Konten dari Pengguna

5 Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan di Indonesia

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
24 Maret 2022 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi menyambut bulan Ramadhan. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi menyambut bulan Ramadhan. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Bulan Ramadhan 1443 H akan tiba dalam hitungan hari. Seluruh umat Muslim, khususnya di Indonesia, biasa menyambut datangnya Ramadhan dengan beragam acara dan tradisi.
ADVERTISEMENT
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di setiap daerah berbeda-beda macamnya. Di Semarang, Ramadhan disambut dengan tradisi Dugderan. Lalu di Riau, masyarakat biasa menyambutnya dengan mandi beramai-ramai atau yang disebut Balimau kasai.
Tak hanya itu, masyarakat Indonesia biasa memeriahkannya dengan gemerlap kembang api, letusan petasan, dan riuh suara gendang. Setiap daerah dan suku memiliki ciri khasnya tersendiri dalam melakukan penyambutan Ramadhan.
Penasaran apa saja tradisi menyambut bulan Ramadhan yang biasa dilakukan? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

Tradisi Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Keanekaragaman bangsa Indonesia terlihat jelas dalam tradisi menyambut bulan Ramadhan berikut ini. Simak penjelasan selengkapnya:
Tradisi menyambut bulan Ramadhan. Foto: pixabay
1. Meugang
Tradisi Meugang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam. Fannul Chayat dalam Buku Saku: All About Ramadhan (2017) mengatakan, tradisi ini sudah ada sejak tahun 1400 Masehi yang dirayakan dengan memakan daging kambing atau kerbau.
ADVERTISEMENT
Meugang memegang teguh aspek kebersamaan. Jika ada warga yang tidak mampu melakukan tradisi ini, maka warga lain membantunya agar dapat merayakan bersama. Tidak hanya saat puasa, Meugang juga dilakukan saat Idul Fitri dan Idul Adha.
2. Jalur Pacu
Disebut 'Jalur Pacu' karena tradisi ini digelar di sungai-sungai kawasan Riau dengan memakai perahu tradisional. Pelaksanaannya sangat mirip dengan pacuan pada lomba dayung perahu.
Jalur Pacu selalu dipenuhi oleh antusiasme masyarakat Riau yang ingin menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi ini diakhiri dengan balimau kasai yang artinya bersuci menjelang matahari terbenam hingga dini hari.
Dijelaskan dalam buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa Indonesia karya Fitri Haryani Nasution, ritual balimau kasai dilakukan dengan mandi beramai-ramai guna menyucikan diri menggunakan campuran air jeruk atau limau, kasai, dan wewangian. Bagi masyarakat Kampar, wewangian ini dipercaya bisa mengusir segala macam rasa dengki dan dendam yang ada dalam hati.
Tradisi menyambut bulan Ramadhan. Foto: pixabay
Tradisi ini menjadi perwujudan rasa syukur masyarakat Kampar karena dapat berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan. Sebelum ritual dilakukan, masyarakat Kampar biasanya akan menggelar jamuan makan bersama.
ADVERTISEMENT
3. Nyorog
Tradisi Nyorog mengingatkan masyarakat Betawi tentang kedatangan bulan suci Ramadhan. Nyorog menjadi pengikat tali silaturahim antarkeluarga maupun kerabat.
Nyorog dilakukan dengan memberikan makanan kepada sanak keluarga yang lebih tua, seperti kakek-nenek, ayah-ibu, paman-bibi, ataupun kakak. Walaupun istilah 'Nyorog hampir tidak terdengar, bahkan terkesan tidak dikenal lagi, tradisi ini masih lekat di beberapa masyarakat Betawi.
4. Dugderan
Kata Dugderan berasal dari kata ‘Dug’ yang mengacu pada suara tabuhan bedug yang dibunyikan berkali-kali sebagai tanda awal masuk bulan suci Ramadhan. Sedangkan ‘Der’ mengacu pada suara dentuman meriam atau petasan yang dibunyikan bersamaan dengan tabuhan bedug.
Tradisi ini masih eksis di Semarang hingga kini. Mengutip buku Ramadhan Pembangkit Esensi Islam karya Shabri Saleh Anwar, Dugderan biasanya digelar 1-2 minggu sebelum datangnya bulan suci Ramadhan.
Tradisi menyambut bulan Ramadhan. Foto: pixabay
5. Megengan
ADVERTISEMENT
Megengan dirayakan dengan makan kue apem, yaitu jajanan yang berbentuk serabi tebal dengan diameter sekitar 15 cm. Apem dibuat dari tepung beras dengan rasa yang cenderung tawar.
Kata apem berasal dari bahasa Arab, "afwun" yang berarti maaf. Jadi, apem adalah simbol permohonan maaf kepada sanak keluarga, saudara, tetangga, hingga teman.
Masyarakat Jawa Timur biasa menggelar tradisi Megengan ini sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Sebelum prosesi makan apem, biasanya akan diselenggarakan acara doa bersama yang diiringi dengan tahlilan.