Cara Menebus Dosa Berhubungan Saat Haid dalam Islam beserta Dendanya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
13 November 2022 15:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasangan suami istri. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan suami istri. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berhubungan intim saat haid sangat dilarang dalam syariat Islam. Ini karena kelamin perempuan yang sedang haid berada dalam keadaan kotor, sehingga tidak boleh dimasuki oleh kelamin laki-laki.
ADVERTISEMENT
Kemudian, perempuan yang sedang haid juga tubuhnya dinilai tidak sehat. Dalam pandangan syariat, ia berada pada kondisi tidak suci atau berhadas.
Larangan berhubungan saat haid telah disebutkan secara tegas dalam Alquran dan Hadits. Dalam surat Al-Baqarah ayat 222, Allah SWT berfirman:
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”
Para ulama menyebutkan bahwa tindakan ini termasuk dosa besar. Bagaimana cara menebus dosa berhubungan saat sedang haid? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasan dalam artikel berikut.
ADVERTISEMENT

Cara Menebus Dosa Berhubungan Saat Sedang Haid

Ilustrasi berhubungan intim. Foto: pixabay
Ulama dari kalangan madzhab Syafi'i berpendapat bahwa sepasang suami istri yang melakukan hubungan intim di awal masa haid dikenai denda masing-masing 1 dinar. Sedangkan jika dilakukan pada masa pertengahan sampai akhir haid dikenai denda 1/5 dinar.
Pendapat ini didukung oleh ulama dari madzhab Hanafi. Hanya saja, madzhab Hanafi berpendapat bahwa denda tersebut hanya diwajibkan atas suami saja, tidak pada istri. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Seorang laki-laki menjima' istrinya yang sedang haid, apabila itu dilakukan saat darah haid istrinya berwarna merah maka dikenai denda 1 dinar, sedangkan jika dilakukan saat darahnya sudah berwarna kekuningan, maka dendanya 1/5 dinar." (HR. Tirmidzi)
Berbeda dengan pendapat tersebut, ulama dari madzhab Hambali justru mengatakan bahwa keduanya (suami dan istri) wajib dikenai denda 1/2 dinar. Ketentuan ini tidak membedakan, apakah hubungan itu dilakukan di awal, pertengahan, atau di akhir masa haid.
ADVERTISEMENT
Namun, madzhab Maliki berpendapat bahwa tidak ada denda apapun tentang perbuatan itu, baik baik kepada suami maupun istri. Sebab dengan membayar denda, dosa pasangan suami istri yang melakukan hubungan intim saat haid belum tentu diampuni oleh Allah.
Ini karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa besar. Selama keduanya tidak bertaubat pada Allah, maka dosa tersebut akan tetap melekat pada diri mereka.
Ilustrasi suami istri. Foto: pixabay
Maka, yang harus dilakukan oleh keduanya tidak cukup hanya membayar denda sebagaimana tertulis di atas. Namun, mereka juga harus bertaubat dengan melibatkan 3 hal berikut:
Larangan berhubungan intim saat haid ini tidak hanya didasarkan pada dosa, tapi juga mudharatnya. Mengutip buku Semua Ada Haknya, perbuatan ini dapat membahayakan kesehatan pasangan suami istri.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah kesempatan, Dr. Al-Jamili berkata: “Berhubungan badan pada masa haid sangat dibenci oleh kedokteran. Sebab, pada masa haid organ reproduksi wanita tertahan sehingga sangat rentan terhadap peradangan. Dan terjadilah perlawanan terhadap penularan sampai pada puncaknya dalam diri wanita. Dengan demikian, ia rentan menderita berbagai penyakit.”
(MSD)