Konten dari Pengguna

Bagaimana Penerapan Pancasila Pada Masa Reformasi?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
15 September 2020 18:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pancasila
zoom-in-whitePerbesar
Pancasila
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai dasar negara, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, penerapan nilai-nilai Pancasila terus diupayakan dari waktu ke waktu, termasuk pada masa reformasi.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Orde Baru yang represif dan dijangktiti oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan kerusakan dalam bidang hukum, politik, dan ekonomi. Penegakan hukum dan kebijakan ekonomi saat itu dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan.
Selain itu, momen perubahan dari rezim otoriter menjadi demokratis sangat rentan dengan beragam gejolak. Menurut Gerry Van Klinken, dalam Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars, kelompok-kelompok masyarakat memanfaatkan posisi negara yang lemah dengan melakukan berbagai upaya kekerasan terhadap kelompok lain karena termarjinalisasi selama rezim Orde Baru. Serangkaian kekerasan komunal yang bernuansa etnis dan agama pun muncul di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Berbekal semangat Pancasila, berbagai upaya pun dilakukan untuk memperbaiki kondisi bangsa di masa reformasi. Pengamalan sila ketiga Pancasila, yakni Persatuan Indonesia sangat krusial untuk ketahanan Indonesia yang saat itu berada di jurang perpecahan.
ADVERTISEMENT
Contohnya Presiden B.J Habibie menerbitkan Inpres No. 26/1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Inpres tersebut berisi penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Lalu Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid mengembalikan hak warga Indonesia keturunan Tionghoa untuk melaksanakan ritual keagamaan secara terbuka. Sebelumnya, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 16/1967 tentang Larangan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Kini, Imlek dapat dirayakan secara terbuka dan menjadi Hari Libur Nasional. Hal ini sekaligus menunjukkan pengamalan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yang salah satunya dapat diwujudkan dengan sikap menghormati pemeluk agama lain.
Gubernur DKI Jakarta mengunjungi Wihara Dharma Bakti dan Wihara Dharma Jaya, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, jelang Imlek, Jumat (24/1) malam. Foto: Dok. Pemprov DKI
Meski demikian, tantangan-tantangan akan selalu ada. Saat ini, dengan adanya media sosial, banyak orang yang memanfaatkannya untuk menghasut dan menimbulkan konflik. Selain itu, hingga kini kekuatan-kekuatan besar dunia tetap berusaha memperebutkan pengaruh ke negara-negara lainnya. Maka, kita harus lebih kritis untuk mencegah penyusupan ideologi lain yang tidak sesuai dengan Pancasila.
ADVERTISEMENT
(ERA)