Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Apakah Boleh Pergi Umroh dengan Uang Hutang? Ini Penjelasannya
18 Juni 2022 9:56 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ibadah umroh hukumnya sunnah bagi yang mampu melaksanakannya. Bukan hanya sebatas kemampuan fisik, kemampuan secara finansial juga menjadi hal yang penting diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, biaya pergi umroh tidaklah murah. Tak sedikit dari mereka yang rela menabung selama bertahun-tahun demi menunaikan ibadah ini. Bahkan, ada pula yang terpaksa berutang, baik kepada bank maupun sumber lainnya.
Pertanyaannya, apakah boleh pergi umroh dengan uang hutang? Apakah dengan berutang artinya mereka bisa dikategorikan sebagai orang yang mampu berangkat umroh? Untuk mengetahui jawabannya, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Apakah Boleh Pergi Umroh dengan Uang Hutang?
Dijelaskan dalam kitab Mawahib al-Jalil Syarh al-Mukhtashar al-Khalil, jika ada seseorang yang tidak bisa sampai ke Mekkah kecuali dengan cara berutang, sedangkan ia tidak mampu membayarnya, maka tidak diwajibkan baginya untuk pergi haji.
Berbeda halnya jika orang tersebut mampu membayarnya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang sudah istitha'ah alias memiliki kemampuan untuk haji.
ADVERTISEMENT
“Barang siapa yang tidak mungkin bisa sampai ke Mekkah kecuali dengan berutang dan ia tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya, maka ia tidak wajib haji karena ketidakmampuannya. Ini adalah pandangan yang disepakati para ulama. Adapun orang yang bisa mampu membayarnya, maka dikategorikan sebagai orang yang mampu seandainya ketika ia berutang memungkinkan baginya untuk bisa sampai ke Mekkah.” (Al-Haththab ar-Ru’aini, Mawabib al-Jalil Syarhu Mukhatshar al-Khalil, Bairut-Daru ‘Alam al-Khutub, 1423 H/2003 M, Juz III, h. 468)
Menurut Mahbub Maafi dalam bukunya Tanya Jawab Fikih Sehari-hari, ketentuan tersebut juga bisa diterapkan pada ibadah umroh. Berutang untuk menjalankan umroh sebenarnya tidak menjadi persoalan asalkan orang tersebut mampu untuk membayarnya. Namun, yang paling utama tetap berangkat umroh dengan uang sendiri.
Sebagai contoh, seorang pegawai memiliki gaji tetap yang diberikan setiap akhir bulan. Dia berkesempatan menunaikan umroh di awal bulan. Maka, diperkenankan baginya untuk berutang terlebih dulu. Kemudian, utang tersebut dilunasi di akhir bulan saat gajinya turun.
ADVERTISEMENT
Lain dengan orang yang mempunyai gaji pas-pasan, gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak bisa menutupi utang. Maka, tidak diperkenankan baginya untuk pergi umroh dengan berutang. Itu karena mereka tidak tergolong ke dalam orang yang istiha’ah.
Dalam konteks lain, mengutip buku Dahsyatnya Umrah tulisan Dr. Khalid Abu Syadi, seorang Muslim juga tidak dianjurkan pergi umroh ketika masih punya utang yang belum dibayar. Pasalnya, ketika pergi umroh, seseorang tidak bisa memastikan kepulangannya.
Jadi, jika masih berutang dengan orang lain, hendaklah meminta izin kepada orang tersebut untuk pergi umroh. Jika ia tidak mengizinkan, maka jangan dilakukan. Lebih baik kumpulkan uang terlebih dulu untuk membayar utang tersebut. Lalu, pergilah jika sudah mampu berangkat umroh dengan uang sendiri.
ADVERTISEMENT
(ADS)