Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pajak Jual Beli Tanah, Ini Dasar Hukumnya
21 Juli 2022 13:34 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pajak jual beli tanah adalah pungutan yang mesti dibayarkan penjual atau pembeli atas tanah yang menjadi objek jual beli. Kedua belah pihak tersebut diharuskan membayar dengan besaran pajak yang berbeda, tergantung dengan tanah yang diperjualbelikan.
Pajak yang dikenakan kepada penjual disebut Pajak Penghasilan (PPh), sedangkan pajak yang dibayar pembeli disebut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Selain itu, secara spesifiknya pajak dari penjualan tanah yang ditanggung oleh penjual dan pembeli antara lain PPh, BPHTB, PPN, biaya pengecekan sertifikat, serta jasa notaris atau PPAT.
Dasar Hukum Jual Beli Tanah
1. Penjual Tanah
Dasar hukum pajak jual beli yang dikenakan kepada penjual, yakni PPh yang tertuang pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
ADVERTISEMENT
Adapun bunyi pasal dari 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 ialah sebagai berikut:
Akan tetapi ada hal perlu diperhatikan sebelum melakukan transaksi penjualan tanah, yaitu para penjual terlebih dahulu harus melunasi PPh terlebih dahulu sebelum pengurusan akta jual beli ke notaris.
Karena jika tidak melakukan pembayaran PPh, penjual dianggap melanggar aturan sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat dapat menolak membuat akta jual beli.
Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 39 ayat 1 huruf G Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut.
Jadi, menurut bunyi peraturan di atas, bagi penjual yang belum melunasi PPh, maka transaksi jual beli tidak bisa dilaksanakan karena PPAT pun tidak akan mau membuatkan akta jual beli.
ADVERTISEMENT
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penjual yang belum melunasi PPh, transaksi jual beli tidak bisa dilaksanakan karena PPAT tidak akan mau menerbitkan akta jual beli.
2. Pembeli Tanah
Sedangkan pajak yang wajib dipenuhi oleh pembeli tanah yaitu BPHTB. Dasar peraturan tesebut terdapat pada asal 2 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:
Jenis Pajak Jual Beli Tanah
Dikutip dari laman ocbcnisp.com, setidaknya ada empat jenis pajak yang sering digunakan dalam kegiatan jual beli tanah.
1. PPh
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak dari penjualan tanah yang wajib dibayarkan oleh penjual tanah. Pajak penjualan tanah PPh harus sebelum mendapatkan Akta Jual Beli (AJB).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 perihal Tarif Baru PPh Final atas Pajak Penjualan Tanah dan Bangunan sebesar 2,5% pada setiap transaksi.
2. BPHTB
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak penjualan tanah dan bangunan yang wajib dibayarkan oleh pembeli tanah.
Pada awalnya pajak ini dipungut oleh pemerintah pusat, namun sudah dialihkan oleh pemerintah kabupaten atau kota sejak 1 Januari 2011.
Besaran nilai BPHTB adalah 5% dari nilai jual objek pajak (NJOP) yang telah dikurangi oleh nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). Sedangkan nilai dari NJOP berbeda sesuai dengan kondisi wilayah setempat.
3. PPN
Pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak dibebankan kepada pembeli, yaitu sebesar 10% dari total nilai penjualan tanah. Biasanya hanya tanah yang digunakan sebagai usaha dan memperoleh keuntungan saja yang dikenakan PPN.
ADVERTISEMENT
4. PBB
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB ) merupakan pajak yang wajib dibayarkan oleh penjual, karena dianggap sebagai pihak yang akan mendapatkan keuntungan dari penjualan tanah.
Dasar hukum dalam penentuan PBB adalah UU Nomor 12 Tahun 1985 perihal Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu sebesar 0,5%.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan jumlah pajak wajib bayar, yaitu nilai jual objek pajak (NJOP), nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP), serta nilai jual kena pajak (NJKP).
Besaran nilai NJKP ditetapkan berdasarkan KMK No. 201/KMK.04/2000. Jika nilai NJOP lebih dari Rp1 miliar, maka besaran NJKP adalah 40%. Sedangkan, jika NJOP kurang dari Rp1 miliar, maka NJKP adalah 20%.
(SRS)