Konten dari Pengguna

10 Asas Hukum Acara Perdata yang Berlaku di Indonesia

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
17 November 2023 10:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum acara perdata. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum acara perdata. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Asas hukum acara perdata adalah pedoman untuk membantu seluruh kegiatan acara perdata dalam persidangan. Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formal, yaitu semua kaidah hukum yang mengatur cara melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik oleh Dede Hafirman, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mengajukan suatu perkara perdata ke pengadilan dan juga mengatur bagaimana cara hakim perdata memberikan putusan terhadap subjek hukum.
Dalam proses acara perdata, terdapat asas-asas yang berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk membantu seluruh pelaksanaan acara perdata dalam persidangan.
Asas-asas tersebut juga dapat membantu memberikan perlindungan hukum serta transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara maupun masyarakat secara luas. Lantas, apa saja asas hukum acara perdata?

Asas Hukum Acara Perdata

Ilustrasi hukum acara perdata. Foto: Pexels
Dirangkum dari buku Hukum Acara Perdata dan Praktik Peradilan Perdata oleh Asman, dkk., berikut adalah asas-asas hukum acara perdata yang bisa dipahami.
ADVERTISEMENT

1. Hakim Bersifat Menunggu

Asas pertama, yaitu hak inisiatif untuk mengajukan gugatan diserahkan kepada pihak yang berkepentingan atau pihak yang beperkara. Jika tidak ada gugatan, maka tidak ada hakim.
Jadi, hakim bersifat menunggu diajukannya perkara atau gugatan. Dengan kata lain, hakim tidak boleh aktif mencari perkara atau menjemput bola di masyarakat.
Namun, apabila suatu perkara sudah diajukan, hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadilinya dengan alasan apa pun.

2. Hakim Pasif

Asas kedua, yaitu hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif. Artinya, ruang lingkup sengketa yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh pihak yang beperkara dan bukan oleh hakim.
Dengan kata lain, penggugat menentukan apakah ia akan mengajukan gugatan, seberapa besar tuntutan, serta suatu perkara akan dilanjutkan atau dihentikan tergantung oleh para pihak (penggugat atau tergugat). Semua tergantung para pihak, bukan pada hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan menilai siapa di antara para pihak yang berhasil membuktikan kebenaran dalilnya dan mana yang benar dari dalil yang dikemukakan tersebut.

3. Hakim Aktif

Ilustrasi hakim yang mempersiapkan proses peradilan.
Asas ketiga, yaitu hakim harus aktif sejak perkara dimasukkan ke pengadilan. Artinya, hakim yang menentukan jalannya proses peradilan, mulai dari memimpin sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu para pihak mencari kebenaran, hingga pelaksanaan putusan (eksekusi).
Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut sebagaimana dimaksud pada:
ADVERTISEMENT
Adapun asas hakim pasif dan hakim aktif dalam hukum acara perdata disebut sebagai verhandlungsmaxime.
Meskipun hakim bersifat pasif (tidak menentukan luasnya pokok perkara), bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa.
Sebagai pimpinan sidang, hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan, menentukan pemanggilan, menetapkan hari sidang, serta memerintahkan alat bukti untuk disampaikan di depan persidangan.

4. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas keempat, yaitu sidang perkara perdata di pengadilan terbuka untuk umum. Artinya, setiap orang boleh menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di persidangan. Hal ini secara tegas dituangkan dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU Nomor 48 Tahun 2009, yaitu:
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, meskipun hakim tidak menyatakan persidangan terbuka untuk umum, jika dalam berita acara persidangan dicatat bahwa persidangan dinyatakan terbuka untuk umum, putusan yang telah dijatuhkan tetap sah.
Namun, dalam pemeriksaan perkara perceraian atau perzinaan, sering kali persidangan dilakukan secara tertutup. Namun, pada awalnya, persidangan harus tetap dinyatakan terbuka untuk umum terlebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup.

5. Mendengar Kedua Belah Pihak

Asas kelima, yaitu kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak memihak, dan didengar bersama-sama. Asas acara perdata bahwa kedua belah pihak harus didengar dikenal dengan asas audi et alteram partem atau eines mannes rede ist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide.
Asas acara perdata yang satu ini mengartikan hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
ADVERTISEMENT

6. Putusan Harus Disertai Alasan

Asas keenam, yaitu semua putusan hakim (pengadilan) pada asas acara perdata harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Alasan ini merupakan argumentasi sebagai pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu hukum sehingga mempunyai nilai objektif. Karena alasan-alasan inilah putusan hakim (pengadilan) mempunyai wibawa.

7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya

Ilustrasi dasar hukum tertulis. Foto: Pexels
Asas ketujuh, yaitu hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Larangan ini karena anggapan hakim tahu akan hukumnya (ius curia novit). Jika dalam suatu perkara hakim tidak menemukan hukum tertulis, maka hakim wajib menggali, mengikuti, serta memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT

8. Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan

Asas kedelapan, selain asas hukum acara perdata bahwa hakim harus menunjuk dasar hukum dalam putusan, hakim juga harus memutus semua tuntutan penggugat.
Ini dikenal dengan iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur, yaitu hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.
Sebagai contoh, penggugat mengajukan tuntutan agar tergugat dihukum mengembalikan utangnya, tergugat dihukum membayar ganti rugi, dan tergugat dihukum membayar bunga. Maka, tidak ada satu pun dari tuntutan tersebut yang boleh diabaikan hakim.

9. Beracara Dikenakan Biaya

Asas kesembilan, yaitu seseorang yang akan beperkara dikenakan biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya meterai.
Namun, bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara tanpa biaya (prodeo) dengan mendapat izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara serta melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat setempat.
ADVERTISEMENT

10. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan

Asas kesepuluh, yaitu tidak ada ketentuan yang mewajibkan para pihak mewakilkan pada orang lain (kuasa) untuk beperkara di muka pengadilan, sehingga dapat terjadi langsung pemeriksaan terhadap para pihak yang beperkara.
Perlu diingat, bahwa beperkara di pengadilan tanpa seorang kuasa akan lebih menghemat biaya. Namun, para pihak boleh memberi kuasa kepada kuasa hukumnya apabila dikehendaki.
Hal ini karena bagi pihak yang "buta hukum" tapi terpaksa beperkara di pengadilan, kuasa hukum yang mengetahui hukum tentu sangat membantu pihak yang bersangkutan.
(SFR)