebat dengan kepercayaan diri tinggi.
28 Juni 2024 10:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Dewantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Demam tifoid atau yang lebih sering dikenal tipes merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Tipes masih sering dijumpai di negara berkembang yang terletak di daerah subtropis dan daerah tropis seperti Indonesia. Data infeksi demam tifoid di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk pertahun. Gejalanya meliputi demam berkepanjangan, kelelahan, sakit kepala, mual, sakit perut, dan sembelit atau diare. Kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Hal inilah yang menjadi latar belakang kolaborasi antara mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Simbiot digagas oleh Jordy Billionis Musa Napitupulu (Teknik Elektro 2023), Benny Dewantoro (Teknik Elektro 2023), Kevin Alexander Simbolon (Teknik Elektro 2023), Az Zahra Putri Henata (Kedokteran 2023), Vitry Aisyah Ramadhani (Kedokteran 2023), dan Sulthana Aulia Yasmine (Kedokteran 2023) di bawah bimbingan dosen pembimbing Eka Maulana, S.T., M.T., M.Eng., dan dr. Yuanita Mulyastuti, M.Si.
Mahasiswa UB yang berhasil menciptakan alat deteksi dini demam tifoid terintegrasi Internet of Things.
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa UB yang berhasil menciptakan alat deteksi dini demam tifoid terintegrasi Internet of Things.
Vitry selaku anggota tim menuturkan, “Metode tes deteksi yang ada pada saat ini masih berupa metode semi kuantitatif sehingga kami berupaya untuk mengembangkan alat yang dapat memberikan hasil secara kuantitatif sehingga diharapkan hasilnya lebih akurat. Kedepannya diharapkan Simbiot siap menjadi wajah baru dalam dunia kesehatan di Indonesia.”
ADVERTISEMENT
Inovasi ini berhasil meraih pendanaan PKM 2024 yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Proses penelitian, pembuatan, dan pengembangan alat ini dilakukan di Laboratorium Elektronika Fakultas Teknik dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sejak bulan April hingga Agustus 2024
Alat ini menggunakan cairan Antigen Magnetic Particle sebagai reagen dan hasil tes akan terhubung dengan aplikasi berbasis Internet Of Things terintegrasi Fuzzy Logic. Dengan menggunakan metode TUBEX TF yang dikolaborasikan dengan prinsip pembacaan ELISA Reader Vis-Light,
Simbiot bekerja dengan mengadaptasikan metode tes TUBEX TF yakni dengan mendeteksi antibodi melalui kemampuannya untuk memblokir ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 S. typhi (antibody-coated indicator particle) dengan reagen antigen O9 S. typhi (antigen-coated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan dan perubahan warna. Range perubahan warna akibat endapan antigen-antibodi tersebut akan dibaca dengan melakukan penembakan cahaya panjang gelombang 400nm. Hasil pembacaan nantinya akan ditampilkan melalui layar LCD dan data juga akan dikirimkan ke mobile application smartphone tenaga kesehatan serta pasien.
ADVERTISEMENT
Jordy, selaku ketua tim, mengatakan bahwa Simbiot merupakan inovasi baru dalam menghadapi persoalan demam tifoid yang melanda Indonesia. Simbiot memiliki bentuk yang lebih kecil dibandingkan alat spektrofotometri yang sudah ada sebelumnya sehingga mudah untuk dibawa ke mana pun. Alat ini juga memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi sehingga dapat mendiagnosa pasien dengan lebih tepat dan dapat membantu tenaga medis dalam mengambil tindakan medis.
Dengan ukuran yang lebih kecil dan penggunaannya yang praktis dan mudah, maka diharapkan Simbiot dapat dimanfaatkan oleh pihak puskesmas dan rumah sakit di daerah-daerah yang kurang terjangkau sebagai alat deteksi dini yang akurat, aman, dan terjangkau oleh semua kalangan.