Sudah Dapat THR Lebaran? Ternyata Begini Sejarah Awal Mula Pemberian THR

Berita Bisnis
Berita dan Informasi Praktis soal Ekonomi Bisnis
Konten dari Pengguna
13 Mei 2021 14:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Soekiman Wirjosandjojo, tokoh dibalik dicetuskannya program pemberian THR (Foto: Syarikat Islam).
zoom-in-whitePerbesar
Soekiman Wirjosandjojo, tokoh dibalik dicetuskannya program pemberian THR (Foto: Syarikat Islam).
ADVERTISEMENT
Hari ini (13/5) merupakan hari raya lebaran Idul Fitri tahun 2021. Beberapa dari kita yang berprofesi sebagai karyawan tentunya sudah memperoleh uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang selalu ditunggu-tunggu pada hari lebaran di setiap tahunnya. THR sudah menjadi aturan ketenagakerjaan yang khas di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
THR sendiri merupakan sebuah hak pendapatan tahunan non upah dalam bentuk uang yang wajib diberikan oleh pemilik perusahaan kepada setiap pekerja menjelang hari raya keagamaan, disesuaikan dengan agama yang dianut pekerja terkait. Pemberian THR bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja.
Pemberian THR sudah diatur secara resmi dan wajib dilaksanakan. Segala ketentuan perihal pemberian THR sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016. Selain itu, pemberian THR juga disinggung pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan 19 Tahun 2018 tentang THR dan gaji ke-13.
Namun, sejak kapan tradisi pemberian THR ini diadakan? Semuanya bermula pada masa Orde Lama, tepatnya pada pemerintahan kabinet Soekiman Wirjosandjojo. Saat itu, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer. Awalnya, pemberian THR ini dikhususkan bagi para PNS.
ADVERTISEMENT
Kabinet Soekiman yang dilantik pada April 1951 tersebut awalnya berencana membuat sejumlah program kesejahteraan bagi para pegawai pamong praja (PNS saat itu), yakni dengan pemberian THR lebaran. Saat itu, program tersebut berjalan dengan memberikan THR sebesar Rp 125 sampai Rp 200 kepada para PNS.
Adapun sebenarnya, lahirnya program pemberian THR ini merupakan strategi politik Soekiman agar memperoleh dukungan dari PNS beserta keluarganya untuk program-program yang dikeluarkan pemerintah.
Pada 1951, program pemberian THR kepada para PNS ini mulai bergulir dan cukup lancar. Namun karena program ini hanya dikhususkan untuk PNS, muncul bibit-bibit kecemburuan dari kaum buruh yang non PNS. Pada 13 Februari 1952, mereka mulai memprotes kebijakan ini dengan melancarkan aksi mogok kerja serta menuntut agar THR juga dibagikan kepada para buruh.
ADVERTISEMENT
Saat itu, organisasi buruh masih banyak yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pengaruhnya cukup besar pada masa itu. Hal ini juga jadi salah satu faktor yang membuat kabinet Soekiman akhirnya meminta perusahaan swasta untuk turut memberikan THR kepada para buruhnya.
Awalnya pada periode 1951-1952, pemberian THR oleh perusahaan swasta kepada para pekerjanya masih belum diatur secara jelas. Mereka masih menggunakan sistem sukarela sehingga tidak semuanya melaksanakan pemberian THR. Peraturan yang mengakomodir pemberian THR untuk buruh saat itu, yakni Surat Edaran Menteri Perburuhan Nomor 3667 Tahun 1954 dianggap hanya bersifat imbauan bagi pengusaha swasta.
Hingga pada 1955, hal ini mulai diperhatikan oleh pemerintah. Semuanya berawal dari perjuangan organisasi buruh terbesar saat itu, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang mendesak pemerintah untuk mewajibkan pengusaha swasta untuk membayar THR kepada kaum buruh. Enam tahun kemudian, hal ini berhasil terwujud.
ADVERTISEMENT
Menteri Perburuhan yang baru diangkat saat itu, Ahem Erningpradja akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 yang menjelaskan bahwa THR menjadi hak ekonomi bagi buruh swasta. Hal ini menjadi angin segar bagi kaum buruh saat itu.
Bertahun-tahun kemudian, aturan perihal pemberian THR bahkan semakin ditegaskan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan. Peraturan tersebut mulai menjelaskan perihal besaran serta skema pemberian THR secara lugas. Hingga akhirnya, aturan tersebut disempurnakan pada 2016.
Kini, seluruh kaum pekerja, baik PNS maupun para buruh swasta, memiliki hak untuk diberikan THR setiap menjelang hari raya keagamaan. Bahkan terdapat sanksi bagi pihak pengusaha yang tidak atau bahkan terlambat membayar THR kepada para pekerjanya. Pekerja juga bisa mengadukan dan menuntut pengusaha atas hal tersebut.
ADVERTISEMENT