Konten dari Pengguna

Omnibus Law dan Carut-marutnya Birokrasi

19 Oktober 2020 9:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada mulanya “BIROKRASI” pemerintahan dibuat untuk menciptakan keteraturan di dalam pengelolaan pemerintahan pusat maupun daerah. Setiap ada masalah baru yang muncul dan belum ada aturannya maka pemerintah akan mempertimbangkan untuk membuat peraturan baru yang bisa mengakomodasi masalah baru tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai mana kita ketahui bersama, negara kita adalah penganut TRIAS POLITIKA, kekuasaan dibagi di dalam tiga bidang. Bidang yang menangani legislatif, pembuat undang-undang; bidang eksekutif, sebagai pelaksana amanat undang-undang; serta bidang yudikatif sebagai pelaksanaan di bidang hukum.
Ketiga bidang ini idealnya harus berjalan harmonis baik dari sisi aturannya maupun di dalam implementasinya.
Namun sayangnya! Di manapun di dunia ini, keharmonisan ketiga bidang ini, sulit untuk dicapai karena undang-undang atau peraturan yang dibuat kebanyakan tidak bisa berlaku abadi.
Seperti saya uraikan di atas, peraturan dibuat untuk mengakomodasi situasi pada saat peraturan itu dibuat. Situasi atau keadaan selalu mengalami perubahan, terutama di masa sekarang. Di mana dinamika masyarakat mengalami perubahan demikian cepat sehingga mengakibatkan semua undang-undang dan peraturan yang dibuat menjadi cepat usang dimakan oleh dinamika masyarakat. Usang karena sudah tidak cocok lagi dengan situasi terkini, atau usang karena mendapatkan penolakan secara luas di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sesudah Indonesia merdeka selama tujuh puluh lima tahun, negara kita juga sudah banyak mengeluarkan undang-undang dan peraturan yang sangat mungkin sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang atau bahkan saling tumpang tindih satu sama lain atau malah saling bertentangan satu sama lain, yang bisa menciptakan peluang-peluang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Belum lagi kalau kita kaitkan dengan dinamika perubahan yang terjadi di dunia yang mengharuskan kita juga harus mengakomodasi dinamika dunia kalau kita tidak mau sebagai negara yang terisolasi dari pergaulan dunia. Karena seringnya muncul peraturan baru dan sangat mungkin bisa saling tumpang tindih dengan yang lama atau seperti saya uraikan di atas bahkan mungkin saling bertentangan maka ini memerlukan HARMONISASI. INILAH RESIDU YANG MENJERAT KITA, HARUS DIBERSIHKAN KALAU KITA MAU MAJU.
ADVERTISEMENT
Langkah berani dan visioner dengan menggunakan OMNIBUS ini, saya kira memang harus ditempuh oleh bangsa Indonesia. Mengapa saya katakan bangsa Indonesia? Karena kita harus bersatu untuk memperbaiki birokrasi kita yang memang sudah sangat memprihatinkan.
Indikator undang-undang dan peraturan-peraturan memprihatinkan bisa kita lihat pada urutan kemudahan bisnis yang dirilis oleh Bank Dunia untuk tahun 2020. Indonesia berada di urutan 73. Artinya kurang lebih adalah kalau modal asing mau masuk ke Indonesia, maka mereka harus melihat ke 72 negara yang peringkatnya lebih baik dari Indonesia lebih dulu untuk dipertimbangkan. Kalau investor itu sudah tidak bisa atau mau berbisnis di negara-negara yang peringkatnya lebih baik dari Indonesia, mereka baru melirik Indonesia sebagai pilihan berikutnya.
ADVERTISEMENT
Perkembangan peringkat Indonesia di dalam kemudahan bisnis tahun 2017 ada di peringkat 106, dengan banyak sekali membatalkan perda-perda yang banyak menghambat investasi, ranking Indonesia pada 2018 naik ke 91, atau naik sebanyak 15 tingkat. Suatu kemajuan yang sangat membanggakan.
Pada tahun 2019 ranking Indonesia berada di angka 73. Dan pada tahun 2020, ranking Indonesia tetap di level 73. Berarti dari tahun 2019 ke 2020 tidak ada kemajuan apa-apa untuk perbaikan kemudahan berusaha di Indonesia menurut versi Bank Dunia.
Target Presiden Jokowi peringkat ini harus pada tingkat empat puluhan. Waktu satu tahun berlalu tanpa perbaikan adalah suatu hal yang sangat memprihatinkan. Negara-negara lain, dalam hal ini menjadi pesaing kita dalam menarik dana investor untuk masuk sudah banyak melakukan perbaikan akan meninggalkan kita, artinya dana investor akan lari ke tempat lain karena kita tidak melakukan yang seharusnya kita lakukan untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Ini kalau dibiarkan sangat berbahaya untuk masa depan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengapa saya mengambil indikator ini untuk mengukur mendesaknya omnibus law untuk dibuat sesegera mungkin?
Indikator kemudahan berusaha itu, kalau saya bisa mengambil analogi, seperti puncak gunung es dari keadaan sosial, politik, ekonomi dan hukum di dalam suatu negara. Usaha atau bisnis apapun pasti akan bersentuhan dengan masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan hukum di dalam suatu negara.
Kita bisa melihat di belahan dunia lain, seperti negara-negara yang situasi politiknya tidak stabil, apakah investor mau menempatkan uangnya untuk membuat bisnis di negara yang bersangkutan? Saya kira tidak!
Negara-negara di dunia oleh para investor di-ranking dengan alat yang sangat populer. Yaitu: COUNTRY RISK.
Kalau Bank Dunia mengeluarkan ranking kemudahan berusaha negara-negara di dunia, ini hanya salah satu bagian dari Country Risk.
ADVERTISEMENT
Country Risk Indonesia sesuai dengan data yang dirilis oleh lembaga pemeringkat S&P pada tanggal 17/4/20 adalah BBB, sudah masuk di dalam kategori investment grade, walaupun pada level paling bawah. Namun kalau kita lihat rating itu dikeluarkan pada saat COVID-19 baru saja melanda Indonesia.
Saya kira pemerintahan Presiden Joko Widodo dan timnya sangat menyadari bahwa rating-rating tersebut harus diperbaiki untuk meyakinkan investor asing agar mau berinvestasi di Indonesia. Jadi meyakinkan investor mau masuk ke Indonesia itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka adalah harus memperbaiki rating-rating ini. Dan untuk mencapai rating yang baik itu bukan hasil kerja satu dua hari atau satu dua tahun melainkan hasil jangka panjang dan terencana dengan baik. Dan juga bukan hanya dari usaha pemerintah saja tapi hasil kerja dari semua komponen bangsa Indonesia secara bersama-sama. Kalau dulu pada saat merebut kemerdekaan kita bisa bersatu, maka persatuan itu dibutuhkan lagi sekarang dalam rangka perbaikan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengapa omnibus law harus dibuat bukan dibahas secara parsial? Saya melihat di siaran TV, Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa: “karena masalah undang-undang dan peraturan yang kita miliki sudah banyak yang saling tumpang tindih dan kalau diurai satu per satu maka akan memakan waktu yang sangat lama untuk bisa mengakomodasi apa yang diinginkan oleh pemerintah, sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan dunia investasi, terutama investasi mancanegara maka adanya terobosan untuk menyelesaikan carut marutnya birokrasi yang sudah terkungkung oleh begitu banyak peraturan yang kurang kondusif untuk di-HARMONISKAN satu sama lain di dalam satu undang-undang. Terobosan itu adalah dengan mengumpulkan semua undang-undang yang diperlukan untuk menarik investor (ini juga untuk tujuan meng-eliminer ego sektoral yang sudah sangat mengakar di dalam birokrasi kita) datang ke Indonesia lalu disesuaikan satu sama lain di dalam satu undang-undang secara utuh, Undang-Undang Cipta Kerja. Harmonisasi ini sekaligus bisa menurunkan tingkat korupsi karena peraturannya dibuat setransparan mungkin. Jadi slogan lama yang mengatakan: "kalau bisa dibuat susah, buat apa dibikin mudah", harus sudah dibuang jauh-jauh.
ADVERTISEMENT
Di dalam menjalankan langkah terobosan yang menyangkut masalah yang begitu luas, banyak dan dalam, saya kira kita harus berani memberi ruang pada pemerintah dan DPR untuk menyelesaikannya dengan cepat. Memang konsekuensi dari konsep yang dibuat dalam waktu singkat pasti akan banyak aspirasi yang tidak tertampung di dalam undang-undang ini.
Paling tidak, kita menunjukkan pada masyarakat dunia bahwa Indonesia sudah melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, Indonesia ingin maju seperti bangsa-bangsa lain dan menunjukkan juga Indonesia adalah negara yang berani menghadapi masa depan yang lebih baik walaupun ada risiko yang harus dihadapi di depan. Semangat ini menjadi sangat penting pada saat ini, COVID-19 tidak bisa menghalangi kemauan untuk kita menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, semua undang-undang atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah saya dapat pastikan tidak dapat membuat semua orang senang. Dan kita bisa melihat dari mulai dicanangkan akan dibuat Undang-undang Cipta Kerja (omnibus law) gangguan melalui media sosial begitu masif dengan mengembuskan macam-macam HOAKS terutama “NGOMPORI SAHABAT-SAHABAT PEKERJA” seperti yang di ucapkan oleh Menko Polhukam dan terakhir oleh Presiden Joko Widodo sendiri, sebenarnya apa yang diembuskan oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab itu tidak benar! Yang benar adalah apa yang tertera di dalam Undang-Undang Cipta kerja yang sudah disetujui DPR pada tanggal 5 Oktober 2020.
Lucunya banyak sekali yang ikut dalam demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta kerja ini tidak tahu, apa itu Undang-Undang Cipta Kerja? Apalagi kalau ditanya isinya apa? Jadi kita bisa mengkonfirmasi bahwa sebagian massa yang bergerak menentang Undang-Undang Cipta kerja yang baru lalu itu adalah orang-orang upahan yang sebenarnya tidak tau apa-apa atau hanya ikut-ikutan teman untuk melepas kebosanan di rumah karena kena PSBB.
ADVERTISEMENT
Siapakah suporter logistik atau aktor intelektual di belakangnya? Biarkan Polri yang mengusutnya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kalau mau melakukan protes tentang UU Cipta Kerja ini saya kira kita tidak bisa melihat sepotong-sepotong tetapi harus dilihat secara integral dalam kaitan dengan seluruh isi undang-undang ini dalam kerangka untuk apa undang-undang itu diciptakan. Kalau dilihat secara parsial saja maka pasti akan kehilangan esensi dari tujuan undang-undang ini. Pihak investor, lokal maupun asing, juga melakukan penilaian tentang kemudahan berusaha dan menilai country rating tidak hanya melihat secara parsial tetapi secara integral dari esensi isi undang-undang ini.
Saya melihat diskusi di TV antara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berikut timnya, Ketua Baleg DPR yang menyelesaikan undang-undang Cipta Kerja, serta ahli hukum dari UGM. Seperti biasanya terjadi, kalau boleh saya katakan perdebatan di antara mereka menjadi kabur dari esensi karena yang menyerang kurang bisa melihat masalah tersebut lebih makro.
ADVERTISEMENT
Sayangnya dalam perdebatan itu, karena waktunya terbatas, pesertanya banyak, materinya sangat luas dan dalam jadi kembali tidak dapat menarik kesimpulan apa-apa, silahkan pemirsa menarik kesimpulan masing-masing.
Sebenarnya sebagaimana kita ketahui undang-undang ini dibuat untuk mengatasi KEDARURATAN karena tersumbatnya aliran dana investasi dari dalam negeri maupun dari mancanegara untuk mengatasi pengangguran yang sedang dan akan terjadi yang sudah menunjukkan lampu kuning buat kita semua.
Jadi kalau suatu tindakan untuk mengatasi keadaan darurat jangan kita ukur dengan ukuran-ukuran kondisi normal, secara teoretis pasti akan banyak cacatnya. Apalagi keadaan darurat itu selalu berpacu dengan waktu karena dibutuhkan segera maka semakin banyak salahnya lagi. Kemudian pasti akan muncul pertanyaan berikutnya: bagaimana kalau ternyata dikemudian hari undang-undang ini salah? Jawabnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Presiden Amerika Serikat pada saat perang dunia ke dua, Harry S. Truman pada saat di tanya oleh temannya, hal yang sama: "bagaimana kalau keputusanmu ini salah”. Jawaban Harry S. Truman: ”saya akan membuat keputusan baru untuk mengoreksi kesalahan yang pertama”.
ADVERTISEMENT
Demikianlah seharusnya mekanisme perbaikan harus dilakukan, undang-undang bukan Kitab Suci. Untuk pihak yang tidak atau kurang setuju, ada mekanisme yang benar harus ditempuh, melalui MK (mahkamah konstitusi) bukan dengan memobilisasi massa yang membuat resah. Manusia selalu berbuat salah! Namun yang terpenting adalah kita mau memperbaiki kesalahan kita demi kebaikan bersama.
Sebagai penutup dari tulisan ini saya mau mengajak semua komponen bangsa Indonesia, mari kita kawal undang-undang Cipta Kerja ini pada tahapan berikutnya yaitu tahapan implementasi dengan peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (PerPres). Semoga semua usaha ini membawa hasil untuk kemajuan kita bersama. Bravo buat pemerintah dan DPR yang sudah menyelesaikan pekerjaan besar ini dan salut untuk TNI dan Polri sudah bisa menjaga Kamtibmas dengan baik.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan