Konten dari Pengguna

Apakah Nisfu Syaban Boleh Puasa Qadha Ramadhan? Ini Penjelasan Dalilnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
13 Februari 2025 17:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Suasana Buka Puasa Nisfu Syaban. Foto: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Suasana Buka Puasa Nisfu Syaban. Foto: Pexels.
ADVERTISEMENT
Nisfu Syaban adalah salah satu momen istimewa dalam Islam yang mampu mendatangkan banyak keutamaan, khususnya bagi mereka yang mengerjakan amalan sunah. Berkaitan dengan ini, banyak yang mempertanyakan apakah Nisfu Syaban boleh puasa qadha atau tidak.
ADVERTISEMENT
Puasa qadha di sini merujuk pada puasa yang dikerjakan untuk mengganti utang puasa di Ramadan sebelumnya. Karena momentumnya berdekatan dengan Ramadan yang akan datang, maka sebagian umat Islam berniat melaksanakan puasa qadha saat Nisfu Syaban.
Sebelum menunaikan kewajiban ini, sebaiknya pahami terlebih dahulu dalil perintah atau larangannya. Setiap amalan yang dikerjakan umat Muslim harus sesuai dengan pedoman dalam Al-Qur'an dan hadis.

Mengenal Puasa Qadha Ramadan

Ilustrasi Suasana Buka Puasa. Foto: Pexels.
Puasa Ramadan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, dalam kondisi tertentu, seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadan.
Misalnya, orang sakit, wanita hamil, menyusui, atau dalam perjalanan jauh (musafir). Meskipun demikian, bagi mereka yang tidak berpuasa karena alasan yang dibolehkan syariat, terdapat kewajiban untuk menggantinya di lain waktu. Penggantian puasa ini dikenal sebagai puasa qadha Ramadan.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, kata "qadha" berasal dari bahasa Arab قَضَاء yang berarti "mengganti" atau "menyelesaikan sesuatu yang tertunda". Dalam konteks ibadah puasa, qadha Ramadan adalah kewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadan karena adanya halangan syar’i.
Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam wa Adillatuhu, puasa qadha adalah puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadan sebagai pengganti puasa wajib. Puasa qadha merupakan kewajiban bagi siapa saja yang tidak dapat menjalankan puasa Ramadan.
Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:
يَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤
ADVERTISEMENT
ayyâmam ma‘dûdât, fa mang kâna mingkum marîdlan au ‘alâ safarin fa ‘iddatum min ayyâmin ukhar, wa ‘alalladzîna yuthîqûnahû fidyatun tha‘âmu miskîn, fa man tathawwa‘a khairan fa huwa khairul lah, wa an tashûmû khairul lakum ing kuntum ta‘lamûn
Artinya: "...Dan barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain..." (QS. Al-Baqarah: 184)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, dijelaskan bahwa puasa qadha tidak harus dilunaskan sekaligus setelah Ramadan berakhir, tetapi boleh diundur atau dicicil sampai datangnya Ramadan di tahun berikutnya. Aisyah RA menunda qadha puasanya hingga bulan Syaban sebelum Ramadan berikutnya.
"Aku memiliki hutang puasa Ramadan, dan aku tidak dapat mengqadhanya kecuali pada bulan Syaban." (HR. Bukhari & Muslim)
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaan puasa qadha, Islam memberikan kelonggaran waktu. Namun, disunahkan untuk segera menggantinya setelah Ramadan selesai. Beberapa waktu yang dianjurkan untuk mengqadha puasa adalah sebagai berikut:

Apakah Nisfu Syaban Boleh Puasa Qadha?

Ilustrasi Suasana Malam Nisfu Syaban. Foto: Pexels.
Banyak umat Muslim yang berniat untuk membayar puasa qadha saat Nisfu Syaban, yakni pada 15 Syaban. Hal ini dibolehkan dalam Islam.
Sebab menurut sebagian ulama, seseorang yang masih memiliki kewajiban qadha puasa Ramadan dianjurkan untuk segera menggantinya sebelum datangnya bulan Ramadan berikutnya. Dalil mengenai hal ini merujuk pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, yaitu:
ADVERTISEMENT
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang diperbolehkan mengganti puasa Ramadan pada waktu lain, termasuk di bulan Syaban, selama belum masuk bulan Ramadan berikutnya.
Menurut buku Keutamaan Bulan Syaban karya Abdul Qadir Jawas, para ulama menyarankan agar umat Islam terlebih dahulu menyelesaikan kewajiban mengganti puasa Ramadan sebelum melaksanakan puasa sunah. Mengingat puasa Nisfu Syaban merupakan puasa sunah, maka umat Islam yang memiliki utang puasa Ramadan wajib memprioritaskan puasa qadha-nya terlebih dahulu.
Di samping itu, puasa Nisfu Syaban juga tidak memiliki dasar dalil yang kuat. Sehingga, umat Islam tidak memiliki kewajiban atau urgensi untuk menunaikannya.
ADVERTISEMENT

Ketentuan Puasa Qadha Ramadan

Ilustrasi Menu Buka Puasa. Foto: Pexels.
Ada ketentuan yang harus dipenuhi seorang Muslim agar puasa qadha-nya sah dan diterima oleh Allah SWT. Merujuk buku Fiqih Puasa yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, berikut rinciannya:

1. Memiliki Akal Sehat

Puasa hanya diwajibkan bagi mereka yang memiliki akal sehat. Orang yang mengalami gangguan jiwa atau hilang kesadaran dalam jangka panjang tidak memiliki kewajiban untuk mengganti puasa.
Namun, jika seseorang hanya mengalami kehilangan kesadaran sementara, seperti pingsan dalam waktu singkat, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum kewajibannya.
Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa seseorang yang pingsan tidak wajib mengqadha puasa yang terlewat, sedangkan menurut Mazhab Hanafi dan Maliki, jika seseorang kembali sadar, maka ia tetap wajib mengganti puasa yang tertinggal.
ADVERTISEMENT

2. Baligh (Dewasa)

Puasa hanya diwajibkan bagi mereka yang telah mencapai usia baligh. Itu kenapa, anak-anak yang belum baligh tidak memiliki kewajiban untuk berpuasa, termasuk mengqadha puasa yang tertinggal.
Namun, jika seorang anak mencapai usia baligh di tengah bulan Ramadan, maka ia hanya wajib berpuasa mulai dari hari baligh tersebut. Hari-hari sebelumnya tidak perlu diganti karena belum menjadi kewajibannya.

3. Mampu Berpuasa

Seseorang yang tidak mampu berpuasa tidak diwajibkan untuk mengqadha puasanya, baik itu karena sakit maupun cacat. Namun jika sakitnya bersifat sementara, maka ia wajib mengqadha puasa tersebut setelah sembuh.
Sebaliknya, jika penyakitnya bersifat kronis dan tidak ada harapan sembuh, maka ia tidak perlu mengqadha puasa, tetapi wajib membayar fidyah sebagai pengganti.

4. Mengetahui Kewajiban Mengqadha Puasa

Seseorang yang meninggalkan puasa karena uzur tertentu wajib mengqadha puasanya. Jika seseorang lupa bahwa ia masih memiliki utang puasa, maka ia harus segera mengqadhanya begitu ia ingat. Kewajiban ini tidak gugur meskipun telah berlalu waktu yang lama.
ADVERTISEMENT

5. Waktu Pelaksanaan Puasa Qadha

Puasa qadha dapat dilakukan kapan saja setelah bulan Ramadan berakhir hingga sebelum Ramadan berikutnya. Tidak ada batasan waktu tertentu dalam mengqadha puasa, namun disunahkan untuk segera menggantinya agar tidak terlambat atau lupa.
Jika seseorang menunda qadha hingga memasuki bulan Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah, maka ia tetap wajib mengqadha puasanya. Menurut mazhab Syafi’i dan Maliki, ia juga diwajibkan membayar fidyah sebagai denda atas keterlambatannya.

6. Niat Puasa Qadha

Sebagaimana puasa wajib lainnya, puasa qadha juga harus didahului dengan niat yang dilakukan sebelum fajar. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa siapa pun yang tidak membaca niat puasa pada malam harinya, maka puasanya dianggap tidak sah.
Niat puasa qadha bisa diucapkan dalam hati ataupun secara lisan. Adapun lafaz yang umum digunakan yakni sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
"Nawaitu shauma ghodin ‘an qadha’i fardhi Ramadhana lillahi ta’ala" yang berarti "Aku berniat berpuasa esok hari untuk mengqadha puasa Ramadan karena Allah Ta’ala."

7. Tidak Harus Berturut-Turut

Seseorang yang memiliki utang puasa lebih dari satu hari tidak diwajibkan untuk mengqadhanya secara berturut-turut. Ia boleh mengganti puasa tersebut secara terpisah ataupun menyesuaikan kesanggupannya.
Ketentuan ini disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 yang menyatakan bahwa puasa Ramadan yang ditinggalkan dapat diganti pada hari-hari lain.

8. Tidak Boleh Dilakukan pada Hari yang Dilarang Berpuasa

Puasa qadha tidak boleh dilakukan pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa, yaitu hari raya Idulfitri (1 Syawal), Iduladha (10 Dzulhijjah), dan hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Jika seseorang tidak sengaja berpuasa qadha pada hari-hari tersebut, maka puasanya dianggap tidak sah dan harus diulang pada hari lain.
ADVERTISEMENT

9. Tidak Dianjurkan Menggabungkan dengan Puasa Sunnah

Terdapat khilafiyah di kalangan para ulama terkait hukum penggabungan puasa qadha dengan puasa sunnah. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali, seseorang boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunah, namun pahala utama yang didapatkan tetap untuk puasa qadha.
Sementara Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa puasa qadha dan puasa sunnah harus dilakukan secara terpisah karena memiliki tujuan yang berbeda.
(DR)