Konten dari Pengguna

10 Daftar Korban G30S PKI yang Mendapat Gelar Pahlawan Revolusi

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
30 September 2024 10:49 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi daftar korban G30S PKI. Foto: unsplash.com.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi daftar korban G30S PKI. Foto: unsplash.com.
ADVERTISEMENT
Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia atau G30S PKI memakan banyak korban jiwa. Beberapa daftar korban G30S PKI diketahui merupakan perwira tinggi dan jenderal TNI.
ADVERTISEMENT
G30S PKI juga dikenal sebagai peristiwa Lubang Buaya. Pasalnya, beberapa jenazah korban dimasukkan ke dalam sebuah lubang yang berlokasi di Cipayung, Jakarta Timur dan sebagian ditemukan di sumur tua di Yogyakarta.
Ada 10 daftar korban G30S PKI yang diberikan gelar Pahlawan Revolusi. Mereka disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Jakarta dan Yogyakarta.

Daftar Korban G30S PKI

ilustrasi daftar korban G30SPKI. Foto: unsplash.com.
Dirangkum dari buku Sejarah Hukum Indonesia karya Sutan Remy Sjahdeini dan buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional karya Julinar Said dkk., berikut daftar korban G30S PKI yang mendapat gelar Pahlawan Revolusi.

1. Jenderal Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir di Purworejo, 19 Juni 1922. Ia merupakan Panglima Angkatan Darat yang turut menjadi korban kekejaman PKI. Ia memulai karier militernya dalam Tentara Keamanan Rakyat pada awal kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada masa revolusi nasional, Ahmad Yani dikenal sebagai komandan yang handal dan banyak terlibat dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kariernya menanjak pada masa Republik Indonesia Serikat dan era Demokrasi Terpimpin. Pada 1962, Ahmad Yani kemudian diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat.
Ia memimpin operasi militer dalam konfrontasi Indonesia Malaysia dan turut menegakkan stabilitas nasional. Ahmad Yani dikenang sebagai prajurit yang setia kepada bangsa dan negara serta berani dalam menentang ancaman terhadap kemerdekaan Indonesia.

2. Mayor Jenderal R Suprapto

Mayor Jenderal Raden Suprapto adalah salah satu perwira tinggi TNI yang turut menjadi korban peristiwa G30S PKI. Ia pernah mengenyam pendidikan di Algemene Middelbare School.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di bidang militer, termasuk mengikuti berbagai kursus dan pelatihan militer di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Setelah pengakuan kedaulatan, kariernya semakin menanjak dan ia dipercaya memegang berbagai posisi strategis dalam TNI Angkatan Darat. Pada saat menjelang peristiwa G30S PKI, ia menjabat sebagai Deputi III Menteri atau Panglima Angkatan Darat.
Mayor Jenderal R. Suprapto dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi dalam membela negara. Ia merupakan seorang prajurit yang tegas dan berkomitmen pada stabilitas dan keamanan Indonesia.

3. Mayor Jenderal M.T Haryono

Mayor Jenderal MT Haryono atau lebih dikenal M.T Haryono merupakan seorang perwira yang cerdas dan juga memiliki kemampuan berbahasa asing seperti Belanda, Inggris, dan Jerman.
Karena keahlian tersebut, ia sering dipercaya menangani urusan diplomatik dengan pihak asing.
Pada malam 30 September 1965, M.T. Haryono diculik dari kediamannya di Jakarta oleh pasukan Gerakan 30 September. Ia dibawa ke Lubang Buaya bersama perwira lainnya dan dieksekusi di sana. Jasadnya ditemukan dalam sumur tua di lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
M.T. Haryono kemudian diangkat sebagai salah satu Pahlawan Revolusi untuk menghormati jasanya. Namanya diabadikan di sejumlah tempat, termasuk jalan-jalan dan fasilitas umum sebagai pengingat atas dedikasinya terhadap negara.

4. Brigadir Jenderal D.I Panjaitan

Brigadir Jenderal Doland Isaac Panjaitan atau D.I Panjaitan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan bergabung TKR setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Ia terlibat dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan di daerah Sumatera dan daerah lainnya selama masa Revolusi. Setelah kemerdekaan Indonesia, karier militer Panjaitan berkembang pesat.
Ia ditugaskan dalam berbagai posisi penting di TNI. Pada awal 1960-an, ia ditugaskan di luar negeri sebagai Atase Militer Indonesia di Bonn, Jerman Barat.
Pengalaman ini memperkuat kemampuan diplomatik dan jaringan internasionalnya. Setelah kembali ke Indonesia, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat yang mengurusi logistik.
ADVERTISEMENT

5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal Sutoyo Siswamiharjo merupakan salah satu dari daftar korban G30S PKI. Ia lahir di Kebumen pada 28 Agustus 1922. Sutoyo menempuh pendidikan di MULO atau Meer Uitgebried Lager Onderwij yang merupakan sekolah menengah pada masa kolonial Belanda.
Setelah lulus, ia masuk Rechtschool (Sekolah Hukum) di Jakarta dan sempat bekerja di Kantor Residen Purwokerto sebelum terlibat dalam dunia militer.
Selama masa Revolusi Nasional, Sutoyo aktif dalam berbagai operasi militer untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman pasukan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, ia melanjutkan karier militernya dan ditempatkan di berbagai posisi penting di TNI Angkatan Darat.
Berkat kecakapan dan integritasnya, Sutoyo kemudian diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, yaitu posisi yang bertanggung jawab atas pengawasan dan penegakan hukum di lingkungan militer.
ilustrasi lokasi pemberontakan G30 SPKI. Foto: Kumparan/Sandi Kurniawan Pratama.

6. Koloner Katamso Darmokusumo

ADVERTISEMENT
Kolonel Katamso aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi. Ia memimpin sejumlah operasi militer di berbagai wilayah Indonesia.
Setelah masa Revolusi Nasional, Katamso terus naik pangkat dan memegang berbagai posisi penting dalam Angkatan Darat.
Pada tahun 1960-an, Kolonel Katamso menjabat sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas yang berkedudukan di Yogyakarta. Dalam posisi ini, ia bertanggung jawab atas keamanan di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Pada 1 Oktober 1965, Kolonel Katamso diculik oleh kelompok simpatisan PKI di Yogyakarta yang terlibat dalam Gerakan 30 September. Ia bersama Letkol Sugiyono ditangkap dan dibunuh oleh kelompok tersebut.
Tubuhnya ditemukan terkubur di daerah Kentungan, Yogyakarta, beberapa hari setelah peristiwa tersebut. Kolonel Katamso dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan pengorbanannya.
ADVERTISEMENT
Namanya diabadikan menjadi nama jalan, sekolah, dan fasilitas publik di berbagai daerah, termasuk Monumen Pahlawan Pancasila Kentungan di Yogyakarta, tempat ia ditemukan.

7. Kapten Pierre Andreas Tendean

Pierre Tendean lahir dari pasangan A.L. Tendean, seorang dokter berdarah Minahasa, dan Maria Elisabeth Cornet, yang berdarah Indo-Belanda.
Keluarganya merupakan keluarga terpandang. Pierre dikenal cerdas serta bersemangat dalam mengejar pendidikan dan karier militernya. Setelah menyelesaikan pendidikan militernya, Pierre Andreas Tendean bertugas sebagai seorang perwira intelijen.
Pada tahun 1965, Pierre dipercaya menjadi ajudan pribadi Jenderal Abdul Haris Nasution, tokoh militer terpenting di Indonesia pada saat itu.
Sebagai ajudan Jenderal Nasution, Pierre bertanggung jawab atas keamanan pribadi sang jenderal dan kerap terlibat dalam tugas-tugas intelijen yang membutuhkan kepercayaan tinggi.
ADVERTISEMENT
Ketika para penculik datang ke rumah Nasution, Pierre Tendean berani mengambil risiko dengan menyamar sebagai Jenderal Nasution untuk melindungi atasannya.
Kelompok G30S yang mengira Pierre adalah Jenderal Nasution, menangkap dan membawanya ke Lubang Buaya. Pierre kemudian dieksekusi bersama perwira tinggi lainnya, meskipun ia bukan target utama.
Jenazahnya ditemukan beberapa hari kemudian di sumur tua Lubang Buaya. Keberaniannya untuk melindungi Jenderal Nasution menjadi salah satu kisah heroik dalam sejarah peristiwa G30S PKI.

8. Jenderal Anumerta Parman

Jenderal Anumerta S Parman adalah perwira tinggi TNI dari Wonosobo yang mengenyam pendidikan di sekolah Belanda, Hollands Inlandsche School, dan MULO.
Pada masa penjajahan Jepang, S. Parman bergabung dengan Keisatsutai, yaitu pasukan polisi militer Jepang sehingga ia mendapatkan pelatihan militer. Karena kemampuannya dalam bahasa Jepang, ia dipercaya menjadi penerjemah.
ADVERTISEMENT
Setelah Indonesia merdeka, ia bergabung dengan TKR dan melanjutkan kariernya di bidang intelijen. Ia dikirim ke luar negeri untuk mendapat pelatihan intelijen di Inggris dan Belanda.
Setelah kembali ke Indonesia, S. Parman ditempatkan dalam posisi strategis sebagai kepala intelijen militer Angkatan Darat. Ia bertugas mengawasi dan menindak aktivitas subversif, termasuk pergerakan komunis.
Pada malam 30 September 1965, Brigadir Jenderal S. Parman menjadi salah satu target PKI. Ia diculik dari rumahnya di Jakarta oleh pasukan G30S PKI.

9. A.I.P.II K.S Tubun

Ajun Inspektur Polisi Dua (AIP II) Karel Satsuit Tubun, atau lebih dikenal sebagai K.S. Tubun, adalah salah satu anggota polisi yang menjadi korban dalam peristiwa G30S PKI.
K.S. Tubun berasal dari Maluku dan mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi pada negara melalui kepolisian. Ia bergabung dengan Polisi Republik Indonesia dan bertugas di beberapa wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang Ajun Inspektur Polisi Dua (AIP II), K.S. Tubun bertugas menjaga keamanan, termasuk pengamanan tokoh-tokoh penting negara. Pada malam 30 September 1965, K.S. Tubun sedang bertugas di rumah Dr. Johannes Leimena.
Namun, ketika kelompok G30S PKI datang untuk menculik Jenderal A.H. Nasution, K.S. Tubun menjadi korban di tengah kekacauan yang terjadi.
Tubun tidak memiliki keterlibatan langsung dalam konflik politik tersebut, namun ia tewas ditembak saat mencoba mempertahankan tempatnya dari serangan kelompok G30S. Ia ditembak oleh anggota kelompok penculik di halaman rumah.

10. Kolonel Anumerta Sugiyono

Daftar korban G30S PKI berikutnya yang mendapat gelar Pahlawan Revolusi adalah Kolonel Anumerta R Sugiyono Mangunwiyoto. Ia lahir di Gunungkidul, 12 Agustus 1925. Ia mengenyam pendidikan di sekolah menengah pada masa kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia bergabung dengan TKR.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengikuti berbagai pendidikan militer di dalam negeri, yang membekalinya dengan keterampilan kepemimpinan dan strategi militer. Pada tahun 1960-an, Sugiyono dipercaya menjabat sebagai Kepala Staf Komando Resor Militer 072/Pamungkas di Yogyakarta.
Itu adalah sebuah posisi strategis yang membuatnya bertanggung jawab atas keamanan di wilayah tersebut. Sugiyono dikenal sebagai perwira yang disiplin, loyal, dan memiliki dedikasi tinggi dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Kolonel Sugiyono menjadi salah satu target kelompok simpatisan PKI di daerah tersebut. Ia diculik dari rumahnya dan dibawa ke daerah Kentungan, Yogyakarta.
Bersama dengan Kolonel Katamso, ia dibunuh secara keji oleh kelompok G30S PKI. Tubuhnya ditemukan terkubur di Kentungan, Yogyakarta.
(IPT)