Konten dari Pengguna

Bagaimana Ketentuan dalam Mengganti Puasa bagi Orang yang Sakit?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
7 Maret 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang sedang sakit. Foto: Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang sedang sakit. Foto: Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Puasa Ramadan adalah puasa yang dilakukan oleh umat Islam selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Ibadah ini hukumnya wajib bagi setiap orang Muslim yang memenuhi syarat.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa keadaan tertentu, umat Islam diperbolehkan untuk tidak menjalankan puasa. Salah satunya adalah ketika sedang sakit. Namun, bukan berarti kewajiban berpuasa orang tersebut akan gugur. Mereka tetap diwajibkan untuk mengganti puasanya di kemudian hari.
Lantas, bagaimana ketentuan dalam mengganti puasa bagi orang yang sakit? Berikut penjelasannya.

Ketentuan dalam Mengganti Puasa bagi Orang yang Sakit

Bagaimana ketentuan dalam mengganti puasa bagi orang yang sakit ditentukan pada kondisinya. Foto: Unsplash.com
Dijelaskan dalam Buku Step By Step Fiqih Puasa Edisi Revisi karya Agus Arifin, sakit merupakan salah satu uzur atau halangan yang menyebabkan seseorang tidak diharuskan untuk berpuasa. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Baqarah ayat 184 yang artinya:
ADVERTISEMENT
Bagi orang yang sakit dan tidak mampu berpuasa, diperbolehkan untuk mengganti puasa tersebut pada waktu yang lebih baik, setelah sembuh atau dalam kondisi yang memungkinkan. Jumlah puasa yang perlu diganti sebanyak jumlah puasa yang ditinggalkan.
Jika kondisinya tidak membaik, mereka dapat membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang tidak dapat dikerjakan. Fidyah diberikan kepada orang yang berkebutuhan atau amil zakat.
Dalam bukunya yang bertajuk Bekal Menyambut Bulan Suci Ramadhan, Kholilurrohman menjelaskan bahwa fidyah berperan sebagai sanksi atas kelalaian seseorang dalam menjalankan kewajiban mengqadha puasa.
Seseorang diwajibkan membayar fidyah jika memenuhi kriteria tertentu, seperti orang yang sudah tua renta dan tidak mampu berpuasa, serta individu yang sakit tanpa ada harapan kesembuhan. Meskipun keduanya tidak diwajibkan berpuasa atau mengqadhanya, mereka tetap harus membayar fidyah.
ADVERTISEMENT
Ukuran fidyah yang dibayarkan setara dengan satu mud (sekitar 0,875 liter atau 0,625 kg) dan dapat disesuaikan dengan jenis makanan pokok yang lazim dikonsumsi di wilayah tersebut.

Bagaimana Ketentuan Mengganti Puasa Orang yang Meninggal?

Ada dua pendapat di kalangan ulama terkait pelaksanaan qadha puasa Ramadan untuk orang yang telah meninggal. Foto: Pexels.com
Puasa Ramadan yang ditinggalkan dianggap sebagai sebuah utang harus dibayarkan. Ketika seseorang meninggal sebelum melunasi kewajiban mengqadha puasa Ramadan, hal ini dianggap sebagai utang yang ditanggung pihak keluarga.
Mengutip laman Kemenag RI, ada dua pendapat di kalangan ulama terkait pelaksanaan qadha puasa Ramadan untuk orang yang telah meninggal.
Pendapat pertama mengizinkan penggantian qadha puasa dengan fidyah, yaitu memberi makan sebanyak 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin sebanyak jumlah puasa yang ditinggalkan. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang disampaikan oleh Ibnu Umar:
ADVERTISEMENT
Pendapat kedua menyatakan bahwa jika seseorang meninggal dengan utang puasa, pihak keluarganya wajib melaksanakan qadha puasa sebagai gantinya.
Meskipun begitu, mayoritas ulama memperkuat pendapat pertama dengan merujuk pada praktek yang dilakukan masyarakat Madinah. Masyarakat tersebut memberikan makan kepada seorang miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia.
(SAI)