Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Urang Awak Juga Sumbang Beli Pesawat Untuk Perjuangan Indonesia
1 April 2018 11:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Benny Kurnia Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Avro Anson RI-003 di Bukittinggi (foto: Pusat Sejarah TNI, sumber: Kumparan )
ADVERTISEMENT
Bukan hanya orang Aceh yang menyumbang untuk membeli pesawat demi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Urang awak pun melakukannya.
Kala itu tahun 1947, Belanda tengah melancarkan Agresi Militer I. Wakil Presiden pertama Indonesia, Bung Hatta, yang tengah berada di kampung halamannya Bukittinggi, berusaha mencari celah untuk menembus blokade Belanda. Salah satu caranya adalah dengan membeli pesawat terbang.
Bung Hatta membentuk Panitia Pusat Pengumpul Emas yang dipimpin oleh Mr. A. Karim, untuk mengumpulkan sumbangan dari rakyat. Ia lalu mengadakan apel besar di Lapangan Kantin, Bukittinggi, untuk menghimbau partisipasi rakyat. Himbauan Bung Hatta tersebut ternyata mendapat sambutan besar dari masyarakat. Panitia pengumpul emas bekerja penuh semangat keluar masuk kampung untuk mengumpulkan sumbangan warga. Salah seorang yang turut berjasa dalam pengumpulan emas tersebut adalah Sutan Mohammad Rasjid. Ia adalah tokoh perintis kemerdekaan nasional dari ranah Minang yang saat itu menjabat sebagai Residen Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Alhasil dalam tempo sekitar dua bulan, sejumlah emas berhasil dikumpulkan. Emas ini umumnya berasal dari perhiasan induak-induak dan bundo kanduang (ibu-ibu), antara lain anting, kalung, gelang, dan cincin kawin. Emas-emas itu berasal tidak hanya dari Bukittinggi, tetapi juga dari daerah sekitarnya termasuk kota Padang Panjang. Setelah dilebur menjadi emas batangan seberat 14 kilogram, sumbangan itu diserahkan kepada Bung Hatta oleh Ketua Majelis Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD) Sumatera Barat, Khatib Sulaiman.
Bung Hatta menugaskan salah seorang stafnya, Abu Bakar Lubis, untuk mencari pesawat. Atas bantuan dua orang staf perwakilan RI di Singapura, Letnan Penerbang Mohammad Sidik “Dick" Tamimi dan Ferdy Salim (keponakan Haji Agus Salim), berhasil didapat sebuah pesawat angkut berjenis Anson di Thailand.
ADVERTISEMENT
Anson dibuat oleh pabrikan pesawat Avro Inggris. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat multi fungsi dan dapat digunakan sebagai pesawat pengangkut. Dibekali dengan dua mesin, Anson mampu melaju dengan kecepatan maksimum 300 kilometer per jam menempuh jarak maksimum 1.200 kilometer.
Avro Anson (foto: Oren Rozen, sumber: Wikipedia)
Pesawat Avro Anson yang akan dibeli tersebut mempunyai registrasi VH-BBY, milik Paul Keegan, seorang warga negara Australia mantan pilot AU Inggris semasa Perang Dunia II. Keegan setuju untuk menjual pesawatnya seharga 12 kg emas. Pada bulan Desember 1947, ia menerbangkan pesawat ini dari Songkhla, Thailand, menuju lapangan udara Gadut di Bukittinggi, didampingi oleh Dick Tamimi dan Ferdy Salim. Setibanya di Bukittinggi, pesawat ini mendapat sambutan hangat dari warga setempat. Pesawat yang baru dibeli ini lantas diberi nomor registrasi RI-003 oleh Angkatan Udara RI (AURI).
ADVERTISEMENT
Karena Keegan meminta pembayaran dilakukan di Songkhla, pesawat ini pun diterbangkan kembali ke Thailand. AURI menugaskan dua pejabatnya yang berada di Bukittinggi, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma dan Opsir Udara I Iswahjudi, untuk menjadi penerbangnya. Selain mengantar Keegan, misi utama mereka adalah membeli senjata di Singapura dan membawanya kembali masuk ke Indonesia menembus blokade Belanda.
Namun, setibanya di Songkhla mereka ditahan dan dituduh menyelundupkan emas. Setelah berhasil membebaskan diri, semuanya mencari jalan masing-masing ke Singapura. Dick Tamimi, Ferdy Salim, dan Abu Bakar Lubis keluar dari Thailand melalui Penang, sedangkan Halim dan Iswahjudi terbang dengan RI-003. Adapun Keegan segera kembali ke Australia dengan penerbangan komersial. Sayangnya, dalam penerbangan ke Singapura itu RI-003 jatuh di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia, akibat cuaca buruk. Halim dan Iswahjudi pun gugur.
ADVERTISEMENT
Riwayat Avro Anson RI-003 yang singkat dan proses pembeliannya telah tertoreh dalam sejarah sebagai salah satu upaya bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya. Untuk mengenang jasanya, nama Halim Perdanakusuma dan Iswahjudi diabadikan sebagai pangkalan AURI di Jakarta dan Madiun. Sebuah tugu berbentuk pesawat Avro Anson RI-003 juga didirikan di kawasan bekas lapangan udara Gadut di Bukittinggi.
Sementara Sutan Muhammad Rasjid, selanjutnya sempat menjabat sebagai Gubernur Militer Sumatera Barat/Tengah pada masa Pemerintahan Darurat RI (PDRI) pimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Ia selanjutnya berkarir sebagai diplomat dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri, lalu ditunjuk sebagai Duta Besar RI untuk Italia tahun 1954-1958. Rasjid wafat tahun 2000 dan kini namanya diabadikan sebagai jalan penghubung Bandar Udara Internasional Minangkabau Padang dengan jalan Padang By-Pass dan jalan raya Padang-Bukittinggi.
ADVERTISEMENT