Dalil dan Hadits tentang Mubazir sebagai Pedoman Hidup Umat Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
8 Februari 2023 11:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hadist tentang Mubazir, Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hadist tentang Mubazir, Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Mubazir adalah tindakan yang tidak disukai oleh Allah. Terdapat banyak dalil dan hadits tentang mubazir yang telah disampaikan oleh para ahli tafsir serta perawi.
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukan kepada kita, bahwa sikap mubazir dalam Islam mendapatkan perhatian yang besar. Lalu, bagaimana Islam menyikapi perilaku mubazir? Mari simak pembahasan di bawah ini.

Hadits tentang Membedakan Boros dan Berlebih-lebihan

Ilustrasi Hadist tentang Mubazir, Foto: Pixabay
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Makan dan bersedekahlah dan pakailah pakaian tanpa berlebihan dan sombong,” (Hadits Riwayat Al-Nasa'i no. 558 dan Bukhari).
Kemudian mengutip dari hadits yang diriwayatkan oleh Miqdam bin Ma’di Yakrib RA bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika mesti dilakukan maka hendaklah dia mengambil sepertiga untuk makanannya dan sepertiga untuk minumannya serta sepertiga untuk nafasnya,” (Hadits Riwayat Tirmidzi no. 2380)
ADVERTISEMENT
Menurut para ulama yang dikutip dalam jurnal Larangan Berlaku Boros oleh Dr. Amin bin Abdullah As-Syaqawi, kedua hadits di atas membahas makna mubazir secara berbeda. Setidaknya terdapat dua tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan mubazir, yakni:
1. Perbuatan berlebih-lebihan
Hal ini salah satunya mengacu kepada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari. Makna berlebih-lebihan yang ditekankan pada hadits tersebut adalah tindakan membuang-buang harta. Maka para ulama sepakat, bahwa hal ini juga meliputi penyaluran harta yang tidak sesuai dengan tempatnya.
Seperti saat seorang Muslim memilih membeli barang-barang yang alokasi keuntungannya digunakan untuk maksiat. Atau saat harta yang dimilikinya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
2. Perbuatan boros
Mengacu pada hadits dan beberapa ayat Alquran, mubazir juga meliputi sikap boros. Dalam hal ini berlebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok.
ADVERTISEMENT
Misalnya menghabiskan banyak uang untuk membeli makan, minum, dan pakaian melebihi kebutuhan. Perilaku boros juga biasanya terjadi saat bulan Ramadhan di mana seseorang menghabiskan banyak uang untuk membeli berbagai macam takjil yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Islam menganggap bahwa seseorang yang bersikap boros sama dengan ingkar kepada Allah SWT. Untuk itu, umat Muslim diminta untuk tidak boros dalam menjalani kehidupan.
Dalam surat Al Isra ayat 27 Allah SWT bersabda:
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا
Artinya: "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya," (Al Isra: 27)

Hadits tentang Bersikap Pertengahan antara Kikir dan Boros

Ilustrasi Hadist tentang Mubazir, Foto: Pixabay
Dalam surat Al Furqan ayat 67 Allah berfirman yang artinya:
ADVERTISEMENT
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan sesungguhnya (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian," (QS. Al-Furqan: 67)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nilai yang ingin disampaikan ayat ini adalah sikap pertengahan yang harus dipegang teguh oleh seorang Muslim. Sikap pertengahan yang dimaksud di sini adalah tidak terjerumus pada tindakan mubazir dan tidak pula menjadi kikir atas hartanya.
Lebih dalam disampaikan dalam kitab Ibnu Katsir, barangsiapa yang merelakan hartanya untuk berinfaq di jalan Allah, maka hal tersebut akan menjadi kebaikan baginya. Namun, jika dengan jumlah yang sama dia habiskan hartanya untuk membeli sesuatu yang tidak bermanfaat baginya, artinya ia telah terjerumus dalam sikap mubazir.
ADVERTISEMENT
Jadi, berhati-hati dalam sikap mubazir bukan berarti menjadikan seorang Muslim itu kikir. Sebagaimana disampaikan dalam hadits berikut:
"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskan, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya," (HR Tirmidzi).
(PHR)