Konten dari Pengguna

3 Pahlawan Wanita Islam yang Turut Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
17 Agustus 2022 8:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Merah Putih. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan Indonesia tidak hanya diraih berkat perjuangan kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan dengan latar belakang yang beragam. Ini termasuk para pahlawan wanita Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mereka berjuang untuk membebaskan masyarakat Indonesia, terlebih kaum wanita, dari segala bentuk penindasan. Tidak hanya lewat jalur perang, pahlawan wanita Islam ini juga berjuang dalam pendidikan, kebudayaan, dan lainnya.
Atas perjuangan tersebut, mereka telah membuktikan bahwa wanita juga memiliki peran dalam menggapai cita-cita bangsa Indonesia. Berikut beberapa pahlawan wanita Islam di Indonesia yang bisa dijadikan sebagai panutan oleh para Muslimah.

Pahlawan Wanita Islam di Indonesia

Ilustrasi pahlawan wanita Islam. Foto: Pixabay
Dirangkum dari buku Ensiklopedia Pahlawan Indonesia dari Masa ke Masa terbitan PT Gramedia Pustaka Utama dan Cinta Pahlawan Nasional Indonesia oleh Pranadipa Mahawira, berikut pahlawan wanita Islam yang turut memperjuangi kemerdekaan Indonesia.

1. Nyai Ahmad Dahlan

Perempuan asal Yogyakarta ini terlahir dengan nama Siti Walidah. Setelah berumur cukup dewasa, Siti Walidah menikah dengan K.H. Ahmad Dahlan. Karena itu, Siti Walidah lebih dikenal dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan.
ADVERTISEMENT
Seluruh hidupnya hampir dicurahkan hanya untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya, Siti Walidah dan suaminya sering mendapatkan kecaman dan tantangan keras karena telah melakukan pembaruan dalam Islam.
Namun, kedua pasangan itu tetap melanjutkannya. Menurut mereka, seluruh umat Islam di Indonesia harus melakukan pembaruan agar bisa merdeka dari segala macam bentuk penjajahan.
Pada 1914, Nyai Ahmad Dahlan mengadakan pengajian khusus perempuan yang diberi nama "Sopo Tresno" (siapa suka). Tujuan pengajian tersebut adalah untuk menumbuhkan kesadaran kaum perempuan mengenai kewajibannya sebagai seorang manusia, istri, warga Indonesia, dan hamba Allah SWT.
Seiring berkembangnya pengajian tersebut, para pengurusnya pun mengubah perkumpulan menjadi sebuah organisasi bernama "Aisyah". Organisasi ini diresmikan pada 22 April 1917. Organisasi ini ditujukan untuk memajukan kaum wanita Islam di Indonesia serta persamaan hak bagi para perempuan.
ADVERTISEMENT

2. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien lahir dari keluarga bangsawan yang taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia (seorang Uleebalang VI Mukim) dan ibunya bernama Putri Ulee balang Lampagar. la lahir di kota Lampadang, Aceh.
Cut Nyak Dien tumbuh dewasa pada masa penjajahan Belanda terhadap rakyat Aceh. Karena kondisi itu, sang ayah mendidiknya dengan keras agar kelak ia menjadi pembela bagi rakyat dan Tanah Air.
Saat berumur 12 tahun, Cut Nyak Dien dijodohkan oleh ayahnya dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Sebagai istri dari seorang pejuang, Cut Nyak Dien pun turut berlatih untuk menjadi pejuang wanita yang tangguh. Perlawanan demi perlawanan dilakukannya.
Namun pada Desember 1875, daerah kekuasannya berhasil ditaklukkan oleh tentara Belanda. Dalam pertempuran ini, Cut Nyak Dien terpisah dari suami dan ayahnya.
ADVERTISEMENT
Selama masa penantiannya, Cut Nyak Dien akhirnya mendengar kabar buruk bahwa suaminya telah gugur dalam pertempuran di Gle Tarum, 29 Juni 1878. Namun, ia tidak berlarut-larut dalam kesedihannya dan terus berjuang melawan penjajah.
Beberapa tahun berlalu, ia kembali menikah dengan Teuku Umar. Bersama suaminya, ia membuat taktik Gerilya untuk menipu para tentara Belanda. Dengan taktik tersebut, mereka sempat berhasil menipu para penjajah.
Namun taktik tersebut akhirnya terbongkar oleh pihak Belanda, mereka marah besar dan berhasil membunuh Teuku Umar. Meski begitu, Cut Nyak Dien tetap berjuang sambil bersembunyi di dalam hutan. Sayang, ada salah satu pasukan Cut Nyak Dien yang mengkhianatinya sehingga ia pun dijebloskan ke penjara.
Karena selama berada di tahanan ada banyak orang yang datang berkunjung, tentara Belanda memutuskan untuk mengasingkan beliau ke Sumedang, Jawa Barat pada 11 Desember 1905. Cut Nyak Dien menghembuskan napas terakhirnya di pengasingan pada 6 November 1908.
ADVERTISEMENT

3. Cut Meutia

Sama seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia juga merupakan pahlawan yang berasal dari Aceh. Bersama suaminya, Teuku Cik Tunong, mereka melakukan berbagai serangan terhadap tentara Belanda di pedalaman Aceh.
Setelah kematian suaminya yang ditembak Belanda, ia tidak menyerah begitu saja. Ia juga tetap menjalankan amanah Teuku Cik Tunong untuk menikah dengan Pang Nagroe.
Sebelum meninggal, Cik Tunong sempat berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi Cut Meutia dan merawat anaknya, Teuku Raja Sabi.
Akhirnya, Cut Meutia menikah dengan Pang Nagroe. Mereka melanjutkan perjuangan dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Sayangnya, Cut Meutia harus kembali kehilangan suaminya.
Pang Nagroe tewas di tangan Belanda pada September 1910. Sejak peristiwa itu, posisinya semakin sulit dan terjepit. Ia bersama anaknya, harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain agar tidak tertangkap oleh Belanda.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Cut Meutia terus bangkit dan berusaha melakukan perlawanan bersama pasukan yang tersisa. Ia menyerang dan merebut pos-pos kolonial Belanda sambil bergerak menuju Gayo secara bergerilya melewati hutan.
Sayangnya, pada 24 Oktober 1910, Belanda berhasil menangkap Cut Meutia. Ia pun gugur setelah kepala dan dadanya terkena timah panas pasukan Belanda.
(NDA)