Konten dari Pengguna

Membuka Jalan Menuju Penerimaan Diri

Bentang Shavarani
Undergraduate Journalist Student at Jakarta State Polytechic
10 Juni 2024 13:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bentang Shavarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Dalam keseharian, kita seringkali terlalu sibuk memenuhi harapan orang lain, entah itu keluarga, teman, atau rekan kerja. Saya juga demikian. Sebagai seorang yang cenderung menyenangkan orang lain, saya sering mendahulukan kepentingan mereka daripada kepentingan saya sendiri. Mengutamakan pekerjaan, membantu teman, dan memenuhi ekspektasi orang lain, tanpa sadar saya mengabaikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Ada saat-saat di mana saya merasa kelelahan, bukan hanya secara fisik tetapi juga mental. Namun, karena takut mengecewakan orang lain, saya terus memaksakan diri. Saya terus berpikir bahwa kebahagiaan dan kepentingan orang lain adalah prioritas utama, dan kebahagiaan saya bisa menunggu. Tentu saja, pada titik tertentu, hal ini mulai memberikan dampak yang negatif pada kesejahteraan saya.
Lalu, saya mulai bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya sudah mencintai diri saya sendiri?" Jawabannya, ternyata, belum sepenuhnya. Saya menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah proses yang membutuhkan kesadaran dan usaha.
Saya mulai menyadari pentingnya mencintai diri sendiri ketika menyadari bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi sama pentingnya dengan kebahagiaan orang lain. Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois, melainkan sebuah langkah penting untuk menjaga keseimbangan hidup. Saat kita mencintai diri sendiri, kita bisa memberikan yang terbaik pada orang lain tanpa mengorbankan kesehatan fisik dan mental kita. Namun, mulai darimana saya harus mencintai diri sendiri? Bagaimana kamu mencintai dirimu sendiri? Tolong ajari saya.
ADVERTISEMENT
Saya seringkali merasa bahwa saya gagal dalam mengakui dan menghargai nilai-nilai dan kebutuhan pribadi. Saya terlalu fokus memberikan yang terbaik bagi orang lain, sehingga sering mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi saya. Hal ini membuat saya merasa kehilangan identitas dan tujuan hidup saya sendiri.
Seperti lagu Fiersa Besari dengan judul Pelukku Untuk Pelikmu, yang memiliki penggalan lirik "Kadang kala tak menggapa untuk tak baik-baik saja, kita hanyalah manusia wajar jika tak sempurna," saya belajar bahwa penting untuk menerima dan menghargai perasaan saya sendiri. Saya menyadari bahwa merasa lelah, kecewa, atau bahkan sedih bukanlah kelemahan, tetapi bagian alami dari pengalaman hidup.
Saya sekarang berpikir, jika bukan saya, siapa yang akan membahagiakan diri saya sendiri? Saya menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah tanggung jawab pribadi yang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain. Hanya saya yang memiliki kekuatan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan saya sendiri, serta mengambil langkah-langkah konkret untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi.
ADVERTISEMENT
Melanjutkan perjalanan untuk mencintai diri sendiri, saya belajar untuk memberikan diri saya waktu dan ruang untuk merawat diri secara holistik. Ini termasuk menjaga kesehatan fisik dengan pola makan yang seimbang, tidur yang cukup, dan olahraga teratur. Saya juga belajar untuk merawat kesehatan mental saya dengan praktik meditasi, refleksi, dan mengelola stres dengan cara yang sehat.
Saat saya sedang belajar bagaimana mencintai diri sendiri, sesuatu yang tidak terduga terjadi pada diri saya. Saya di diagnosis Kista Ovarium, penyakit yang cukup sensitif pada perempuan. Awalnya, itu membuat saya terkejut dan merasa terpuruk. Mengapa saya? Pertanyaan itu terus berputar di kepala saya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai melihatnya sebagai bagian dari perjalanan saya menuju penerimaan diri dan cinta pada diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Penyakit itu membuat saya mempertanyakan nilai-nilai saya dan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Saya belajar untuk lebih menghargai kesehatan saya, baik fisik maupun mental, dan untuk tidak mengambilnya sebagai sesuatu yang pasti. Ini menjadi titik balik dalam perjalanan mencintai diri sendiri, karena saya mulai memberikan prioritas pada kebutuhan dan kebahagiaan pribadi saya dengan lebih berani.