Konten dari Pengguna

Apakah Tinta Pemilu Menghalangi Wudhu? Ini Penjelasan Hukumnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
28 November 2024 9:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tinta pemilu adalah enis tinta yang digunakan untuk menandakan seseorang telah menggunakan hak pilihnya. Foto: Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Tinta pemilu adalah enis tinta yang digunakan untuk menandakan seseorang telah menggunakan hak pilihnya. Foto: Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 baru saja dilaksanakan pada Rabu, (27/11) kemarin. Dalam prosesnya, setiap pemilih diwajibkan mencelupkan jari ke dalam tinta khusus sebagai tanda bahwa mereka telah menggunakan hak pilih.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan PKPU Nomor 14 Tahun 2023, tinta pemilu memiliki sifat semipermanen dengan daya lekat minimal enam jam. Namun, sifat tinta yang sulit hilang ini menimbulkan pertanyaan di kalangan umat muslim, apakah tinta pemilu menghalangi wudhu? Untuk mengetahui jawaban, simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

Apakah Tinta Pemilu Menghalangi Wudhu?

Apakah tinta pemilu menghalangi wudhu? Jawabannya tergantung pada ketebalan tintanya. Namun, pada dasarnya tinta tidaklah najis. Foto: Pixabay.com
Mengutip NU Online, secara umum tinta pemilu tidak dianggap najis sehingga tidak menjadi masalah dari sisi kebersihan. Hal ini dikaitkan dengan prinsip hukum Islam bahwa segala sesuatu pada dasarnya suci, kecuali ada bukti jelas yang menunjukkan najisnya.
Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait tinta pemilu dan keabsahan wudhu. Syekh Zainuddin Al-Malibari dan Syekh Syattha Ad-Dimyathi menjelaskan:
"ورابعها (أن لا يكون على العضو حائل) بين الماء والمغسول (كنورة) وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء بخلاف دهن جار أي مائع وإن لم يثبت الماء عليه وأثر حبر وحناء."
ADVERTISEMENT
Artinya: “Syarat wudhu keempat adalah tidak ada penghalang di antara air dan anggota tubuh yang dibasuh, seperti batu kapur, lilin, minyak padat, wujud fisik tinta dan hena. Lain halnya dengan minyak cair meskipun air tidak bisa diam menetap di atasnya, bekas tinta, dan hena.”
Mereka juga menambahkan:
"قوله: وأثر حبر وحناء، أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر. والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شيء."
Artinya: “Ungkapan Syekh Zainuddin Al-Malibari, bekas tinta dan hena, maksudnya adalah lain halnya dengan bekas tinta dan hena, maka tidak membahayakan keabsahan wudhu. Sementara maksud bekas di sini adalah sisi warnanya saja, sekira bila dikerok misalnya maka tidak menghasilkan apapun.” (Fathul Mu’in dan I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 35).
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa umat Islam perlu memperhatikan ketebalan tinta pemilu pada jari kelingking. Jika tinta menempel dengan cukup tebal hingga membentuk lapisan yang menghalangi air menyentuh kulit, maka lapisan ini perlu dibersihkan terlebih dahulu. Maksudnya, wudhu hukumnya tidak sah sampai lapisan tinta yang menghalangi air benar-benar dihilangkan.
Sebaliknya, jika tinta hanya menyisakan bekas warna yang tipis tanpa lapisan tebal atau lengket, maka hal ini tidak menghalangi air dan wudhu tetap sah meskipun warnanya masih ada.
Meskipun tinta pemilu dianggap bukan najis dan tidak menghalangi air wudhu jika hanya menyisakan warna, umat muslim disarankan untuk membersihkan tinta semaksimal mungkin sebelum berwudhu sebagai bentuk kehati-hatian agar wudhunya sah.
ADVERTISEMENT
(SAI)