Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Apakah Ingus Najis? Ini Hukumnya dalam Islam Menurut Ulama
30 September 2022 13:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap Muslim hendaknya sebisa mungkin menghindari benda atau zat yang bersifat najis, yaitu segala sesuatu yang kotor atau menjijikkan menurut agama. Jika seseorang terkena najis, ia harus bersuci dengan cara yang disahkan syariat.
ADVERTISEMENT
Hukum membersihkan badan dari segala macam jenis najis tercantum dalam Al-Quran. “...dan pakaianmu sucikanlah.” (QS. Al-Mudatsir: 4)
Allah dan Rasulullah telah menjelaskan secara rinci apa saja yang termasuk najis dan harus disucikan melalui Al-Quran maupun hadits. Salah satu zat yang termasuk najis menurut hukum syara’ adalah cairan yang keluar dari dalam tubuh manusia.
Namun, kenajisan itu juga tergantung dari bagian tubuh mana keluarnya zat tersebut. Lalu, bagaimana dengan ingus? Apakah ingus najis? Simak penjelasannya dalam artikel berikut.
Apakah Ingus Najis?
Dalam Islam , cairan yang dihukumi najis adalah yang keluar dari qubul dan dubur, misalnya kencing atau kotoran (tinja). Sedangkan, beberapa cairan yang keluar dari bagian tubuh lain memiliki hukum yang berbeda-beda, termasuk ingus.
ADVERTISEMENT
Ingus merupakan lendir yang keluar dari lubang hidung. Zat cair ini biasanya keluar saat seseorang sedang terkena pilek atau influenza.
Dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 2: Taharah oleh Ahmad Sarawat, Lc., para ulama mengatakan ingus bukan termasuk najis. Sifatnya sama seperti dahak dan ludah, yaitu termasuk benda kotor, tetapi tidak wajib disucikan.
Namun, hukum itu hanya berlaku jika ingus yang dimaksud berasal dari kepala atau pangkal tenggorokan. Jika ingus berasal dari dalam perut karena kondisi pencernaan tertentu, hukumnya adalah najis.
Pembahasan mengenai hukum tersebut dijelaskan dalam beberapa kitab mazhab Syafi’iyah, salah satunya dalam kitab Mughni al-Muhtaj yang menerangkan bahwa:
“Ingus yang naik dari perut dihukumi najis. Berbeda ketika ingus yang berasal dari kepala atau dari ujung tenggorokan maka ingus tersebut dihukumi suci. Sedangkan air liur yang mengalir dari mulut orang yang sedang tidur, ada perincian hukum soal ini. Jika berasal dari perut, seperti keluar dengan bau yang bacin dengan warna kuning maka dihukumi najis. Dan dihukumi tidak najis jika berasal dari selain perut. Sedangkan ketika ragu-ragu apakah air liur yang keluar berasal dari perut atau bukan, maka air liur tersebut dihukumi suci.” (Syekh Khatib as-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 79)
ADVERTISEMENT
Hukum yang sama berlaku pada dahak. Meski keluar dari tubuh manusia, dahak berstatus suci alias bukan najis. Hal itu terbukti ketika Rasulullah SAW menyeka dahak dengan ujung selendangnya.
“Rasulullah SAW menyeka dahak ketika shalat dengan ujung selendang beliau.” (HR. Bukhari)
Rasulullah juga tidak melarang orang membuang dahaknya ke baju sendiri pada saat sholat. “Jika kalian ingin meludah (membuang dahak), janganlah meludah ke depan atau ke sebelah kanan. Namun meludahlah ke sebelah kiri atau ke bawah kakinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
(ADS)