Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Apakah Mengeluarkan Madzi Membatalkan Puasa? Ini Penjelasannya
10 Maret 2025 12:15 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Madzi adalah cairan yang keluar saat laki-laki baligh mengalami rangsangan seksual. Berbeda dengan air mani, madzi terkadang muncul tanpa disadari. Sehingga banyak kaum muslimin yang bertanya, apakah mengeluarkan madzi membatalkan puasa?
ADVERTISEMENT
Hukum keluarnya madzi ini penting diketahui untuk memastikan kualitas ibadah tetap terjaga. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda terkait hal ini, sehingga umat muslim perlu memahaminya agar tidak ragu dalam menjalankan ibadah puasa.
Lantas, bagaimana hukum mengeluarkan madzi saat berpuasa? Apakah dapat membatalkan ibadah tersebut? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel ini!
Apakah Mengeluarkan Madzi Membatalkan Puasa?
Untuk menjawab pertanyaan apakah mengeluarkan madzi membatalkan puasa atau tidak, umat Muslim perlu merujuk pada pendapat para ulama.
Menurut artikel ilmiah berjudul Hukum yang Berkaitan Keluarnya Mani atau Madzi, baik dengan Sengaja atau Tidak Sengaja Ketika Berpuasa menurut Imam 4 Madzhab dalam Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili), yang ditulis oleh Galih Orlandi (STITA Labuhanbatu, Sumatera Utara), keempat imam mazhab memiliki pandangan yang berbeda-beda, yakni sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Mazhab Hanafi
Menurut Imam Hanafi, mengeluarkan madzi akibat memandang atau berkhayal, bahkan dalam waktu yang lama, tidak membatalkan puasa. Sebab, tidak ada tindakan jimak di dalamnya. Selain itu, mimpi basah di siang hari yang menyebabkan keluarnya madzi juga tidak membatalkan puasa.
2. Mazhab Maliki
Imam Maliki mengategorikan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, di antaranya berjimak dengan sengaja di siang hari dan mengeluarkan air mani atau madzi akibat berciuman, bercumbu, memandang, atau berkhayal dalam waktu yang lama.
Imam Maliki menjelaskan bahwa mengeluarkan mani atau madzi dapat membatalkan puasa jika dilakukan secara sadar dan disertai rasa nikmat, meskipun tanpa penetrasi.
Namun, jika mani atau madzi keluar dengan sendirinya akibat memandang atau berkhayal dalam waktu singkat, hal ini tidak membatalkan puasa.
ADVERTISEMENT
3. Mazhab Syafi'i
Imam Syafi'i berpendapat bahwa mengeluarkan mani dengan cara selain senggama dapat membatalkan puasa, terutama jika terjadi akibat meraba, mencium, atau berpelukan tanpa kain penghalang dengan istri. Kondisi ini dikategorikan sebagai ejakulasi akibat sentuhan kulit.
Namun, puasa tidak batal jika mani keluar karena berkhayal atau memandang, meskipun disertai nafsu birahi atau akibat memeluk istri dengan kain penghalang. Kondisi ini dianggap serupa dengan mimpi basah.
Meski demikian, jika perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang, meskipun tanpa ejakulasi, hukumnya menjadi haram. Maka, umat muslim mesti berhati-hati.
4. Mazhab Hambali
Menurut Imam Hambali, perkara yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha adalah keluarnya mani atau madzi akibat mencium, meraba, berhubungan seksual, atau bercumbu, meskipun tanpa penetrasi.
Selain itu, jika seseorang memandang secara berulang-ulang hingga keluar air mani, maka puasanya menjadi batal. Namun, jika yang keluar hanya madzi, puasanya tetap sah. Ini karena keluarnya mani dikategorikan sebagai ejakulasi yang terjadi akibat perbuatan yang dinikmati, padahal perbuatan tersebut bisa dihindari.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, keluarnya madzi akibat memandang berulang-ulang dianggap tidak membatalkan puasa karena tidak ada dalil yang membahasnya secara gamblang.
Prof. Dr. H. M. Hasballah Tahib, MA., dkk., dalam buku Fiqih Ramadhan, menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa keluarnya madzi dapat membatalkan puasa.
Menurutnya, puasa adalah ibadah yang diperintahkan kepada umat Islam, di mana ibadah ini tidak batal kecuali ada dalil yang jelas menyatakan bahwa ada sesuatu yang dapat membatalkannya.
Perbedaan Mani, Madzi, dan Wadi
Dihimpun dari situs Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh, berikut ini perbedaan mani, madzi, dan wadi yang perlu dipahami umat Islam:
1. Mani
Dalam ranah medis, mani dikenal sebagai sperma. Cairan berwarna putih ini keluar dari kemaluan laki-laki yang biasa disertai dengan rasa nikmat dan dorongan syahwat. Mani umumnya keluar dalam keadaan sadar, tetapi dalam beberapa kasus bisa terjadi saat tidur, misalnya ketika bermimpi basah.
ADVERTISEMENT
Dari Abi Said Al-Khudri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air mani (keluarnya sperma)." (HR Bukhari dan Muslim)
Secara hukum, mani tidak dianggap najis. Namun, seseorang yang mengeluarkan mani diwajibkan mandi junub. Lalu, jika pakaian terkena mani, disunahkan untuk mencucinya atau cukup mengeriknya jika sudah mengering.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Aisyah ra, beliau berkata, "Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya." (HR Muslim)
2. Wadi
Dari segi bentuk, wadi hampir menyerupai mani, tetapi biasanya keluar setelah buang air kecil. Hukum wadi adalah najis karena dapat membatalkan wudhu.
Untuk membersihkan wadi, seseorang harus mencuci kemaluannya terlebih dahulu, lalu berwudu jika hendak melaksanakan salat. Jika wadi mengenai pakaian, cukup membersihkannya dengan mencuci atau memercikkan air pada bagian yang terkena.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah." (HR Bukhari Muslim)
3. Madzi
Madzi adalah cairan bening dan lengket yang keluar ketika seseorang membayangkan hubungan intim atau saat tubuh mulai terangsang. Berbeda dengan mani, keluarnya madzi tidak menyebabkan rasa lemas dan sering kali terjadi tanpa disadari. Cairan ini lebih sering dialami oleh wanita.
Seperti wadi, madzi hukumnya najis. Jika mengenai tubuh atau pakaian, cara membersihkannya adalah dengan mencuci bagian yang terkena najis dan memercikkan air pada pakaian tersebut.
Sebagaimana hadis berikut: "Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut." (HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)
(NSF)