Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bagaimana Hukum Nikah Siri Tanpa Wali? Ini Penjelasannya Menurut Ulama
20 Januari 2022 11:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut etimologi, nikah siri berasal dari kata “sirrun” yang berarti rahasia. Dinamakan demikian karena umumnya pernikahan ini dilakukan secara rahasia dengan prosedur tertentu yang disyariatkan agama.
ADVERTISEMENT
Nikah siri sah secara agama, namun tidak di mata hukum. Proses pelaksanaannya tidak tercatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Catatan Sipil.
Di kalangan ulama, hukum mengenai nikah siri masih menuai pro dan kontra. Sebagian pendapat mengatakan boleh saja dilakukan asal dengan maksud tertentu sesuai syariat Islam.
Namun, sebagian lain memandang bahwa nikah siri itu dilarang karena mudharat-nya lebih banyak. Karena bersifat sembunyi-sembunyi, orang kerap mempertanyakan tentang hukum nikah siri tanpa wali. Apakah pernikahan boleh dilakukan?
Hukum Nikah Sirih Tanpa Wali
Menurut jumhur ulama , hukum nikah siri tanpa wali adalah tidak sah. Sebab, poin ini termasuk dalam rukun akad yang harus dipenuhi oleh calon pengantin. Jika rukun tersebut tidak terpenuhi, pernikahannya menjadi batal.
Kalaupun ada yang mengatakan boleh, pendapat tersebut dianggap lemah. Hal ini dijelaskan oleh Sudarto, M.Pd. I., dalam bukunya yang berjudul Fikih Munakahat.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, ketentuan tentang wali pernikahan telah banyak disebutkan dalam dalil shahih. Diriwayatkan oleh Imam Daru Qutni dan Ibnu Hibban, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah ada pernikahan melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”.
Juga hadits dari Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam Daru Qutni, “Dalam pernikahan harus ada empat unsur: wali, suam, dan dua orang saksi.”
Bicara soal nikah siri, sebetulnya masih ada perbedaan hukum di kalangan para ulama fiqih. Umar bin Khattab ketika mengetahui pernikahan tanpa dihadiri saksi, melainkan hanya seorang pria dan wanita, beliau mengatakan:
"Ini nikah siri, saya tidak membolehkannya, dan sekiranya saya tahu lebih dahulu, maka pasti akan saya rajam."
Karena perkataan itu, Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i mengartikan nikah siri ke dalam definisi lain, yakni sebagai pernikahan tanpa saksi. Pernikahan tersebut jelas tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
ADVERTISEMENT
Meskipun menghadirkan saksi, Imam Malik tetap mengatakan bahwa hukum akadnya tetap tidak sah. Ini karena saksi tidak diperbolehkan mengumumkan pernikahan tersebut kepada publik.
Padahal, sebagaimana diketahui bahwa syarat mutlak sahnya pernikahan menurut Islam adalah adanya pengumuman (i'lan). Ini menjadi poin krusial yang harus diperhatikan kedua mempelai.
Berbeda dengan pendapat Imam Malik, ulama fikih lain seperti Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Ibnu Mundzir justru membolehkan nikah siri. Menurut mereka, jika telah ada saksi, syarat pernikahan telah terpenuhi.
Maka, dapat disimpulkan bahwa nikah siri hukumnya boleh, karena dihadiri oleh saksi dan wali. Meski begitu, nikah siri adalah perkara yang harus dihindari umat Muslim.
Sebab, dijelaskan dalam buku Kepastian Hukum Perkawinan Siri dan Permasalahannya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh Zainuddin dan Afwan Zainuddin, nikah siri bisa berdampak buruk bagi kedua pasangan, khususnya pihak perempuan.
ADVERTISEMENT
(MSD)