Konten dari Pengguna

5 Hukum Perceraian dalam Islam Menurut Ulama Fiqih

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
26 Desember 2022 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perceraian dalam Islam disebut sebagai thalaq (talak). Dalam pembahasan fiqih, perceraian merupakan suatu perbuatan yang diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat tertentu.
ADVERTISEMENT
Biasanya, perceraian ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian, pertengkaran, perselingkuhan, dan lain-lain. Sebagian orang menjadikan cerai sebagai solusi ketika tidak menemukan jalan keluar lain.
Perceraian atau talak merupakan bagian dari syariat Allah SWT. Secara etimologi, cerai diartikan sebagai proses melepaskan atau menghilangkan ikatan pernikahan melalui lafazh talak ba’in atau talak raj’i.
Dalam Islam, hukum cerai dapat dibagi menjadi lima jenis. Apa saja? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasannya dalam artikel berikut ini.

Hukum Perceraian dalam Islam

Menurut Syaikh Hasan Ayyub, hukum perceraian dalam Islam dibagi menjadi 5 jenis tergantung illatnya (sebab dan waktu). Dikutip dari buku Hukum Perceraian susunan Dr. Muhammad Syaifuddin, dkk., berikut penjelasannya:
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock

1. Wajib

Hukum cerai menjadi wajib ketika terjadi perpecahan antara suami istri. Dalam situasi ini, hakim boleh menugaskan dua penengah untuk menyelidiki kondisi mereka dan menetapkan perceraian di atasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut jumhur ulama, wajib bagi suami menjatuhkan talak kepada istrinya jika terjadi penyelewengan. Kemudian, dijelaskan dalam buku Cerai: Pintu Darurat Pernikahan karya Budi Hadrianto (2022), wajib pula bagi istri menggugat cerai jika terjadi hal serupa.

2. Makruh

Hukumnya menjadi makruh apabila cerai dilakukan tanpa hajat atau alasan yang syar’i. Dasarnya yaitu sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa, “Perkara hal yang paling dibenci Allah adalah cerai.” Dalam lafazh lain disebutkan, “Allah tidak menghalalkan sesuatu yang lebih dibenci-Nya daripada cerai.” (HR. Abu Daud)

3. Mubah

Hukum cerai menjadi mubah apabila ada hajat yang melatarbelakanginya. Misalnya suami atau istri memiliki perangai yang buruk, suami atau istri merasa dirugikan dalam pernikahan, dan lain-lain.

4. Dianjurkan

Seorang Muslim dianjurkan cerai ketika istrinya melalaikan hak-hak Allah yang wajib dan suami tidak dapat memaksanya. Ini juga berlaku jika suami mempunyai istri yang tidak bisa menjaga kesucian moralnya.
ADVERTISEMENT
Maka, tidak ada larangan melakukan 'adhl yakni melarang istri menikah dengan orang lain dengan cara menahannya, padahal suami sudah tidak menyukainya dan mempersulit istri dengan membayar tebusan kepada suami.
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
Allah berfirman: "Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata." (QS. An-Nisaa' (4): 19)

5. Dilarang

Umat Muslim tidak boleh melakukan cerai saat istri sedang haid atau dalam masa suci, terutama saat suami telah menyetubuhinya. Jumhur ulama menyepakati keharamannya dan menyebut kondisi ini dengan nama cerai bid'ah.
Mereka beranggapan bahwa orang yang menceraikan istrinya di waktu-waktu tersebut telah meninggalkan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfiirman: "Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)."(QS. Ath Thalaaq:1)
ADVERTISEMENT
(MSD)