Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Contoh Permasalahan Ekonomi di Indonesia, Berikut Rinciannya
20 Agustus 2021 9:01 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Permasalahan ekonomi merupakan permasalahan yang timbul akibat sumber daya tersedia dalam jumlah terbatas, sementara kebutuhan manusia tidak ada batasnya.
ADVERTISEMENT
Faktor yang Memengaruhi Permasalahan Ekonomi
Contoh Permasalahan Ekonomi di Indonesia
1. Urgensi Memperbaiki Kuantitas dan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi
Indef mencatat, Indonesia mengalami pertumbuhan dengan rata-rata laju 5,27 persen dalam dua dasawarsa terakhir (2000-2018). Namun untuk keluar dari jebakan status negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju, laju pertumbuhan tersebut tidak cukup.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi masalah kualitas pertumbuhan ekonomi. Sebab, angka kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran masih tinggi. Porsi PDB juga masih 58,5 persen terkonsentrasi di Jawa dan mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
2. Dilema Pertumbuhan Ekonomi vs. Impor
Tingkat impor Indonesia masih tinggi hal ini dikarenakan output di sektor pertanian dan peternakan kian merendah sementara pertumbuhan penduduk, terutama kelas menengah, terus menerus meningkat.
Impor sendiri adalah kegiatan transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara. Proses impor umumnya adalah kegiatan memasukkan barang atau komoditas dari suatu negara lain ke dalam negeri.
Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim dan penerima. Sektor industri juga masih mengandalkan bahan baku impor yang kini pertumbuhannya mencapai 9% dalam tiga tahun terakhir.
Hal ini kemudian memperlihatkan bahwa industri dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dikarenakan kian bergesernya struktur ekonomi ke arah jasa. Selain itu deindustrialisasi juga terjadi dengan lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Indonesia mengalami penurunan porsi manufaktur terhadap PDB sebesar 7 persen dalam sepuluh tahun terakhir padahal Thailand dan Malaysia tidak lebih dari 4 persen. Deindustrialisasi di Indonesia juga diperparah dengan perubahan pola investasi asing (FDI) yang cenderung berada di sektor tersier (jasa, ekonomi digital) dibandingkan sekunder (industri manufaktur).
3. Daya Beli Stagnan
Inflasi secara tahunan tercatat 2,48 persen dari tahun ke tahun, meski demikian hal ini tidak berhasil mengangkat daya beli yang masih stagnan. Sangat mungkin inflasi rendah saat ini disertai juga dengan penurunan daya beli masyarakat.
Selain itu suku bunga pinjaman yang tetap hingga akhirnya ekspansi dunia usaha pun tidak ikut terakselerasi. Penyebab daya beli yang stagnan dari masyarakat umumnya dipengaruhi oleh pendapatan yang ia terima, Harga Barang dan Jasa, hingga berapa Banyaknya Barang yang ia konsumsi.
ADVERTISEMENT
4. Daya Saing Rendah
Dalam tiga tahun terakhir Indonesia sebagai negara tujuan investasi langsung terus mengalami penurunan. Selain itu jumlah perusahaan di Indonesia juga mulai berkurang. Di sisi lain, Vietnam terus menunjukkan peningkatan performa dalam menarik FDI, salah satunya dari Jepang. Berkebalikan dengan Indonesia, popularitas Vietnam bagi investor Jepang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir ini.
5. Ketidaksiapan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
INDEF memandang, wacana Revolusi Industri 4.0 tidak dilakukan dengan perencanaan matang. Hal ini disebabkan oleh perencanaan mendasar mengenai apa yang perlu dikembangkan di sektor prioritas dan tidak ada perencanaan infrastruktur dasar industri 4.0 yaitu Internet of Things (IoT), selain itu tidak ada perencanaan dalam memitigasi tenaga kerja yang terkena dampak dari pengimplementasian otomatisasi di sektor ini.
ADVERTISEMENT
6. Inkonsistensi Kebijakan Subsidi Energi
Pada Tahun 2015, subsidi energi dipangkas hingga 65,16 persen menjadi Rp 119 triliun. Penurunan subsidi terus berlanjut pada 2016 dan 2017. Namun pada tahun 2018, subsidi energi kembali melonjak hingga 57 persen, dan tahun 2019 naik lagi 4,23 persen.
Agar subsidi energi tidak terus melonjak, INDEF menilai, pemerintah perlu membenahi sasaran penerima subsidi agar lebih tepat, seperti Gas 3 kg, pelanggan listrik golongan 900 VA yang mampu.
Selain itu, komitmen pemerintah menurunkan subsidi energi secara gradual juga harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) demi mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.
7. Kinerja Pajak Rendah Sementara Rasio Utang Kian Meningkat
ADVERTISEMENT
INDEF mencatat tax ratio Indonesia mengalami penurunan selama periode 2012-2017. Pencapaian tax ratio tersebut juga masih jauh dari target dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 15,2 persen.
Penerimaan pajak yang tidak optimal juga tercermin dari shortfall pajak yang masih terjadi. Sementara, peningkatan rasio utang terhadap PDB berbanding terbalik dengan tax ratio. Implikasinya beban pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat semakin tinggi, dari 11 persen pada 2014 menjadi 17,13 persen per.
8. Dana Desa Bermasalah
Alokasi Dana Desa terus meningkat dari Rp 20,8 triliun menjadi Rp 70 triliun tahun ini. Proporsi Dana Desa terhadap Transfer ke Daerah juga terus naik dari 3,45 persen menjadi 8,47 persen. Namun, INDEF mencatat, kenaikan dana tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan indikator sosial di pedesaan.
ADVERTISEMENT
Masih ada 10 Provinsi dengan tingkat ketimpangan perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan level nasional yaitu Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua, dan Papua Barat.
(AAG)