Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
6 Hakikat Manusia Menurut Islam, Ini Penjelasannya!
29 Maret 2021 10:00 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa sebenarnya hakikat manusia ? Ini merupakan pertanyaan dasar yang berusaha dipecahkan oleh para filsuf sejak ratusan tahun lalu. Mengutip jurnal Hakikat Manusia dalam Perspektif Alquran tulisan Afrida (2018), menurut pandangan Plato, hakikat manusia adalah roh, rasio (akal), dan kesenangan (nafsu).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, mereka yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya adalah memperoleh ilmu pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi oleh roh yang hasrat pertamanya adalah meraih prestasi. Ketiga, manusia yang didominasi oleh nafsu yang hasrat utamanya adalah materi. Tugas rasio adalah mengontrol roh dan nafsu.
Ketika membicarakan tentang hakikat manusia, pendapat para filsuf Barat seperti Plato-lah yang banyak dikaji. Padahal Alquran juga memberikan informasi jelas mengenai kemanusiaan.
Dalam Islam, manusia berbeda dengan makhluk Allah yang lain, termasuk dengan malaikat, iblis, dan binatang. Manusia memiliki akal dan nafsu, menjadi pemikul amanah yang berat, serta bertanggung jawab atas segala yang diperbuat.
Lantas apa hakikat manusia menurut Islam ? Berikut ini adalah penjabarannya mengutip dari jurnal Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat karya Siti Khasinah (2013):
ADVERTISEMENT
Manusia Sebagai Hamba Allah
Allah menciptakan manusia dengan misi agar mereka menyembah dan tunduk pada hukum-hukum Allah. Hal ini tercantum dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
Sebagai hamba Allah, manusia wajib menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, baik yang menyangkut hubungan dengan Allah atau hubungan dengan sesama manusia.
Sebagai al-Nas
Al-nas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah berikut ini:
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujurat ayat 13).
ADVERTISEMENT
Sebagai Khalifah di Bumi
Manusia diberi amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Artinya manusia memiliki wewenang untuk memanfaatkan alam guna memenuhi kebutuhan hidup, namun juga bertanggung jawab terhadap kelestariannya. Hakikat manusia sebagai khalifah ini salah satunya dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi:
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”
Manusia Sebagai Bani Adam
Alquran menerangkan dengan jelas bahwa semua manusia merupakan keturunan Nabi Adam AS dan bukan berasal dari hasil evolusi makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh Charles Darwin.
ADVERTISEMENT
Sebagai Bani Adam, semua manusia berasal dari keturunan yang sama sehingga saling bersaudara, terlepas dari latar belakang agama, bangsa, dan bahasa yang berbeda.
Sebagai al-Insan
Konsep al-Insan merujuk pada potensi yang dimiliki manusia, antara lain kemampuan berbicara dan menguasai ilmu pengetahuan. Selain potensi positif, manusia juga memiliki kecenderungan berperilaku negatif, misalnya cenderung zalim dan kafir (Q.S. Ibrahim (14): 34, tergesa-gesa (Q.S. al-Isra (17):67), bakhil (Q.S.al-Isra (17):100), bodoh (Q.S. al-Ahzab(33):72), berbuat dosa (Q.S.al-‘Alaq (96):6) dan lain-lain.
Manusia Sebagai Makhluk Biologis
Sebagai makhluk biologis, manusia berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan, memerlukan nutrisi untuk bertahan hidup, dan pada akhirnya akan mengalami kematian.
Apabila malaikat dicipatakan dari nur atau cahaya dan iblis berasal dari nyala api, dalam surat Al-Mu’minun ayat 12-14, Allah menerangkan proses penciptaan manusia yang berasal dari saripati tanah hingga menjadi makhluk yang mulia.
ADVERTISEMENT
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
(ERA)