Biografi Singkat D.N. Aidit, Putra Keluarga Terpandang yang Menjadi Petinggi PKI

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
30 September 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
DN Aidit foto:Kemdikbud
zoom-in-whitePerbesar
DN Aidit foto:Kemdikbud
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otak G30S/PKI memang belum diketahui secara pasti, namun nama D.N. Aidit kerap dikaitkan dengan insiden berdarah tersebut. Apalagi D.N. Aidit telah membesarkan nama Partai Komunis Indonesia yang diduga sebagai biang keladi pemberontakan G30S/PKI.
ADVERTISEMENT
Menurut Arif Zulkifi, dkk (2010) dalam buku Sukarno: Paradoks Revolusi Indonesia, sebelum G30S/PKI, D.N. Aidit telah memerintahkan biro khusus PKI untuk mempersiapkan gerakan guna mengantisipasi dampak sakitnya Soekarno.
Perintah tersebut telah melahirkan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, yakni Pemberontakan G30S/PKI. Di mana tujuh jenderal Angkatan Darat diculik dan ditemukan tewas di sumur Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Lantas, bagaimana sosok D.N. Aidit? Simak ulasan berikut untuk penjelasan lebih lengkapnya.
G30S/PKI foto:Flickr

Biografi D.N. Aidit

Dipa Nusantara Aidit atau yang dikenal dengan D.N. Aidit lahir dari keluarga terpandang di Belitung, Sumatera Selatan, pada 30 Juli 1923. Mengutip buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara (2010), ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara.
Ayah dari D.N. Aidit, Abdullah Aidit adalah seorang mantri kehutanan, jabatan yang cukup terpandang di Belitung saat itu. Sang ayah juga merupakan putra Haji Ismail, pengusaha ikan yang sukses. Sedangkan sang ibu, Mailan, lahir dari keluarga ningrat.
ADVERTISEMENT
Mengutip situs resmi Perpusnas, sewaktu kecil, D.N. Aidit sempat mendapatkan pendidikan Belanda dari sang ayah yang memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam perlawanan Belanda. Kemudian, ia juga pernah mendirikan perkumpulan keagamaan Nurul Islam yang berorientasi kepada Muhammadiyah.
Ketika beranjak dewasa, D.N. Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit dan pindah ke Jakarta. Di sana, ia mendirikan perpustakaan Antara dan mengenyam pendidikan di Handelsschool atau Sekolah Dagang. Ia pun mulai mengenal teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Belanda.
Seiring berjalannya waktu, DN Aidit mendapatkan kepercayaan untuk menjabat sebagai Sekjen hingga Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI). Mengutip situs resmi Kemdikbud, dirinya berhasil mengangkat nama PKI hingga menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Ketika berkarier di bidang politik, D.N. Aidit sempat memberikan usul terkait pembentukan Angkatan Kelima dengan mempersenjatai buruh serta petani menggunakan senjata dari China. Namun, Angkatan Darat menolak usulan tersebut.
Pada 30 September, tragedi kelam G30S/PKI terjadi di Nusantara dan menyebabkan trauma mendalam bagi bangsa Indonesia. Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Raden Suprapto, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan, dan Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo menjadi enam jenderal AD yang tewas dalam pemberontakan tersebut.
Salah satu jenderal, Abdul Harris Nasution berhasil selamat dari Gerakan 30 September. Namun, Lettu CZI Andreas Tendean ikut tewas lantaran disangka sebagai AH Nasution. Ade Irma Suryani Nasution, putri dari Jenderal AH Nasution juga terbunuh karena peristiwa itu.
ADVERTISEMENT
G30S/PKI diduga menjadi upaya PKI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno di Indonesia. Peristiwa tersebut juga dilakukan untuk menggeser ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
Berkat operasi penumpasan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya, gerakan tersebut berhasil dihentikan. Sejak saat itu, segala hal yang berkaitan dengan komunisme dan PKI pun dibasmi.
Setelah G30S/PKI berhasil diredam, D.N. Aidit melarikan diri ke Yogyakarta. Kendati demikian, ia berhasil ditangkap dan ditembak mati di suatu wilayah di Jawa Tengah oleh pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Yasir Hadibroto.
(GTT)