Amerika Serikat Tidak Akan Bangkrut karena Utang

Konten dari Pengguna
3 Mei 2021 8:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
"Karena pemerintah federal Amerika Serikat (AS) memiliki kewenangan untuk mencetak uang (dolar), maka berapapun defisit anggaran belanjanya yang dibiayai dengan utang publik tidak perlu dikhawatirkan. Untuk membayar utang publik tersebut pemerintah AS tinggal mencetak uang saja, selesai," kata Stephanie Kelton.
ADVERTISEMENT
Stephanie Kelton ialah penulis buku "Deficit Myth". Kutipan di atas muncul ketika ia, dalam video diskusinya yang rutin ia tayangkan, membahas ihwal Modern Monetary Theory (MMT).
Namun, apakah memang "tinggal mencetak uang lalu selesai urusan utang"?
Tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Banyak faktor yang terlibat—tidak hanya faktor ekonomi saja—terutama faktor sosial budaya masyarakat juga banyak berperan di dalam menentukan pola perekonomian dunia.
Belum lagi banyaknya Bank Sentral negara-negara lain yang mempunyai kewenangan yang sama dengan The Fed (Bank Sentral AS) yang memiliki otoritas mencetak uang buat negaranya masing-masing.
Apakah teori yang dituliskan Stephanie di dalam bukunya bisa digunakan oleh Bank Sentral negara lain untuk menutupi defisit anggaran belanja negaranya masing-masing? Dan apa yang akan terjadi dengan nilai kurs di antara mata uang-mata uang antar-negara kalau sampai terjadi semua Bank Sentral di dunia dengan seenaknya mencetak uang untuk membiayai defisit anggaran belanja negaranya?
ADVERTISEMENT
Tulisan ini merupakan pendapat saya sebagai seorang praktisi keuangan. Dan melihatnya dari aspek keuangan saja.
Pertama saya akan melihat beberapa fakta bahwa beberapa negara di dunia pernah mengimplementasikan teori ini secara sangat naif.
Presiden Argentina Juan Peron ketika melihat banyaknya rakyat miskin memerintahkan Bank Sentral negaranya mencetak banyak sekali uang untuk diberikan kepada rakyat sampai-sampai dia diberi gelar SANTA YANG HIDUP.
Namun demikian, apakah yang terjadi kemudian sesudah pencetakan uang tanpa ada kendali? HIPERINFLASI!
Nasib yang sama untuk Zimbabwe. Di bawah pemerintahan Presiden Robert Mugabe, negara itu melakukan banyak nasionalisasi perusahaan swasta milik non pribumi. Tapi lantas ekonomi negara ini salah urus. Korupsi di mana-mana, bisnis tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, mekanisme pasar rusak parah, mengakibatkan pajak tidak dapat ditarik dari dunia bisnis.
ADVERTISEMENT
Efek berantai berikutnya adalah anggaran pendapatan dan belanja negaranya selalu mengalami defisit dan defisit ini selalu ditutup dengan mencetak uang melalui Bank Sentralnya.
Zimbabwe tidak bisa menghindari hiperinflasi. Pada tahun 2009, mata uang kertas yang dicetak dengan nominal sangat fantastis, 100 triliun dolar Zimbabwe per lembar. Sebagai gambaran saja, harga sebutir telur pada saat itu adalah 50 miliar dolar Zimbabwe.
Negara kaya minyak di Amerika Latin, Venezuela, juga senasib. Presiden Hugo Chavez melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak milik asing, dan dengan uang minyaknya dia memberikan subsidi untuk semua barang-barang kebutuhan pokok rakyatnya.
Di situlah Hugo Chavez melakukan kesalahan yang sangat mendasar: Subsidi biasanya dilakukan untuk merangsang bekerjanya mekanisme pasar. Sebagai contoh, subsidi pembuatan jalan raya oleh pemerintah untuk melancarkan transportasi barang dan jasa dan penciptaan lapangan kerja. Demikian juga subsidi tenaga listrik, untuk menghidupkan kegiatan ekonomi sehingga terjadi efek multiplier.
ADVERTISEMENT
Namun tujuan subsidi Hugo Chavez adalah untuk mendapatkan popularitas sebagai seorang presiden yang hebat bagi kaum jelata, bukan untuk merangsang terbentuknya perekonomian yang sehat.
Apa yang terjadi pada saat harga minyak jatuh dan perusahaan-perusahaan minyak yang dinasionalisasi mengalami kerugian (harga jualnya sudah di bawah biaya produksi)?
Subsidi tidak dapat dia lakukan lagi, kemudian dia menggunakan cara yang sama dengan yang dilakukan oleh negara-negara seperti Argentina dan Zimbabwe, mencetak uang untuk mengatasi defisit anggaran belanjanya.
Celakanya dengan melakukan subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok yang berlebihan, maka petani, peternak, dan pedagang sudah lama mati karena mereka sudah tidak bisa bersaing dengan barang yang disubsidi pemerintah. Mekanisme pasar lumpuh total.
Kerusakan ekonomi negara-negara yang baru saja saya uraikan sampai sekarang masih belum dapat diatasi.
ADVERTISEMENT
Uraian yang saya tulis ini hanya sebagai gambaran saja, kalau seandainya teori Stephanie yang saya tulis pada alinea pembukaan digunakan oleh negara-negara lain maka yang terjadi adalah seperti pengalaman tiga negara itu: Argentina, Zimbabwe dan Venezuela.
Walaupun Stephanie di dalam bukunya mengatakan seperti judul tulisan ini, kurang lebih teori ini hanya berlaku buat negara-negara yang statusnya sebagai MONEY ISSUER dan di dalam contoh yang dia berikan hanya untuk negara AS, Jepang, Inggris, dan Australia.
Kesimpulan saya MMT tidak bisa diterapkan secara UNIVERSAL. Kalau suatu teori tidak dapat berlaku secara universal lantas masuk di kategori apa? Silakan sidang pembaca memberikan penilaian.
Saya cenderung setuju dengan status yang diberikan oleh Stephanie, bahwa AS merupakan negara yang mempunyai status DOLLAR ISSUER. Mengapa demikian?
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, dolar AS banyak sekali digunakan sebagai cadangan devisa oleh negara-negara di dunia. Praktis sudah menjadi mata uang dunia. Hal ini bisa kita rasakan kalau kita sedang jalan-jalan di luar negeri, dengan berbekal dolar AS maka semua pedagang, hotel, penerbangan, dan lain-lain akan dengan senang hati menerima pembayaran dengan menggunakan dolar AS.
Nah! Kalau kekacauan moneter terjadi di suatu negara maka orang-orang dari negara yang sedang mengalami kekacauan ekonomi akan mengalihkan kekayaan moneternya ke dalam bentuk dolar AS juga.
Saya pernah menonton film dokumenter tentang penumpasan terorisme. Kepala-kepala suku yang bekerja sama dengan serdadu AS di pedalaman Afghanistan pun dibayar dengan dolar AS. Demikian juga halnya pada perdagangan narkotika, perdagangan manusia, dan aktivitas-aktivitas illegal lainnya. Semuanya nyaman dan gembira kalau dibayar dengan dolar AS.
ADVERTISEMENT
Untuk hal-hal yang baru saja saya uraikan, ini merupakan dolar AS yang beredar di luar negaranya. Ditambah dengan cadangan devisa resmi pemerintahan negara-negara di dunia kebanyakan disimpan dalam bentuk surat berharga atau dalam bentuk aset lainnya hampir semuanya dalam denominasi dolar AS.
Bentuk lainnya adalah aliran modal dari negara-negara lain yang masuk ke AS, baik investasi dalam bentuk portofolio maupun dalam bentuk investasi langsung juga dalam bentuk satuan dolar AS. Jadi berdasarkan penjelasan saya ini kita mungkin bisa sepakat mengatakan bahwa dolar AS, secara tidak resmi sudah menjadi mata uang dunia.
Akibat dari status mata uang dolar AS ini, semua negara akan berusaha untuk mempertahankan status tersebut, kalau mata uang dolar AS mengalami masalah maka cadangan devisa, investasi yang ada dan lain-lain aset yang dimiliki oleh orang non AS akan jadi bermasalah. Maka dolar AS akan tetap dijaga selain oleh AS sendiri, dijaga pula oleh negara-negara lain dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang mempunyai kepentingan terhadap dolar AS dengan alasan untuk menjaga stabilitas mata uang dan ekonomi dunia.
ADVERTISEMENT
Status sebagai mata uang tepercaya ini tidak dimiliki oleh negara lain, bahkan mata uang Euro sekalipun. Karena di dalam mata uang Euro tidak melekat hak-hak kedaulatan politik dari negara-negara pengguna Euro.
Stephanie, di dalam ceramahnya yang dia kutip dari bukunya "Deficit Myth". mengatakan juga bahwa di dalam pencetakan dolar AS untuk membayar utang yang disebabkan oleh defisit anggaran belanjanya harus dibatasi agar tidak mendorong INFLASI yang besar.
Jadi menurut Stephanie, inflasi lah yang menjadi batas pencetakan uang untuk membayar utang. Di dalam beberapa ceramahnya Stephanie selalu menyerukan kebijakan-kebijakan populis, seperti memberikan upah lebih besar buat pekerja, menurunkan pajak, pembebasan biaya pengobatan dan sejenisnya untuk memberikan semacam bantuan buat golongan berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
Untuk membahas masalah ini saya ingin mencoba untuk menganalisisnya dengan melihat INFLASI.
Secara teoritis, kita masing-masing pribadi mempunyai tingkat inflasi yang berbeda-beda. Kalau level konsumsi kita selalu mengkonsumsi barang-barang mewah, di mana barang-barang tersebut tidak termasuk di dalam komponen untuk menghitung inflasi, maka inflasinya tidak terhitung di dalam angka inflasi yang sering diumumkan oleh Biro Statistik.
Celakanya kebanyakan barang-barang yang digunakan sebagai dasar indikator inflasi adalah barang-barang kebutuhan pokok yang paling dasar. Padahal barang-barang ini banyak sekali disubsidi oleh pemerintah, jadi angka inflasinya kurang mencerminkan angka inflasi yang sebenarnya terjadi, apalagi kalau seandainya semua komponen barang yang ada di pasar ikut diperhitungkan (walaupun hal ini sulit dilakukan).
Namun demikian, kita juga tahu bahwa belakangan ini tingkat kemakmuran dunia sudah meningkat dan golongan menengahnya sudah semakin banyak jadi level barang yang dikonsumsi pun sudah banyak mengarah ke barang-barang yang relatif mewah. Selain mengenai inflasi Stephanie juga mengatakan "Tujuan pencetakan uang (dolar) untuk tujuan mencapai tingkat full employment."
ADVERTISEMENT
Kebanyakan Gubernur The Fed berpendapat tingkat pengangguran yang tidak mendorong inflasi adalah pada level 6%. Bukan pada level pengangguran nol persen. Jadi di sini saya melihat MMT banyak sekali dihadapkan dengan kontradiksi-kontradiksi yang mengarah kepada lemahnya teori ini.
Stephanie mengatakan pada saat anggaran pemerintah federal defisit maka defisit itu akan beredar di masyarakat atau melekat pada neraca perusahaan-perusahaan yang ada di AS. Dan kalau defisit ini berada di tangan masyarakat atau perusahaan dan digunakan untuk tujuan-tujuan produktif maka akan menambah Produk Domestik Bruto di AS.
Ini sulit dibuktikan secara pasti! Karena defisit yang terjadi pada anggaran pemerintah bisa menjadi pedang bermata dua. Satu bisa mendorong inflasi dan kedua bisa menambah pelumas untuk kegiatan ekonomi produktif.
ADVERTISEMENT
Dari kedua kemungkinan itu, yang pertama yang paling berbahaya bagi perekonomian suatu negara. Inflasi kalau tidak ditangani secara baik cenderung menjadi liar dan akan mendorong terjadinya hiperinflasi. Kesimpulan saya di dalam kita membuat anggaran defisit, kita sedang berspekulasi. Apakah defisit itu akan mendorong inflasi atau akan memperbesar produktivitas perekonomian atau kedua-duanya terjadi secara bersamaan?
Sebenarnya masih banyak lagi materi yang bisa diperdebatkan di dalam MMT yang masih menjadi kontroversi di kalangan ekonom dan ahli moneter, menurut pendapat saya ide-ide terobosan semacam ini, walaupun harus menentang arus utama yang sudah banyak dianut oleh praktisi, perlu mendapatkan perhatian juga sebagai alat untuk mencari jalan terbaik atau langkah koreksi dari suatu teori yang sudah termakan zaman.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup dari tulisan ini saya sangat menyarankan untuk para pembaca untuk ikut mempelajari tentang MMT ini yang mungkin akan membawa kita untuk menemukan hal-hal baru yang dibutuhkan pada saat ini.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.