Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Bunyi dan Arti Pasal 20 Ayat 1 tentang Pembentukan Undang-Undang oleh DPR
10 September 2021 16:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu fungsi dan tugas anggota DPR adalah membentuk undang-undang seperti yang tertuang dalam pasal 20 ayat 1.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, ada tiga lembaga legislatif menurut perspektif kelembagaan, yaitu MPR, DPR, dan DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan politik dalam susunan ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
Dikutip dari buku Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya oleh Redaksi Bukune, pasal 20 ayat 1 berbunyi: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang."
Makna Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945
Dikutip dari buku Demokrasi dan Sistem Pemerintahan oleh Marwono, bunyi pasal 20 ayat 1 yang menyatakan DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang tidak berdiri sendiri. Makna kalimat tersebut baru bisa dijelaskan jika digabungkan dengan pasal 20 ayat 2 yang berbunyi: “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”
ADVERTISEMENT
Dari dua ayat tersebut, bisa dijelaskan bahwa pembuatan undang-undang mengharuskan keterlibatan Presiden dalam prosesnya, yaitu pembahasan dan persetujuan. Sebuah rancangan undang-undang harus dibahas bersama antara DPR dan Presiden serta mencapai kesepakatan untuk menyetujui rancangan undang-undang dan dibahas menjadi undang-undang.
Masih dari sumber yang sama, rancangan undang-undang tidak akan pernah menjadi undang-undang jika DPR sebagai pemegang kekuasaan legislasi tidak melibatkan Presiden dalam pembahasan dan pengambilan keputusan. Jadi, meskipun secara eksplisit disebutkan bahwa kekuasaan legislatif ada di tangan DPR, namun kekuasan tersebut justru bersifat semu.
Hal ini diperkuat dengan bunyi pasal 20 ayat 3: “Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan Undang-Undang tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.”
ADVERTISEMENT
Pembuatan Undang Undang
Dikutip dari laman dpr.go.id, dalam proses pembuatan undang-undang, rancangan undang-undang (RUU) bisa berasal dari DPR, Presiden maupun DPD. Ringkasan pembentukan undang-undang adalah sebagai berikut:
1. RUU yang diajukan oleh DPR dapat diajukan oleh anggota, komisi, atau gabungan komisi.
2. RUU yang berasal dari presiden dapat diajukan langsung oleh presiden.
3. RUU yang diajukan oleh DPD dapat diajukan langsung oleh DPD, dalam hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, serta yang berkaitan dengan keuangan pusat dan daerah.
4. RUU yang diajukan harus disertai naskah akademis, kecuali RUU mengenai :
ADVERTISEMENT
5. Rancangan Undang-Undang disusun berdasarkan Prolegnas.
6. Dalam keadaan tertentu, hanya DPR dan presiden yang dapat mengajukan rancangan undang-undang di luar Prolegnas.
7. Rancangan undang-undang yang sudah disetujui bersama antara DPR dan presiden paling lambat 7 (tujuh) hari disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
8 .Dalam hal rancangan undang-undang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
(IPT)