Konten dari Pengguna

Artikel yang Ditulis Ki Hajar Dewantara sebagai Kritik kepada Pemerintah Belanda

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 November 2021 11:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tulisan. Foto: jarmoluk via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tulisan. Foto: jarmoluk via Pixabay
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara merupakan seorang pelopor pendidikan Indonesia yang hidup di zaman penjajahan Belanda. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Kawasan Keraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Sebagai tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara turut mendirikan sebuah perguruan yang diberi nama Taman Siswa. Tujuannya tidak lain untuk memberikan kesempatan bagi para pribumi supaya bisa memperoleh pendidikan setara dengan priyayi dan orang-orang Belanda.
Atas jasanya ini, kini beliau mendapat julukan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Semasa hidupnya, Ki Hajar Dewantara juga berkarier sebagai wartawan di beberapa surat kabar, seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, dan lain-lain.
Beliau sering menulis artikel yang bersifat komunikatif dan patriotik, sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial rakyat Indonesia. Seperti apa contoh artikel yang ditulis Ki Hajar Dewantara?

Artikel yang Ditulis Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dikenal sebagai sosok yang kritis dan berwawasan luas. Dalam beberapa kesempatan, beliau kerap memberikan sudut pandangnya terhadap suatu persoalan. Salah satu yang paling berkesan ialah tulisan beliau yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).
Ilustrasi menulis surat. Foto: Shutter Stock
Mengutip buku Tools for Study Skills: Teknik Meringkas karya Femi Olivia, artikel tersebut dimuat dalam surat kabar De Express milik Dr. Douwes Dekker pada tahun 1913. Ki Hajar Dewantara menulisnya sebagai kritikan atas sikap Belanda yang kerap meminta sumbangan kepada rakyat Indonesia untuk merayakan kemenangan mereka.
ADVERTISEMENT
Dikisahkan pada saat itu, Ki Hajar Dewantara bersama dengan Setiabudhi dan Cipto Mangunkusumo, mendirikan Komite Bumiputera. Komite ini dicetuskan pada November 1913, sebagai tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda.
Komite Bumiputera banyak memberikan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang kerap bertindak semaunya. Suatu hari, Belanda pernah merayakan bebasnya mereka dari penjajahan Perancis. Kemudian menarik uang dari rakyat Indonesia untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Mewakili rakyat Indonesia, Ki Hadjar Dewantara menyatakan sikap keberatan terhadap perayaan tersebut. Ia pun menulis kritikan melalui artikel yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Dikutip dari buku Cinta Pahlawan Nasional Indonesia oleh Pranadipta Mahawira, bunyi artikel tersebut yaitu:
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikit pun."
Ki Hajar Dewantara. Foto: istimewa
Menurut beberapa sumber, artikel tersebut cukup membuat marah penguasa kolonial. Akibatnya, ketiga pendiri Indische Partij yaitu Ki Hajar Dewantara, Setiabudhi, dan Cipto Mangunkusumo pun ditangkap dan diasingkan ke Belanda.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Ki Hadjar Dewantara tidak merasa jera. Pada 3 Juli 1922, ia mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institut Tamansiswa) yang bertujuan untuk mengenalkan dan menanamkan metode pendidikan nasional.
Ki Hajar terus memberikan sumbangsihnya dalam dunia pendidikan Indonesia. Beliau wafat pada 26 April 1952 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta.
Tanggal lahirnya, 2 Mei, dijadikan sebagai peringatan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Ia pun kini dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
(MSD)