Konten dari Pengguna

Biografi RA Kartini, Pahlawan yang Memperjuangkan Hak dan Emansipasi Wanita

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
21 April 2023 8:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
R.A. Kartini merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang gigih memperjuangkan emansipasi wanita. Beliau berasal dari kelas bangsawan yang terdidik di Jawa.
ADVERTISEMENT
Ayahnya bernama Ario Sosroningrot, seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara kala itu. Sementara ibunya bernama M.A. Ngasirah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Mengutip buku Pendidikan Feminis R.A Kartini karya Irma Nailul Muna (2017), Kartini kecil mengenyam pendidikan dasar di ELS (Europese Lagere School) selama 12 tahun. Setelah itu, beliau dilarang untuk meninggalkan rumah karena harus menjalani masa pingitan.
Tak tinggal diam, anak pertama Bupati Jepara tersebut pun memutuskan untuk belajar sendiri di kamarnya. Ia menyurati beberapa temannya yang menjadi koresponden di Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon.
Langkah ini menjadi awal mula Kartini membangkitkan semangat dan menyejahterakan pendidikan perempuan Indonesia. Bagaimana kisah selanjutnya? Simak biografi RA Kartini selengkapnya dalam artikel berikut ini.
ADVERTISEMENT

Biografi Kartini

Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, beliau pernah menempuh pendidikan dasar di ELS.
Setelah itu, ia dipingit dan tidak boleh keluar dari rumahnya. Karena sangat tertarik pada pendidikan, Kartini pun memutuskan untuk melanjutkan pembelajaran sendiri di rumah.
Ia membaca banyak buku, di antaranya berjudul Max Havelaar, Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stile Kraacht karya Loius Coperus, roman feminis karya Geokoop de-Jong van Beek, dan roman anti perang karangan Berta von Suttner.
Putri pertama M.A. Ngasirah ini juga sering mengirim tulisan ke majalah perempuan asal Belanda bernama De Hollandsche Lelie. Lewat tulisannya itu, ia pun dikenal oleh orang-orang Belanda.
Kartini juga menyurati beberapa temannya yang ada di Belanda. Melalui surat tersebut, ia menyampaikan harapannya untuk melahirkan muda-mudi yang berwawasan luas seperti di Eropa.
ADVERTISEMENT
Tak lupa ia juga mendeskripsikan penderitaan wanita Jawa yang terkekang oleh adat kala itu. Wanita tidak bebas duduk di bangku sekolah untuk belajar dan menuntut ilmu.
Namun wanita diharuskan untuk dipingit dan menikahi laki-laki yang dijodohkan oleh orang tuanya. Dari kumpulan suratnya tersebut, tertulis banyak kekecewaan dari sahabat pena Kartini terkait kondisinya di Jawa.
Hingga singkat cerita, beliau pun dijodohkan dengan Bupati Rembang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Pernikahan mereka dilangsungkan pada 12 November 1903.
Beruntungnya Kartini, ternyata suami yang menikahinya tersebut berpikiran maju dan terbuka. Beliau mendukung dan memberi kebebasan penuh padanya untuk mendirikan sekolah khusus wanita di bagian timur kantor Kabupaten Rembang.
Kartini melahirkan anak pertamanya pada 13 September 1904. Namun selang beberapa hari kemudian, istri Bupati Rembang ini mengembuskan nafas terakhirnya pada 17 September 1904.
ADVERTISEMENT
Jenazah Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kota Rembang. Sepeninggal Kartini, sekolah wanita mulai didirikan di beberapa daerah mulai dari Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan kota lainnya.
(MSD)