Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Apakah Tidur Membatalkan Wudhu? Ini Penjelasannya Menurut Para Ulama
18 Februari 2025 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Wudhu merupakan cara untuk menyucikan diri dari najis sebelum menunaikan salat . Sebagai umat Muslim, penting untuk mengetahui apa saja hal yang dapat membatalkan wudhu agar salat yang dikerjakan diterima oleh hadapan Allah Swt.
ADVERTISEMENT
Di antara banyak hal yang dapat membatalkan wudhu, tidur menjadi salah satu yang masih sering diperdebatkan hingga kini. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidur bisa membatalkan wudhu, sementara sebagian lainnya berpendapat sebaliknya.
Apakah Tidur Membatalkan Wudhu?
Ketika tidur, kesadaran seseorang berkurang dan fungsi otaknya melemah. Kondisi inilah yang dapat membatalkan wudhu. Dalam buku Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i dijelaskan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat seseorang tidak dapat duduk dengan stabil.
Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi SAW bersabda: “Tali dubur adalah sepasang mata. Maka barangsiapa yang tidur, hendaklah dia berwudhu." (HR Abu Dawud)
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah tidur dapat membatalkan wudhu atau tidak. Dikutip dari skripsi berjudul Peta Perbedaan Pendapat Ulama dalam Hal Membatalkan Wudhu (Kajian Empat Mazhab)" oleh Lia Kartika, berikut pandangan masing-masing ulama terkait tidur membatalkan wudhu:
ADVERTISEMENT
1. Imam Hanafi
Imam Hanafi berpendapat bahwa tidur yang membatalkan wudhu bergantung pada posisi tubuh. Tidur yang dilakukan dalam posisi bersandar, tengkurap, atau miring dianggap membatalkan wudhu. Hal ini karena posisi tersebut dapat menyebabkan hilangnya kewaspadaan dan kekuatan tubuh.
Pendapat Imam Hanafi diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Orang yang tidur dengan berbaring wajib berwudhu." (HR Abu Daud).
2. Imam Maliki
Imam Maliki memiliki pendapat yang berbeda dengan Imam Hanafi. Ia berpendapat bahwa tidur membatalkan wudhu jika disertai dengan hadas, dan penilaiannya didasarkan pada sejauh mana tidur itu nyenyak, posisi tidur, serta lamanya tidur.
Jika seseorang tidur dengan sangat lelap meski hanya sebentar, maka wudhunya dianggap batal. Namun, apabila tidurnya tidak terlalu lelap meskipun sudah berlangsung lama, maka wudhunya dianggap tetap sah.
ADVERTISEMENT
Tidur yang lelap ditandai dengan kenyamanan yang membuat seseorang kehilangan kesadaran. Dalam kondisi ini, seseorang tidak mendengar suara apa pun atau menyadari kejadian seperti air liur yang mengalir atau benda yang jatuh.
Sebaliknya, tidur yang tidak lelap terjadi ketika seseorang masih bisa mendengar suara atau merasakan kejadian di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran seseorang masih terjaga, meskipun tubuhnya dalam keadaan tidur.
Pandangan Imam Maliki ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Dari Anas berkata, "Dulu pada masa Rasulullah SAW, sahabat-sahabat menunggu salat Isya hingga kepala mereka terangguk-angguk. Kemudian mereka salat tanpa berwudhu lagi." (HR Abu Daud).
ADVERTISEMENT
3. Imam Syafi'i
Berbeda dengan Imam Maliki, Imam Syafi'i justru memiliki pendapat yang sama dengan Imam Hanafi. Menurutnya, tidur yang dilakukan tanpa merapatkan pantat ke tempat duduk atau lantai tidak membatalkan wudhu.
Namun, tidur dalam posisi miring, bersandar, atau tengkurap bisa membatalkan wudhu. Itu karena ketika seseorang tidur tanpa merapatkan pantatnya, kemungkinan terjadinya sesuatu yang membatalkan wudhu, seperti kentut, menjadi lebih kecil.
4. Imam Hambali
Pendapat Imam Hambali justru berbeda dengan pendapat Imam yang lain. Menurutnya, semua posisi tidur dapat membatalkan wudhu, kecuali tidur yang mengikuti kebiasaan (urf) yang berlaku dalam masyarakat.
Urf sendiri merujuk pada tradisi yang sudah diwariskan turun temurun, baik tidur sambil duduk atau berdiri. Dengan demikian, jika seseorang tidur dengan merapatkan pantatnya ke tempat duduk atau lantai, wudhunya dianggap batal, begitu pula jika ia terjatuh.
ADVERTISEMENT
Namun, jika seseorang merasa ragu apakah tidurnya cukup nyenyak, ia tetap dianggap suci dan tidak perlu berwudhu lagi. Jika seseorang mengalami mimpi, itu menunjukkan bahwa tidurnya sangat lelap, sehingga ia perlu berwudhu kembali untuk menghilangkan hadas kecil.
Imam Hambali juga berpendapat bahwa tidur sebentar dalam posisi rukuk, bersandar, atau dengan kedua lutut terangkat, dianggap sama seperti tidur miring yang dapat membatalkan wudhu.
(RK)