Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Biografi Ki Hajar Dewantara, Sosok Bapak Pendidikan Nasional
9 Februari 2021 18:28 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dari pasangan Kanjeng Pangeran Haryo Sooeryaningrat dan R.A Sandiah, Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan bangsawan kerajaan Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Atas jasa dan pengorbanan beliau di dunia pendidikan, tanggal kelahirannya, 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.
Berikut ini ulasan biografi Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang dikutip dari Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Studi Tentang Sistem Among Dalam Proses Pendidikan karangan Haryati, S.Pd. M.Si (2019:6).
Perjalanan Hidup Ki Hajar Dewantara
Sejak kecil Ki Hajar Dewantara tergolong anak yang lincah, berani, dan mudah bergaul. Ia tidak malu berkenalan dengan anak-anak keturunan Indo-Belanda.
ADVERTISEMENT
Setelah dianggap cukup usianya, ia didaftarkan ayahnya di Sekolah Dasar Belanda III. Di tempat ini anak-anak asli pribumi dan keturunan Belanda berbaur untuk menimba ilmu. Alhasil, Ki Hajar Dewantara pun cukup fasih dalam berbahasa Belanda.
Setelah lulus dan mendapatkan predikat terbaik, beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Yogyakarta (KweekSchool). Kegemaran mempelajari ilmu pendidikan mulai terbentuk dalam pribadinya. Namun, ia hanya bertahan kurang lebih selama satu tahun di sana.
Tahun 1905 Ki Hajar Dewantara melanjutkan studinya di sekolah dokter STOVIA Jakarta. Selama berkuliah, ia aktif ke dalam kegiatan organisasi bersama sahabat-sahabatnya. Ia adalah anggota organisasi Boedi Oetomo yang pergerakan politiknya cukup dikhawatirkan oleh Belanda.
Setelah aktif berorganisasi, ia juga mulai mengenal Soetomo, Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan tokoh pergerakan penting lainnya. Beliau juga pernah menjadi bagian Indische Partij, partai politik bentukan Douwes Dekker, seorang keturunan asing yang mengobarkan semangat anti-kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Kesibukan aktivitas di luar kampus menjadi kendala dalam perkuliahan Ki Hajar Dewantara. Pada pertengahan tahun 1909, ia terpaksa keluar dari Stovia. Salah satu alasannya karena orangtua Ki Hajar Dewantara tidak mampu membiayai kuliahnya. Namun kegagalan itu tidak membuat KI Hajar Dewantara putus asa.
Keterampilan Menulis
Ki Hajar Dewantara juga piawai di bidang menulis. Namanya kian popular di Tanah Air lewat tulisannya yang cukup berbobot dan kental dengan nuansa perjuangan serta pembelaan untuk kepentingan rakyat.
Terkadang tulisannya juga menyisipkan kritikan terhadap kebijakan pemerintahan Belanda. Karyanya yang berjudul “Als ik een Nederlander wes” atau "Andai Aku Seorang Belanda" mampu mengusik pihak Belanda. Akhirnya Belanda geram dan menjebloskan Ki Hajar Dewantara ke penjara, tepatnya di daerah Pulau Bangka.
ADVERTISEMENT
Pendiri Taman Siswa
Selain diasingkan di Pulau Bangka, Ki Hajar Dewantara juga pernah diasingkan hingga ke Belanda. Namun pengasingan ini justru membuatnya semakin berpikir kritis tentang pendidikan.
Ki Hajar Dewantara sempat mendapat Europeeche Akta atau ijazah dalam bidang pendidikan. Inilah yang menjadi bekal Ki Hajar Dewantara memulai institusi pendidikan yang didirikannya dan juga mempengaruhinya dalam mengembangkan aturan pendidikan.
Setibanya di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mendirikan organisasi Taman Siswa. Tujuan dibentuknya organisasi ini untuk memastikan seluruh anak pribumi tetap mendapatkan pembelajaran yang setara dengan kaum priyayi dan masyarakat Belanda di Indonesia pada saat itu.
Ada tiga semboyan Ki Hajar Dewantara yang terkenal saat Beliau mendirikan Taman Siswa. Semboyan ini berbunyi: "Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan memberikan contoh), Ing Madya Mangun Karso (di tengah memberikan semangat), serta Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan)."
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, semboyan Tut Wuri Handayani pun menjadi slogan dari Kementerian Pendidikan hingga saat ini.
(VIO)