Konten dari Pengguna

COVID-19 Mengubah Pola Perekonomian

14 Desember 2020 9:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebelum kita dilanda pandemi COVID-19, saya banyak melihat keluarga-keluarga atau yang lebih intens adalah ibu-ibu mengunggah foto-foto mereka di Instagram hasil jepretan perjalanan di luar atau di dalam negeri. Mungkin sebagai ungkapan rasa gembira yang ingin mereka sharing kepada teman atau khalayak lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian muncul COVID-19. Pada mulanya kebanyakan mereka langsung tinggal di rumah dan banyak berdoa karena berita-berita mengenai COVID-19 masih begitu simpang siur dan menakutkan. Yang kebanyakan mereka pikirkan dan kerjakan adalah bagaimana caranya untuk menumpuk bahan makanan dan minuman di rumah. Antrean di supermarket menjadi panjang dengan troli berisi penuh barang makanan dan minuman yang bisa disimpan cukup lama. Sampai-sampai pada waktu saya pergi ke supermarket banyak barang yang habis, tidak ada stok.
Hal ini terjadi, seperti kita ketahui bersama, masih terjadi perdebatan cukup lama, apakah pemerintah akan melakukan lockdown atau tidak. Untungnya pemerintah hanya melakukan PSBB, sehingga membuat masyarakat menjadi lebih tenang. Antrean di supermarket pun jadi semakin pendek dan menjadi normal. Dalam keadaan PSBB, apakah yang dilakukan masyarakat pada saat ini: Inilah beberapa perubahan yang menjadi perhatian saya.
ADVERTISEMENT
Periode bulan-bulan pertama sejak secara resmi pemerintah menyatakan bahwa COVID-19 sudah sampai di Indonesia praktis kemungkinan orang untuk bepergian ke luar negeri hampir secara keseluruhan terhenti. Penerbangan dan angkutan umum di dalam negeri pun nyaris terhenti total. Kita semua merasa takut untuk keluar rumah. Pada saat kita dan kebanyakan masyarakat tinggal di rumah maka kegiatan dan kebiasaan kita menjadi terganggu, kalau tidak mau dikatakan terhenti. Kegiatan rutin kita untuk pergi ke kantor atau ke pasar atau ke mal terhenti. Karena kegiatan apapun yang akan menimbulkan kerumunan di larang. Di dalam keadaan seperti ini kita hanya bisa pasrah dan banyak berdoa agar wabah COVID-19 bisa segera berlalu.
Ternyata COVID-19 belum juga berlalu, maka mulailah kebanyakan orang/keluarga, mulai mencari kesibukan yang sudah lama mereka tidak lakukan seperti mulai memasak menu-menu rumahan yang selama ini sudah mereka lupakan karena seringnya berkegiatan di luar rumah sehingga untuk makan siang atau makan malam selalu saja mereka lakukan di luar rumah atau di restoran. Namun demikian kegiatan memasak pun rupanya mereka gunakan juga untuk menunjukkan eksistensi diri dengan menjual masakannya kepada teman-teman dekat dan tetangga sebagai ungkapan bahwa mereka pandai memasak menu enak.
ADVERTISEMENT
Pada suatu hari istri saya mengatakan kepada saya. Temannya OPEN PO untuk memesan masakan soto mie. Harganya pun lumayan murah, rasanya, sebelumnya saya belum pernah mencoba jadi saya belum memberi komen enak atau tidak. Jadi kami memesan empat porsi. Dari hari memesan sampai masakan diantar ke rumah membutuhkan empat hari. Saya bertanya kepada penjualnya. Kebetulan penjualnya masih tetangga yang kami kenal. Kenapa kok sampai empat hari? Penjualnya menjawab: "Sekali memasak mampunya dan secara ekonomis bisa mendapatkan keuntungan adalah sebanyak empat puluh porsi," katanya.
Jadi saya baru mengerti sekarang bahwa tetangga saya itu kapasitas produksinya untuk membuat soto mie hanya empat puluh porsi setiap batch produksi. Singkat cerita, soto mie nya sudah sampai di rumah saya. Kami santap, ternyata rasanya sangat lezat. Kemudian saya berpikir untuk membeli lebih banyak untuk saya kirimkan kepada teman-teman dekat untuk ikut merasakan kelezatan makanan ini.
ADVERTISEMENT
Pada saat kami memesan soto mie tersebut, pembuat soto mie nya menjawab: "Wah anak saya sedang sibuk nih jadi, belum bisa memasak lagi." Lalu kami tanyakan kapan kami bisa membeli lagi, kalau minggu ini belum bisa? Mereka menjawab: "Belum tahu ya!" Dia memang orang yang secara ekonomi cukup berada, jadi membuat dan menjual soto mie hanya kegiatan sampingan untuk mengisi waktu luang selama harus tinggal di rumah karena COVID-19.
Namun demikian kami tidak kekurangan akal untuk mendapatkan soto mie tersebut. Beliau adalah salah satu pengurus lingkungan gereja kami. Jadi saya katakan kepada beliau, saya ini mau membeli makanan tersebut untuk kami kirimkan ke gereja katedral buat pastor-pastor di katedral. Ibu yang baik hati ini mendengar makanannya akan dikirim ke katedral, dengan sigap menjawab: "Butuhnya kapan!"
ADVERTISEMENT
Di dalam hati saya, si ibu ini ternyata mudah dirayu dengan menjual stempel katedral. Jadi saya langsung booking satu batch produksi sebanyak empat puluh porsi. Celakanya pada saat kami hitung ulang, siapa saja dan berapa porsi yang harus kami berikan per sahabat ternyata kami butuh lima puluh porsi. Lalu kami menghubungi ibu yang baik hati tersebut untuk menambah jumlah pesanan kami menjadi lima puluh porsi. Ternyata beliau mengabulkan permohonan kami.
Setelah barang kami terima, lalu kami kirimkan kepada teman-teman dan tidak lupa ke katedral sesuai janji kami kepada pembuat soto mie. Komen yang kami terima bermacam-macam. Ada teman saya mengatakan pak, bisa pesan lagi tidak? Ada juga seorang pastor bilang enak sekali dan ada lagi yang berkomentar kenapa nggak buka warung saja? Dan lain sebagainya yang semuanya memberikan komentar memuji. Semua komen-komen yang saya terima saya kirim ke ibu yang baik hati tersebut. Beliau kelihatannya sangat senang dengan semua komen yang dia terima.
ADVERTISEMENT
Selain kejadian membeli soto mie kami juga pernah membeli ayam panggang. Yang jualan berkomentar bahwa ayam bakar yang dijual adalah ayam bakar yang sangat terkenal di kota Ujung Pandang. Dia menyebutkan satu nama yang saya tidak tuliskan di sini. Istri saya memesan dua ekor ayam panggang. Setelah kami makan rasanya memang sangat lezat dan sangat khas rasanya. Berbeda dengan rasa ayam panggang yang sering kami makan. Beberapa hari kemudian kami berpikir untuk membeli kembali ayam bakar tersebut untuk kami kirimkan ke teman-teman dekat. Setelah kami hitung-hitung, menurut pendapat kami, ada tujuh orang yang akan kami kirimi ayam bakar ini. Istri saya menghubungi penjual ayam bakar tersebut. Sayangnya, penjualnya mengatakan minggu ini kami tidak membuat ayam bakar, kami sedang sibuk dengan urusan lain. Jadi dengan kejadian ini saya menarik kesimpulan dalam urusan ayam bakar ini. Penjualnya membuat dan menjual ayam bakarnya hanya iseng untuk mengisi waktu. Sistem yang digunakan pun sama dengan penjual soto mie, dengan OPEN PO.
ADVERTISEMENT
Kejadian lainnya, pada suatu hari saya mendapatkan kiriman roti dari sahabat saya. Setelah kami makan rasanya enak sekali. Pada saat saya hubungi sahabat saya, bagaimana saya bisa untuk membeli lagi. Sahabat saya menjelaskan untuk membeli roti itu hanya pada hari Rabu saja dan itupun harus antre. Kalau PO-nya sudah penuh maka pesanan akan ditolak. Ya! Dengan rasa kecewa kami tidak jadi membeli.
Dengan tiga contoh di atas, terlepas dari kejadian yang melatarbelakangi cerita ibu-ibu tersebut pada alinea sebelumnya untuk membuat dan menjual makanan untuk melampiaskan hobi nya pada saat waktu luang, yang saya mau jelaskan adalah bagaimana EKONOMI BISA BERJALAN DENGAN SANGAT EFISIEN DENGAN SISTEM PO ini.
Pada saat saya liburan di Kota Melbourne, mengunjungi anak saya yang tinggal di sana. Saya di ajak untuk mencari kursi untuk ruang tamu apartemennya. Setelah kami keliling-keliling kami akhirnya bisa menemukan barang yang kami anggap cocok untuk kursi tamu. Setelah kami berbicara dengan penjualnya ternyata kursi yang mereka pajang hanya untuk contoh saja, tidak untuk dijual. Kalau kami ingin membeli harus menunggu lagi selama tiga minggu. Saya agak terkejut, hanya untuk membeli kursi seperti itu mengapa saya harus menunggu sampai tiga minggu. Penjualnya menjelaskan kepada saya: "Semua barang mebel yang ada di dalam tokonya adalah barang contoh yang digunakan untuk pajangan saja, kalau mau membeli harus menunggu lagi beberapa minggu".
ADVERTISEMENT
Anak saya ikut menambahkan penjelasan penjual tersebut: "Kalau ada pembeli dan jumlahnya sudah cukup untuk produsennya mendapatkan keuntungan baru proses pembelian bahan baku dan produksinya bisa dimulai." Saya cukup terkesima mendengar penjelasan ini dan saya langsung mengaitkan sistem ini ke masalah efisiensi ekonomi. Kalau proses ekonomi bisa berjalan seperti ini maka pedagang tidak perlu mempunyai stok barang di dalam tokonya, produsen hanya berproduksi jika sudah ada kepastian bahwa barangnya akan terjual, pembeli masih mungkin untuk memodifikasi spek barang sesuai dengan selera mereka dan tidak perlu punya gudang yang besar untuk memelihara persediaan barang.
Di sini kita bisa melihat kaitan sistem PO yang dilakukan oleh ibu-ibu pembuat soto mie, penjual ayam bakar dan penjual roti denga penjual kursi di Melbourne. Mereka beroperasi hanya kalau ada pesanan. Tidak perlu menumpuk bahan baku di gudang yang memerlukan investasi uang yang cukup besar. Dari sisi perbankan, bank bisa memberikan pinjaman kepada produsen cukup dengan jaminan PO yang mereka terima. Industri seperti ini pula yang memungkinkan karyawan di gaji secara harian, seperti yang berjalan di Australia. Perusahaan pun senang karena karyawan menjadi beban variabel persatuan produksi bukan menjadi beban bulanan yang tidak berkaitan langsung dengan volume produksi. Apakah produsen besar bisa melakukan sistem PO ini? Jawabannya sudah! Dan bagaimana? Untuk menjawabnya saya akan menjelaskan bagaimana industri otomotif melakukan produksi.
ADVERTISEMENT
Industri otomotif pada umumnya lini assembly-nya diletakkan di tengah ekosistem dari industri spare parts. Industri spare parts-nya akan mendapatkan instruksi dari assembly line-nya schedule produksi yang di dalamnya juga menjelaskan berapa banyak spare parts yang diperlukan setiap hari.
Dengan demikian semua lini yang ada di dalam ekosistem praktis tidak mempunyai stok barang, atau stok barang/spare parts hanya terbatas untuk satu dua jam produksi saja. Dengan demikian mata rantai pasok (supply chain) menjadi sangat efisien. Cara ini sering disebut dengan JIT (just in time) dan cara pencatatannya dalam bahasa Jepang disebut KANBAN. Arus barang dari mulai bahan baku, bahan setengah jadi sampai dengan produksi akhir diatur dengan sangat efisien.
ADVERTISEMENT
Jadi jangan anggap enteng apa yang dilakukan oleh ibu-ibu pembuat soto mie, ayam bakar dan roti. Ternyata mereka sudah menggunakan sistem yang sangat canggih. Atau mungkin sistem yang canggih itu sebenarnya adalah hanya merupakan sistem dengan LOGIKA SEDERHANA yang meniru gaya produksi ibu-ibu rumah tangga yang iseng untuk mengisi waktu.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan.