Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Fardhu Ain: Pengertian, Contoh, dan Perbedaan dengan Fardhu Kifayah
14 September 2021 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, hukum fardhu terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu fardhu ain dan fardhu khifayah. Dalam penjelasan di bawah ini akan dipaparkan lebih lengkap soal apa itu fardhu ain.
Pengertian dan Contoh Fardhu Ain
Masih mengutip buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, fardhu ain adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi syaratnya. Jika meninggalkan hal yang hukumnya fardu ain, maka akan mendapatkan dosa.
ADVERTISEMENT
Menurut Al Ghazali dalam buku Pemikiran-pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam oleh Yanuar Arifin, contoh ilmu yang fardhu ain adalah ilmu agama, yaitu sholat, zakat, puasa, berbakti kepada kedua orang tua, dan lain-lain.
Dijelaskan pula dalam sebuah hadist yang membahas tentang kewajiban sholat dan zakat, Rasulullah bersabda:
"Bertakwalah kepada Tuhanmu (Allah), tegakkan shalat lima waktumu, berpuasalah di bulanmu (ramadan), tunaikanlah zakat harta-hartamu, dan taatilah para pemimpinmu, niscaya kalian semua akan masuk ke dalam surga Tuhanmu." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Perbedaan Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah
Menurut buku Oposisi Islam oleh Dr. Naveen Abdul Khalik Musthafa, perbedaan fardhu kifayah dan fardhu ain adalah terletak pada sifat pengguguran kewajibannya. Apabila sebuah kewajiban telah dilaksanakan satu orang, maka sifat wajibnya telah gugur yang berarti tidak berdosa jika tidak dilaksanakan orang lain.
ADVERTISEMENT
Pada hukum fardhu ain, sifat wajibnya melekat pada tiap masing-masing orang dan tidak akan gugur apabila salah satu orang telah melaksanakannya. Maka dari itu, seseorang akan tetap berdosa jika tidak menjalankan kewajiban yang hukumnya fardhu ain.
Hukum fardhu kifayah adalah wajib untuk masyarakat secara keseluruhan. Contoh fardhu kifayah adalah mengurusi jenazah yang meliputi memandikan, melaksanakan sholat jenazah, dan menguburkannya.
Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan dalam buku Fikih Prioritas, fardu ain harus selalu didahulukan daripada fardu kifayah. Perintah ini didasarkan dari hadist berikut:
عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِيَّ، يَقُولُ: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ
ADVERTISEMENT
Artinya: “Dari Musa bin Ulayy dari ayahnya, ia berkata: ‘saya mendengar Uqbah bin ‘Amir al-Juhany berkata: tiga waktu yang dilarang Rasulullah untuk menshalatkan dan mengubur mayat adalah waktu terbit matahari sehingga naik, waktu matahari di tengah-tengah sehingga condong dan waktu hampir terbenamnya matahari sehingga benar-benar terbenam.” (HR. Muslim).
(NDA)