2 Perang Zaman Rasulullah yang Terjadi pada Bulan Syaban

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
2 Maret 2023 14:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perang zaman Rasulullah (Unsplash).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perang zaman Rasulullah (Unsplash).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam sejarah Islam, ada banyak peperangan yang diikuti Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Perang pada zaman Rasulullah terjadi dalam beberapa waktu, termasuk bulan Syaban.
ADVERTISEMENT
Menurut Dodik Siswantoro dalam buku Wealth Management Rasulullah SAW, perang dalam sejarah Islam tak dapat dihindari karena merupakan bentuk pertahanan diri.
Di dalam Alquran juga dijelaskan beberapa perang yang diikuti Rasulullah SAW, salah satunya pada surat Al-Hajj ayat 39.
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ
Artinya: Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa membela mereka.
Dari sekian banyak kejadian, ada beberapa peperangan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Dua di antaranya terjadi saat bulan Syaban, yaitu perang Badar Akhir dan Bani Mustaqil.
Bagaimana kisah dua perang zaman Rasulullah yang terjadi pada bulan Syaban tersebut? Berikut ulasan lengkap yang dirangkum dari berbagai sumber.
ADVERTISEMENT

Perang Badar Akhir

Ilustrasi perang zaman Rasulullah (Unsplash).
Dalam sejarah Islam, perang Badar terjadi sebanyak tiga kali. Perang pertama terjadi pada Rabiul Awwal tahun 2 Hijriah dan yang kedua pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah.
Sementara perang terakhir terjadi pada bulan Syaban tahun keempat Hijriah. Peristiwa ini juga dikenal dengan Perang Badar Kecil.
Pada perang ini, Rasulullah SAW menitipkan Madinah kepada Abdullah bin Rawahah Al-Khazraji. Beliau kemudian berangkat menuju Badar bersama 1.500 orang sahabat dan membawa 10 ekor kuda.
Dari Mekah, Abu Sufyan berangkat ke Badar bersama 2.000 kaum Quraisy sambil membawa 50 ekor kuda. Namun setiba di dekat Marru Zhahran, Abu Sufyan tiba-tiba berkata:
"Hai sekalian kaum Quraisy! Sesungguhnya tidak ada yang lebih baik bagi (pertempuran) kalian, kecuali di tahun kesuburan, di mana kalian bisa memelihara pohon dan meminum susu.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya tahun ini adalah tahun paceklik. Sesungguhnya aku akan pulang, maka pulanglah kalian!"
Akhirnya Abu Sufyan dan tentaranya pulang. Melihat hal tersebut, orang-orang Mekah berkata, "Kalian berangkat hanya untuk makan sawiq (gandum yang diolah menjadi tepung halus)."
Oleh karena itu, muncul sebutan ‘Balatentara Sawiq’ untuk pasukan Abu Sufyan. Alhasil perang ini juga dikenal dengan nama perang Sawiq.
Perang ini diketahui terjadi karena janji Abu Sufyan usai perang Uhud. Saat itu Abu Sufyan berjanji kaum Quraisy akan kembali memerangi kaum Muslimin di Badar.
Namun saat tiba waktunya, Abu Sufyan dan tentaranya tak ingin berperang. Sehingga keberangkatan mereka hanyalah rekayasa agar tak dianggap ingkar janji.
Sementara itu Rasulullah sempat singgah di Badar selama delapan hari untuk menunggu Abu Sufyan. Namun pasukan musuh tak kunjung datang sehingga kaum Muslimin kembali ke Madinah.
ADVERTISEMENT

Perang Bani Mustaqil/Perang Muraisi’

Ilustrasi perang zaman Rasulullah (Unsplash).
Perang selanjutnya yaitu Perang Bani Mustaqil. Perang ini terjadi pada bulan Syaban tahun kelima atau keenam Hijriyah.
Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthy dalam buku The Great Episodes of Muhammad, perang ini terjadi karena Rasul mendengar kabar pimpinan Bani Mustaqil (al- Harits bin Abi Dhirar) bersama kaumnya akan datang menyerang Madinah.
Setelah mendapat kebenaran berita itu dari Buraidah bin al-Hashib al-Aslami Buraidah, Rasul mengajak para sahabat untuk berangkat pada tanggal 2 Syaban. Saat itu Rasulullah menitipkan Madinah kepada Zaid bin Haritsah.
Dalam perang ini, orang-orang munafik ikut dalam rombongan Rasul. Keikutsertaan mereka bukan karena ingin jihad di jalan-Nya, melainkan ingin mencari keuntungan dari ghanimah atau harta rampasan perang.
ADVERTISEMENT
Kedua belah pihak kemudian bertemu di mata air Muraisi’. Mereka berhadap-hadapan dan saling menebaskan pedangnya.
Dengan pertolongan Allah SWT, Bani Mustaqil berhasil ditundukkan oleh kaum Muslimin. Perang ini pun menjadi kemenangan bagi kaum Muslimin.
Namun, ada cobaan yang datang menyusul kemenangan tersebut. Dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Moenawar Chalil mengatakan masalah pertama yaitu munculnya pertengkaran di antara kaum Muslimin.
Penyebabnya adalah perebutan air oleh Jahjah bin Sa'ad dan Sinam bin Wabar di sumur Muraisi. Perkelahian keduanya berhasil ditengahi oleh Rasulullah.
Sayangnya, peristiwa itu membuat pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay menyebarkan fitnah di antara kaumnya dan terdengar oleh salah satu kaum Muslimin. Namun, Nabi Muhammad yang mendapat laporan itu menanggapinya dengan bijak.
ADVERTISEMENT
Beliau langsung bergegas melanjutkan perjalanan pulang. Tujuannya agar kaum Muslimin melupakan perkataan Abdullah bin Ubay dan tak terjadi bencana kepada kaum Muslimin.
Dari perang Muraisi’ ini pula, sempat tersiar kabar perselingkuhan istri Rasulullah SAW, yaitu Aisyah. Kabar itu lagi-lagi disebarkan oleh Abdullah bin Ubay.
Padahal kisah sebenarnya, suatu malam Aisyah sempat tertinggal dari rombongan Rasulullah SAW saat kembali dari Bani Mustaqil. Ia kemudian dibantu oleh seorang sahabat bernama Shafwan bin Mu’aththal.
Kemudian turunlah firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 11-12 tentang bohong mengenai Aisyah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau kemudian menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum Muslimin untuk mematahkan berita bohong tersebut.
(NSA)