Konten dari Pengguna

Cara Mengajak Wanita Taaruf Sesuai dengan Syariat Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
14 Februari 2022 11:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasangan yang menjalani ta'aruf. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan yang menjalani ta'aruf. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Umat Muslim yang telah memenuhi syarat menikah untuk menyegerakan pernikahan. Karena Islam melarang keras umatnya berpacaran, dianjurkan bagi mereka untuk menjalankan proses taaruf.
ADVERTISEMENT
Menurut buku Selagi Muda, Halalin Aja karya Efendy Abdullah (2017: 21), ta’aruf diartikan sebagai perkenalan. Secara istilah taaruf adalah interaksi sepasang manusia untuk saling mengenal satu sama lain yang memiliki maksud dan tujuan tertentu, dalam hal ini ialah membina rumah tangga.
Allah SWT berfirman dalam QS. AL Hujurat ayat 13 yang artinya:
"Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (li-ta'arofu)...."
Umumnya, taaruf dilakukan sebelum khitbah atau lamaran untuk menikah. Dalam bertaaruf, mereka akan diberikan ruang untuk saling mengenal dengan mengikuti tata cara yang dianjurkan sesuai syariat Islam.
Orang yang melakukan taaruf biasanya memang memiliki keseriusan untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Bagi pihak laki-laki, bagaimana cara mengajak wanita taaruf? Selengkapnya ada di bawah ini.
Ilustrasi laki-laki mengajak wanita untuk berta'aruf. Foto: Pexels

Cara Mengajak Wanita Taaruf

Mengutip dalam buku Fatwas of Muslim Women tulisan Ibnu Taymiyyah (2020: 45), berikut cara mengajak wanita taaruf yang sesuai dengan syariat Islam.
ADVERTISEMENT
1. Melandasi dengan niat
Jika seorang lelaki memang memiliki niat bertaaruf karena adanya itikad baik yaitu menikah, lakukan. Jangan sampai mempermainkan atau hanya sekadar bercanda pada wanita.
"Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama." (HR. Bukhari & Muslim)
2. Membatasi Interaksi
Islam menegaskan, sebelum adanya ikatan pernikahan, perempuan dan laki-laki tidak boleh bertemu tanpa ada perantara atau orang ketiga.
Sebelum dinyatakan sah melalui akad, status keduanya adalah orang lain dan bukan mahramnya. Jika bertemu hanya berduaan, ketiganya adalah setan, seperti dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadits berikut.
Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth).
Ilustrasi memberikan hadiah sebagai salah satu cara mengajak wanita taaruf. Foto: Pexels
3. Bertukar biodata
ADVERTISEMENT
Karena interaksi yang dilakukan terbatas, pastikan pihak laki-laki memiliki inisiatif untuk bertukar biodata. Pertukaran itu dapat dilakukan melalui pihak ketiga seperti orang tua atau kakak lelaki. Biodata dapat berupa tulisan dan disampaikan secara lisan kepada calon pasangan.
4. Nadzar
Nadzar merupakan salah satu tahapan di mana ajakan taaruf sudah diterima pihak perempuan. Pihak laki-laki dapat menemui calon pasangan dengan datang langsung ke rumah pihak perempuan dan menghadap orang tuanya. Hal ini sebagaimana diceritakan al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu:
Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar."
Lantas Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah melihatnya?”
Jawabnya, “Belum.
Lalu beliau memerintahkan, “Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani).
ADVERTISEMENT
5. Diperbolehkan memberi hadiah
Sebelum menikah, laki-laki diperkenankan memberikan hadiah dan hanya boleh dimiliki oleh wanita yang menerima ajakan taaruf tersebut.
"Semua mahar, pemberian, dan janji sebelum akad nikah itu milik penganten wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi." (HR. Abu Daud 2129)
(VIO)