Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bagaimana Hukum Reseller dalam Islam? Ini Jawabannya
19 Juli 2022 17:31 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bisnis reseller saat ini banyak digemari pebisnis pemula. Sistemnya yang terbilang mudah, sehingga membuat bisnis reseller menjamur di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Selain itu bisnis yang satu ini dinilai mendatangkan keuntungan menjanjikan. Inilah mengapa, reseller dijadikan alternatif berbisnis oleh sebagian besar kalangan. Lalu, bagaimana hukum reseller dalam Islam?
Seperti yang diketahui, Islam mengatur hukum jual beli yang dilakukan oleh setiap muslim sesuai syariat. Untuk mengetahui hukum reseller menurut Islam, simak pembahasan selengkapnya berikut ini.
Apa yang Dimaksud dengan Reseller?
Sebelum membahas hukum reseller dalam Islam, ada baiknya jika kamu memahami pengertiannya terlebih dahulu. Secara singkat, reseller merupakan sistem jual beli yang dilakukan dengan menjual kembali produk yang dikulak oleh pedagang dari pedagang stok.
Sementara itu, menurut buku Bisnis Online: Strategi dan Peluang Usaha oleh Dicky Nofriansyah, dkk., sistem kerja reseller secara garis besar memungkinkan produk akan dikirim pemasok atau supplier ke pihak reseller. Selanjutnya, jika terdapat pesanan dari konsumen, produk akan langsung dikirimkan reseller ke konsumen tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, reseller selaku penjual harus menyediakan stok barang terlebih dahulu sebelum berperan sebagai penjual. Sebab, tanggung jawab pengiriman barang melekat pada reseller, bukan lagi pada supplier.
Bagaimana Hukum Reseller dalam Islam?
Menurut pendapat para ulama, hukum reseller dalam Islam adalah diperbolehkan selama tak melanggar aturan dasar dalam fikih jual beli dan tak bertentangan dengan tujuan syariat Islam (maqasid al-syariah). Adapun aturan dasar jual beli menurut fikih meliputi akad, orang yang berakad, dan objek yang menjadi akad jual beli.
Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam buku Hukum Jual Beli Online oleh Holilur Rohman bahwa sistem reseller bisa dikategorikan sebagai akad samsarah ataupun murabahah sesuai praktik yang dilakukan di lapangan.
Menyadur laman NU Online, akad murabahah merupakan suatu bentuk transaksi jual-beli dengan tujuan utama berbagi laba atau keuntungan penjualan antara pemodal dengan wakilnya. Sementara itu, akad samsarah umumnya ditemukan dalam praktik dropshipping, yakni ketika seseorang menjualkan barang milik orang lain dan ia mendapat fee atau imbalan atas jasa menjualkannya.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, sistem reseller pada hakikatnya memiliki persamaan dengan jenis jual beli pada umumnya sehingga hukumnya. Sebab, seorang penjual membeli produk kepada supplier. Lalu ia menjualnya kembali ke konsumen.
Berbeda halnya ketika seorang reseller memasukkan unsur gharar (tipuan) maupun ketidakjelasan pada transaksi yang dilakukan. Jika hal tersebut dilakukan, sistem reseller memiliki hukum haram atau tak sah.
Misalnya, seorang reseller yang menjual sebuah produk dan konsumen telah membayar lunas produk tersebut. Namun ternyata, reseller tak kunjung memberikan kejelasan atas produk yang ia jual ke konsumen. Maka, hukum jual beli tersebut menjadi haram dan tidak sah.
Intinya, hukum reseller dalam Islam diperbolehkan selama tak menyalahi aturan dasar dalam hukum jual beli menurut fikih dan tak bertentangan dengan tujuan syariat Islam. Keabsahan jual beli sistem reseller akan berubah menjadi haram jika pada praktiknya menimbulkan kerugian dan kemudaratan. Wallahu a’lam bisshawab.
ADVERTISEMENT
Itulah uraian mengenai hukum reseller dalam Islam. Semoga bermanfaat!
(ANM)