Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
10 Pahlawan Wanita Indonesia yang Berjasa untuk Bangsa
4 November 2024 14:07 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berdasarkan buku Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Waluyo, pahlawan wanita Indonesia menyumbangkan ide, gagasan, hingga nyawa mereka demi kemerdekaan, emansipasi wanita, hingga pembangunan bangsa.
Artikel ini akan membagikan profil pahlawan wanita Indonesia yang wajib dikenal. Simak ulasannya di bawah ini.
Pahlawan Wanita Indonesia
Banyak wanita Indonesia yang diberi gelar pahlawan karena jasa-jasanya terhadap Indonesia. Berikut sederet pahlawan wanita Indonesia, disadur dari buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional oleh Kuncoro Hadi dan Sustianingsih:
1. Cut Nyak Dhien
Saat Lampadang diduduki Belanda, ia harus mengungsi ke tempat lain dan berpisah dengan keluarganya untuk berjuang.
ADVERTISEMENT
Cut Nyak Dhien termasuk pejuang yang pantang menyerah dan tak mau berdamai dengan Belanda. Gerilya yang dilakukan Cut Nyak Dhien berlangsung selama enam tahun.
Atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan kolonial Belanda, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 1964.
2. Cut Nyak Meutia
Pahlawan wanita Indonesia lain yang berasal dari Aceh adalah Cut Nyak Meutia. Ia berasal dari Keureutoe, Aceh utara.
Cut Nyak Meutia adalah perempuan yang tegar dan penuh semangat saat berperang melawan Belanda di Aceh. Ia tak takut berhenti berperang sebelum ajalnya menjemput, hingga akhirnya tiga buah peluru menghentikan perlawanannya di rimba Pasai.
Cut Nyak Meutia dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 1964 karena jasa dan pengorbanannya dalam menentang penjajahan Belanda.
ADVERTISEMENT
3. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini menjadi simbol perjuangan emansipasi perempuan. Cita-cita R.A. Kartini dalam memajukan perempuan pribumi, tertuang dalam kumpulan suratnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Timur. Buku tersebut menjadi semangat tersendiri untuk perjuangan perempuan Indonesia.
Sebelum menikah, Kartini telah berhasil mendirikan semacam sekolah untuk anak gadis di Jepara. Di tempat tersebut, anak-anak perempuan diajarkan menjahit, memasak, menyulam, dan lainnya.
Setelah menikah, Kartini mendirikan sekolah dengan model yang sama di Rembang. Apa yang dilakukan kartini kemudian ditiru wanita-wanita di tempat lain yang kemudian muncul Sekolah Kartini.
Karena perjuangannya, setiap 21 April, yakni hari kelahiran Kartini, diperingati sebagai Hari Kartini. Selain itu, Kartini dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1964.
ADVERTISEMENT
4. Dewi Sartika
Dewi Sartika adalah keturunan priyayi Bandung. Kakeknya adalah R.A.A. Wiranatakusumah IV, seorang Bupati Bandung. Lalu, ayahnya adalah R. Rangga Somanagara, patih Bandung atau wakil bupati Bandung, dan ibunya R.A. Rajapermas.
Dewi Sartika mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di sekolah Belanda, Sekolah Kelas Satu. Sejak saat itu, ia berbakat mengajar. Saat bermain, ia sering mengambil peran selayaknya seorang pengajar dan teman-temannya berperan sebagai murid.
Saat ayah Dewi Sartika diasingkan ke Ternate, ia mendapatkan perlakuan diskriminatif. Meskipun begitu, Dewi tak menyerah agar tetap dapat belajar. Ia seringkali mendengarkan pengajaran bahasa Belanda dari anak-anak pamannya.
Setelah lama berada di rumah pamannya, Dewi Sartika kembali ke Bandung dan membuka pendidikan untuk kaum pribumi. Dukungan pun mengalir kepada Dewi, termasuk dari bupati Bandung saat itu, yakni R.A. Martanegara.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri yang mulanya hanya memiliki siswa 60 orang. Di sana, mereka diajarkan berhitung, menulis, membaca, dan menyulam.
Mengingat jasa-jasa Dewi Sartika tersebut, pemerintah Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia pada 1966.
5. Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu adalah srikandi di kisah perjuangan bangsa Indonesia yang berasal dari Nusa Laut, Maluku. Martha Christina Tiahahu turut serta mengangkat senjata dan menjadi motivator penyemangat perjuangan kepada kaum wanita di bumi Maluku.
Christina bergabung dengan rakyat Saparua saat Thomas Matulessy mengomando pasukannya merebut benteng Duurstede pada 16 Mei 1817. Semua tentara Belanda yang ada dalam benteng tersebut tewas, termasuk Residen van den' Berg.
Sayangnya, perlawanan rakyat Maluku mulai surut ketika Kapitan Pattimura dan ayah Christina tertangkap dan dijatuhi hukuman mati di benteng Nieuw Victoria. Namun, semangat Christina yang membara tetap gigih melawan penjajah secara gerilya.
ADVERTISEMENT
6. Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara. Ia merupakan seorang perempuan yang terus berjuang demi pemberdayaan kaum perempuan pribumi.
Pikiran Maramis mulai terbuka sejak Sekolah Dasar. Saat itu ia berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, tetapi tak mendapatkan izin.
Sebab, menurut tradisi Minahasa, perempuan tak diperkenankan menempuh pendidikan tinggi dan harus tinggal di rumah sembari menunggu waktu untuk menikah.
Hal tersebut membuat Maramis merasa miris. Untungnya, ia berada di lingkungan cendekiawan yang membuat pikiran Maramis semakin kritis dan pengetahuannya bertambah.
Menurut Maramis, perempuan harus mendapatkan pendidikan yang baik karena merupakan tiangnya keluarga. Maramis pun mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT).
ADVERTISEMENT
Misi PIKAT adalah membangun dan bergerak dalam pemberdayaan perempuan, pendidikan, dan kegiatan sosial. Tak butuh waktu lama, PIKAT mendapat apresiasi dari masyarakat.
Maramis ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 20 Mei 1969. Untuk mengenang perjuangannya, dibangun Monumen Maria Walanda Maramis di Maumbi, Airmadidi, Minahasa.
7. Nyai Ahmad Dahlan
Istri Ahmad Dahlan yang bernama Siti Walidah atau dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan adalah perintis organisasi perempuan berbasis Islam modern, yakni Aisyiyah, yang tak lepas dari Muhammadiyah. Aisyiyah pun mampu berkembang besar menjadi salah satu organisasi perempuan terbesar di Indonesia.
Mulanya, Siti Walidah hanya berperan sebagai istri yang mendukung secara moral untuk Ahmad Dahlan. Namun, sejak 1914, ia mulai terlibat dalam kegiatan Muhammadiyah dengan ikut merintis kelompok pengajian wanita Sopo Tresna.
ADVERTISEMENT
Pengajian tersebut mengkaji tentang ilmu agama, Siti Walidah menjadi salah satu pembicaranya. Karena kesuksesan pengajian Sopo Tresno, ia berpikiran untuk mengembangkan Sopo Tresno menjadi organisasi wanita berbasis agama Islam.
Dari situlah berdiri Aisyiyah tepat di malam peringatan Isra' Mi'raj dengan kuta Siti Bariyah. Sebagai penghormatan atas usahanya dalam menyebarluaskan agama Islam dan mendidik perempuan, Nyai Ahmad Dahlan pun mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah.
8. Hajjah Rangkayo Rasuna Said
Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah seorang wanita pendidik dan pejuang yang berani mengkritik pemerintah kolonial. Pada usia 23 tahun, Rasuna Said ditangkap dan mendekam dalam penjara khusus perempuan di Semarang karena pidatonya yang menentang kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda.
Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Serikat Rakyat sebagai Sekretaris cabang. Kemudian, Serikat Rakyat berubah menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII).
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia dipercaya menjadi anggota pengurus besar Persatuan Muslim Indonesia (PMII) atau Permi. Rasuna Said keras menantang Belanda dan menuduh kolonial memeras keringat rakyat dan merampas kekayaan bangsa tanpa memikirkan kesengsaraan rakyat.
Rasuna Said juga bergabung dengan Islamic College, sebagai salah satu akademi Islam yang didirikan para reformis Islam di Padang. Ia dipercaya memimpin majalah sekolah yang bernama Raya.
Kemudian, ia berpindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan Putri dan memimpin sebuah mingguan bernama Menara Putri. Mingguan tersebut khusus membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria wanita, dan keislaman.
Rasuna Said dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta dan mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 1974.
ADVERTISEMENT
9. Siti Hartinah
Siti Hartinah menyandang jabatan sebagai Ibu Negara selama 29 tahun. Dalam jabatannya tersebut, ia kerap menyibukan diri dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya.
Selai mendampingi Presiden Soeharto, Siti Hartinah aktif memperkenalkan budaya Indonesia kepada tamu negara yang berkunjung ke Indonesia.
Ia juga aktif dalam membina kepemudaan dan kepramukaan, pendidikan, peningkatan kesejahteraan anak terlantar, dan kesejahteraan penyandang cacat.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Siti Hartina mendirikan beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Anak dan Bersalin, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Siti Hartinah juga merupakan sosok dibalik pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan Perpustakaan Nasional. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 30 Juli 1996.
10. Fatmawati
Fatmawati adalah sosok yang berjasa dalam pembuatan bendera Merah Putih saat kemerdekaan Indonesia. Ia adalah orang yang menjahit bendera tersebut.
ADVERTISEMENT
Fatmawati merupakan istri Soekarno. Ia ikut menanggung pahit getirnya perjuangan Soekarno dalam melawan penjajah. Fatmawati diberi gelar Pahlawan Nasional pada 2000 karena jasanya pada negara terutama telah menjahit bendera Merah Putih.
(NSF)