Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perpres Investasi Miras Hangus Digoreng Media
4 Maret 2021 14:24 WIB
Tulisan dari Bergman Siahaan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selasa (2/3) siang, Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Perpres Investasi Miras Nomor 10 Tahun 2021 terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman beralkohol (minol). Keputusan ini diambil setelah kekisruhan yang terjadi di masyarakat, sebulan setelah Perpres tersebut dikeluarkan. Organisasi masyarakat dan para ulama dikabarkan mendesak Presiden untuk membatalkan Perpres tersebut.
ADVERTISEMENT
Mengapa tokoh masyarakat dan ulama bereaksi? Tentunya karena polemik yang terjadi di masyarakat. Kenapa polemik terjadi di masyarakat? Karena Perpres tersebut dianggap melegalkan minol yang notabene bertentangan dengan ajaran agama dan berdampak buruk bagi kesehatan.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti memprotes Perpres 10/2021 karena pemerintah tidak mempertimbangkan aspek kesehatan dan moral bangsa. Menurut Mu’ti, minol jelas memiliki dampak negatif terhadap kesehatan dan moral.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj secara tegas menolak kebijakan Pemerintah yang mengizinkan investasi minol. Kiai Said menegaskan bahwa minol menimbulkan banyak mudarat. Menurutnya, pemerintah harusnya menekan konsumsi minol dan bukan mendorong naik.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik keras terbitnya Perpres tersebut. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, kebijakan tersebut mencederai nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 karena semua agama melarang minuman keras. Selain itu minol juga merusak kesehatan fisik dan mental.
ADVERTISEMENT
Mantan ketua MPR sekaligus mantan Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais meminta Perpres tersebut dibatalkan. Amien menilai, Perpres tersebut akan membuat peredaran minol semakin masif sehingga dapat merusak generasi muda.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis juga menolak Perpres tersebut. Ia bahkan meminta pemerintah untuk melarang peredaran minol di masyarakat. Cholil tidak menerima kebijakan pemerintah yang mengizinkan investasi minol, meski hanya di empat daerah tertentu.
Pernyataan-pernyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa tokoh masyarakat menganggap Perpres 10/2021 melegalkan minol dan akan menyebabkan konsumsi minol di masyarakat meningkat. Kenapa pengertian seperti itu berkembang? Salah satunya karena media-media memasang headline bernada seperti itu.
Gorengan media
Kompas online (28/2) memasang headline “Presiden Legalkan Produksi Minuman Keras, Apa Syaratnya? ”. Portal Kompas TV (1/3) menurunkan berita “Presiden Jokowi Izinkan Bisnis Miras, Perajin Arak Bersyukur Lebih Sejahtera “. Sementara judul di Tribun News Aceh, “Presiden Jokowi Legalkan Produksi Minuman Keras, Pemerintah Juga Izinkan Penjualan Eceran Kaki Lima ”.
ADVERTISEMENT
Semua tahu bahwa headline berpengaruh besar dalam sugesti apalagi ditayangkan media-media besar berskala nasional. Kalimat media tersebut di atas tidak sepenuhnya salah jika ditinjau dari ilmu bahasa dan disusul penjelasan lebih lanjut tetapi secara tidak langsung membentuk pemahaman bahwa Presiden melegalkan produksi miras bahkan mengizinkan penjualannya sampai di kaki lima.
Apakah Perpres 10/2021 melegalkan minol?
Media dan pakar membangun opini bahwa Perpres 10/2021 melegalkan peredaran minol padahal minol telah diproduksi dan dijual sejak lama di Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar mengantongi izin dan sebagian industri rumah tangga berproduksi tanpa izin. Sebut saja tuak atau arak—minuman tradisional yang dilestarikan turun-temurun oleh nenek moyang kita.
ADVERTISEMENT
Lembaga yang mengatur izin produksi minol adalah Kementerian Perindustrian dan yang mengatur izin peredarannya adalah Kementerian Perdagangan. Ingat, bagaimana dulu Menteri Perdagangan Gobel bisa melarang penjualan minol di minimarket. Belum lagi bicara otonomi daerah yang bisa mengintervensi produksi dan peredaran minol tersebut.
Faktanya, Bir Bintang sudah diproduksi sejak tahun 1931 dengan merek Heineken. Balimoon di Bali sudah memproduksi berbagai macam varian minol selama 25 tahun. Selain Balimoon, di Bali juga ada Storm Beer, Stark, Bali Hai, El Diablo, dan mungkin banyak lagi.
Pemerintah Kabupaten Minahasa menyebutkan ada sepuluh perusahaan produsen minol yang memiliki izin untuk memproduksi minol, salah satunya adalah Cap Tikus 1978. Tahun 2020 lalu, Pemerintah Provinsi Bali juga melegalkan sejumlah minol lokal yang biasa disebut arak.
ADVERTISEMENT
Di Semarang, Vibe Liqueur and Spirits bahkan sudah menembus pasar Asia. Minuman tersebut telah diproduksi oleh PT Kharisma Serasi Jaya telah selama 15 tahun. Perusahaan yang juga memproduksi Imperial Black Whisky dan Seagrams Vodka untuk pasar Indonesia.
Pemerintah Provisi DKI sendiri punya pabrik bir di Bekasi dengan nama perusahaan PT Delta Djakarta Tbk. Pabrik itu memproduksi merek-merek seperti Anker Beer dan variannya, San Miguel dan variannya, Kuda Putih, serta Carlsberg.
Terbukti bahwa judul berita di Kompas di atas kurang tepat. Perpres 10/2021 bukan melegalkan produksi minol karena memang sudah legal sejak lama. Aturan mengenai produk minol sudah beberapa kali berubah dan yang terakhir adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2019 tentang Kendali dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol.
ADVERTISEMENT
Berita di Tribun News Aceh juga keliru, Perpres 10/2021 sama sekali bukan tentang mengizinkan eceran minol. Perdagangan minol juga telah diatur sejak lama. Peraturan terakhir adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Permendag ini adalah turunan dari Perpres 74/2013 yang dikeluarkan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Pun demikian, pernyataan para tokoh masyarakat tentang penolakan minol adalah benar dalam konteks agama dan kesehatan. Namun pernyataan tersebut seharusnya bukan diutarakan untuk konteks Perpres 10/2021 melainkan menolak industri dan perdagangan minol secara keseluruhan. Artinya juga menolak peraturan-peraturan sebelumnya yang melegalkan minol di tanah air.
ADVERTISEMENT
Apakah konsumsi minol akan meningkat setelah Perpres 10/2021?
Faktanya, Perpres 10/2021 itu adalah aturan yang mengatur bidang usaha penanaman modal (investasi). Indonesia memiliki dokumen yang disebut Daftar Negatif Investasi (DNI). DNI memuat jenis-jenis usaha yang tidak boleh dibuka di Indonesia atau dibolehkan dengan persyaratan tertentu.
Nah, Perpres tersebut mengeluarkan minol dari DNI namun hanya boleh dibuka di empat daerah saja, yakni Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Selama ini, industri minol tidak boleh dibuka kecuali yang telah beroperasi sebelum aturan yang memasukkan minol ke DNI berlaku.
Terbitnya Perpres 10/2021 memang membuka pintu untuk industri minol baru tetapi bukan berarti investor bisa langsung membuka pabrik. Izin untuk mendirikan dan memulai operasional pabrik itu dikeluarkan oleh daerah masing-masing (PP 5/2021).
ADVERTISEMENT
Daerah tentu mempertimbangkan banyak hal seperti lokasi, dampak lingkungan, dan aspek-aspek lain. Artinya, tidak serta merta industri minol di Bali, NTT, Sulut, dan Papua bisa tumbuh dengan sendirinya setelah Perpres ini keluar.
Jadi, Papua, misalnya, tidak perlu menolak Perpres 10/2021. Pemerintah daerah di Papua harusnya cukup menolak secara administratif dengan tidak mengeluarkan izin operasional atau mengeluarkannya dengan terbatas.
Kenyataannya, daerah-daerah di Indonesia sejak lama telah memiliki minol lokal, terlebih di empat provinsi tersebut di atas. Minol besar yang bermerek telah mengantongi izin, sementara lebih banyak lagi industri rumah tangga berproduksi tanpa izin.
Di Jawa Tengah ada Ciu yang sudah terkenal sejak zaman kolonial Belanda dengan sebutan Batavia Arrack van Oosten. Ciu dibuat dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan kelapa. Di Flores NTT ada Moke yang terbuat dari tandan dan Sopi dari aren.
ADVERTISEMENT
Istilah Tuak atau Arak dikenal secara luas di nusantara, yang terbuat dari fermentasi nira dan beras atau buah-buahan lain. Di Sulawesi Selatan ada Ballo yang terbuat dari getah pohon lontar dan dan di Sulawesi Utara ada Cap Tikus yang terkenal. Sementara Papua punya Swansrai, Sagero, Bobo, Wati, dan banyak lagi yang kadar alkohol bahkan bisa sampai 30 persen.
Artinya, minol telah banyak diproduksi tanpa adanya Perpres 10/2021. Bedanya, sebelum Perpres itu dikeluarkan, tidak boleh ada pemain baru di industri minol. Pasar hanya boleh dikuasai oleh pemain besar lama sementara industri menengah dan kecil tidak mendapat kesempatan secara legal.
Legalisasi meningkatkan pajak dan pengawasan
Pada praktiknya, pemain tanpa izin berdagang secara gelap atau secara tradisional. Padahal aspek legal adalah salah satu cara untuk bisa mengawasi sekaligus menarik pajak. Sudah sering terungkap mengenai peredaran minol oplosan yang sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan jiwa karena komposisi dan proses pembuatan yang tak terawasi.
ADVERTISEMENT
Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandouw mengakui bahwa ada puluhan ribu perajin Cap Tikus di Sulawesi Utara. Perpres 10/2021 diharapkan mendorong eksplorasi potensi ekonomi minol sekaligus meningkatkan pengendaliannya.
Gubernur Bali I Wayan Koster juga beranggapan bahwa legalisasi akan memudahkan pengendalian proses produksi dan penjualan minol yang merupakan salah satu keragaman budaya sehingga wajib dilindungi.
Apakah Perpres 10/2021 akan menyebabkan peredaran minol semakin marak? Kembali lagi, peredaran minol diatur oleh Kementerian Perdagangan (Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014) yang merupakan turunan dari Perpres 74/2013. Ada batasan-batasan penjualan terkait tempat eceran, distributor, promosi, dan usia pembeli. Artinya, jika pun industri minol tumbuh, tidak lantas membuat peredaran tak terkendali.
Selain karena aturan yang ketat soal peredaran, dunia ekonomi juga mengenal hukum pasar. Produsen tidak akan menumpahkan produk di pasar yang jenuh atau yang dibatasi. Produksi minol bisa saja akan lebih banyak diekspor untuk pasar internasional daripada pasar domestik yang terbatas.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari prinsip kesehatan dan agama, Perpres 10/2021 bisa saja memulai eksplorasi potensi ekonomi di bidang minol sekaligus mengefektifkan pengendaliannya. Apa daya, gorengan media berhasil menghanguskan peluang itu karena akhirnya investasi minol kembali ditutup.