Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Benarkah Percaya Pamali dalam Islam Termasuk Perbuatan Syirik?
6 Maret 2023 12:45 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Adhy Yos dkk. dalam buku Bahasan Bersama Hantarkan Sejarah Nadung menuliskan, kepercayaan terhadap pamali biasanya ada di masyarakat desa. Warisan nenek moyang itu terpelihara secara turun-temurun lewat lisan sebagai aturan dalam tata kehidupan masyarakat.
Contohnya, larangan menggulung rambut dengan handuk bagi perempuan hamil yang dianggap dapat menyebabkan janin terlilit usus ibunya di dalam perut. Ada juga jenis pamali lainnya yang berbeda-beda di setiap daerah.
Lantas, bagaimana pamali dalam pandangan Islam ? Berikut ulasan yang dirangkum dari berbagai sumber tentang pamali dalam Islam.
Pandangan Pamali dalam Islam
Pamali berasal dari bahasa Sunda yang dalam bahasa Indonesia penulisannya adalah pemali. Menurut KBBI, pamali artinya pantangan atau larangan yang berdasarkan adat dan kebiasaan.
Menurut Adian Husaini dalam buku Liberalisasi Islam di Indonesia, dalam kajian aqidah dikenal dengan istilah thiyarah atau tathayyur yang artinya merasa bernasib sial karena sesuatu.
ADVERTISEMENT
Semuanya diharamkan dalam syari'at Islam dan termasuk perbuatan syirik. Sebab, dengan ber-tathayyur, manusia dianggap telah menyalahi keyakinan terhadap takdir atau ketentuan Allah SWT.
Firmansyah Lafiri dalam buku Spirit Al Bayan: Tausyiah dan Pemikiran Pilihan juga beranggapan bahwa keyakinan tersebut tidak sesuai dengan tauhid. Ia bahkan menyebutnya sebagai salah satu bentuk kesyirikan.
Namun, menurut Nurhazmah dkk. dalam jurnal Hisabuna (2022), pamali menurut bahasa Arab disebut sebagai al-‘Aadah yang artinya adat atau kebiasaan masyarakat. Sementara dalam fikih, pamali lebih dikenal dengan nama ‘urf.
Menurutnya, tidak semua pamali itu bertentangan dalam ajaran Islam. Salah satu contohnya adalah larangan para orang tua kepada anaknya untuk tidak keluar rumah ketika masuk waktu magrib karena dianggap bukan waktu yang baik.
ADVERTISEMENT
Dalam riwayat Jabir bin Abdullah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْبَعِثْ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
Artinya: “Janganlah lepas hewan ternak kalian dan anak- anak kalian apabila matahari terbenam hingga berlalunya awal waktu Isya karena setan bertebaran jika matahari terbenam hingga berlalunya awal waktu Isya.”
Jadi, perlu diingat kembali, hanya ada 4 sumber hukum Islam yaitu Al-Quran, hadis, ijma, dan qiyas. Sumber hukum tersebut yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Segala sesuatu dan peristiwa terjadi karena Allah SWT, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 131 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
فَاِذَا جَاۤءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوْا لَنَا هٰذِهٖ ۚوَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّطَّيَّرُوْا بِمُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗۗ اَلَآ اِنَّمَا طٰۤىِٕرُهُمْ عِنْدَ اللّٰهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: Maka, apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Kami pantas mendapatkan ini (karena usaha kami).”
Jika ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya ketentuan tentang nasib mereka (baik dan buruk) di sisi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Dalam surat An-Naml ayat 47, Allah berfirman:
قَالَ طٰۤىِٕرُكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُوْنَ
Artinya: Dia (Saleh) berkata, “Nasibmu (malang atau tidak ditetapkan) di sisi Allah (bukan karena kami). Kamu adalah kaum yang sedang diuji.”
(NSA)