Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Arti Murur Haji dan Tata Cara Pelaksanaannya
14 Juni 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Skema Murur akan diberlakukan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) pada program ibadah haji tahun 1445 H/2024 M. Skema tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk menjaga keselamatan jemaah dari potensi padatnya area Muzdalifah.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, murur haji artinya melintas. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan skema haji yang membawa jemaah melintasi area Muzdalifah tanpa harus singgah dan bermalam di sana.
Nantinya, jemaah akan diangkut menggunakan bus secara taraddudi (wara-wiri) di malam 10 Zulhijjah. Jemaah yang sudah selesai wukuf di Arafah saat petang hari akan diangkut langsung menuju Mina. Lalu, mereka bisa membaca niat mabit dari dalam bis saat tiba di area Muzdalifah.
Skema murur haji ini sudah dibahas secara detail dalam kitab-kitab ulama fiqih. Untuk mengetahui hukum dan metode pelaksanaannya, simak pembahasan lengkapnya berikut ini.
Skema Murur Haji dan Pelaksanaannya
Hukum murur haji dibolehkan dalam syariat Islam. Alasannya untuk mempertimbangkan keamanan dan keselamatan jemaah haji saat melaksanakan ibadah di Tanah Suci.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman Kemenag, murur dilaksanakan dengan cara melintas. Usai melakukan wukuf di Arafah, jemaah akan dibawa menggunakan bus untuk melintasi area Muzdalifah menuju Mina.
Selama melintas, jemaah akan dibimbing untuk membaca niat mabit dari dalam bus yang diucapkan secara lisan ataupun di dalam hati. Berikut bacaanya:
أبيت هذه الليلة بالمشعر الحرام للحج قربة الى الله تعالى
Artinya: "Saya niat mabit pada malam hari ini di Masyarakat Haram untuk berhaji mendekatkan diri kepada Allah SWT."
Yang berbeda dari skema murur adalah jemaah tidak singgah dan bermalam di Muzdalifah. Mereka cukup membaca niat mabit sambil melintasi area tersebut. Itu karena biasanya area Muzdalifah dipadati banyak orang.
Kendaraan pun melaju sangat pelan di Muzdalifah. Sesekali, kendaraan juga terhenti karena padatnya lalu lintas. Jadi, jemaah tidak sekadar lewat di area tersebut, melainkan berdiam sebentar.
Atas dasar ini, Kemenag mempertimbangkan skema murur. Subhan Cholid, Direktur Layanan Haji Luar Negeri, mengatakan bahwa skema ini dipilih sebagai ijtihad dan ikhtiar bersama untuk menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia.
ADVERTISEMENT
Para ulama sepakat mengatakan bahwa skema murur diperolehkan. Subhan Cholid bersama Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa kepadatan jemaah di area Muzdalifah bisa menjadi uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Nilai ibadah para jemaah haji tetap dianggap sah dan tidak diwajibkan untuk membayar dam. Sebab, kondisi jemaah yang berdesakan berpotensi menimbulkan mudharat/musyaqqah dan mengancam jiwa jemaah.
“Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah,” kata Subhan dikutip dari Kesimpulan Musyawarah Syuriah PBNU.
(MSD)