Konten dari Pengguna

Diplomasi Kuliner Thailand, Pelajaran Bagi Indonesia

25 Maret 2018 19:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Kurnia Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Diplomasi Kuliner Thailand, Pelajaran Bagi Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Aneka kuliner Indonesia (sumber: Jurnalpos)
Indonesia boleh berbangga dengan survei yang dilakukan CNN kepada para pembacanya, menempatkan makanan khas Indonesia sebagai makanan terfavorit. Tidak tanggung-tanggung, dua tempat teratas disabet sekaligus, yaitu rendang dan nasi goreng. Masih ada satu lagi kuliner Indonesia yang masuk ke dalam 50 daftar makanan terfavorit itu, yaitu sate yang berada di posisi ke-14.
ADVERTISEMENT
Namun, ranking bukanlah segalanya. Buktinya, makanan khas asal negara tetangga Thailand, Tom Yum Goong yang hanya menduduki peringkat keempat, justru lebih mendunia. Ikon kuliner negeri gajah putih itu lebih mudah ditemui di negara-negara asing dibandingkan makanan Indonesia.
Ya, restoran Thailand bertebaran di mana-mana. Saat saya tinggal di Los Angeles tiga tahun lalu, restoran Thailand sangat mudah dijumpai. Sementara, restoran Indonesia dapat dihitung jari.
Kejayaan kuliner Thailand itu berawal dari program ambisius Pemerintah Thailand di tahun 2002 bernama Global Thai. Salah satu misinya adalah menambah jumlah restoran Thailand di seluruh dunia, yang pada saat itu jumlahnya hanya 5.500 buah.
Proyek besar itu diwujudkan melalui sejumlah langkah. Thailand membenahi industri pertanian dalam negerinya agar bahan baku yang dihasilkan memenuhi standar kualitas dan kesehatan internasional. Thailand juga melakukan negosiasi bilateral dengan banyak negara agar bahan-bahan baku dapat dengan mudah masuk ke negara tujuan. Sementara, restoran Thailand di luar negeri diwajibkan untuk mempekerjakan juru masak berpengalaman, menggunakan bahan baku dari Thailand, dan sedikitnya menyajikan lima menu tradisional. Mereka juga harus siap diinspeksi oleh kedubes atau kantor dagang Thailand setempat. Bagi restoran yang lulus inspeksi akan diberi sertifikat dari Pemerintah Thailand sebagai bagian dari promosi.
ADVERTISEMENT
Alokasi anggaran juga tidak main-main. Setiap tahunnya, sekitar 500 juta Baht (sekitar 220 milyar Rupiah) dikucurkan Pemerintah Thailand untuk program ini. Dana tersebut di antaranya dialokasikan sebagai bantuan bagi pengusaha kecil Thailand yang membuka restoran di luar negeri. Promosi di luar negeri juga digarap serius. Kementerian Luar Negeri Thailand menganggarkan sekitar 20 juta Baht (8,8 milyar Rupiah) untuk keperluan promosi kuliner dan produk pertanian di luar negeri. Untuk menambah anggaran, mereka melakukan kerja sama dengan kantor promosi pariwisata Thailand untuk melakukan ekshibisi kuliner di hotel-hotel berbintang lima yang dipadukan dengan demo masak dan pagelaran tari.
Hasilnya? Program ini sukses menambah jumlah restoran Thailand di seluruh dunia hampir dua kali lipatnya, yaitu sekitar 10.000 pada tahun 2011. Thailand tidak saja dikenal sebagai daerah tujuan wisata tetapi juga surganya makanan enak. Ini jelas berdampak pada jumlah kunjungan turis asing dan ekspor produk pertanian Thailand.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Ditilik dari situasi saat ini, mungkin terkesan ambisius bagi Indonesia untuk mematok target serupa. Tetapi paling tidak, beberapa langkah yang diambil oleh Pemerintah Thailand tersebut dapat dijadikan sebagai masukan. Apalagi Indonesia tengah berupaya untuk memperkuat sektor pariwisatanya.
Sejak tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah menetapkan 30 masakan khas tradisional sebagai ikon kuliner. Ini merupakan awal yang baik. Booming acara masak memasak di TV juga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat persepsi masyarakat mengenai profesi koki yang selama ini cenderung terlupakan, sekaligus sebagai sarana penyaringan juru masak berbakat. Mereka kemudian bisa diberikan beasiswa untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah kuliner ternama untuk dipersiapkan sebagai duta kuliner Indonesia masa depan.
Namun terlepas dari itu, instansi pemerintah terkait perlu memperkukuh komitmen untuk bersinergi dalam mengembangkan konsep promosi yang terintegrasi, yang dieksekusi secara menyeluruh dan konkret. Tentunya, dukungan anggaran juga diperlukan. Harus disadari bahwa kegiatan promosi membutuhkan biaya yang besar. Namun, dengan potensi yang dimiliki, Indonesia juga memiliki peluang untuk mengulang sukses Thailand, sehingga rendang, nasi goreng, dan 28 ikon kuliner lainnya betul-betul dapat menggelitik lidah umat seantero jagad.
ADVERTISEMENT