Konten dari Pengguna

Hadist Mutawatir: Syarat dan Kedudukannya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Maret 2021 17:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Alquran. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Alquran. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Hadist merupakan sumber hukum Islam yang disandarkan pada perkataan, perbuatan, dan sifat Rasulullah SAW. Hadist dibutuhkan karena Alquran berisi petujuk umum yang bersifat global, sehingga diperlukan penjelas agar pesan yang terkandung di dalamnya dapat dipahami dengan sebenar-benarnya oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Mengutip Tingkat Akseptabilitas Taqiyuddin An-Nabhani Terhadap Hadist Ahad tulisan Mukhamad Yasak (2018), berdasarkan jumlah perawinya, hadist terbagi menjadi dua, yaitu hadist Mutawatir dan hadist Ahad.
Mutawatir secara bahasa artinya berturut-turut atau lebat. Sedangkan secara istilah, Nuruddin dalam Manhaj Al-Naqdi fi Ulum al-Hadist (1997) mendefinisikan hadist Mutawatir sebagai berikut:
“Hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak yang diyakini tidak akan sepakat berbuat dusta dari perawi yang semisalnya, dari awal sanad hingga akhirnya. Yang periwayatannya disandarkan kepada pengamatan indrawi”.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa hadist Mutawatir diriwayatkan oleh banyak orang. Dengan jumlah sebanyak itu, mustahil mereka sepakat untuk berdusta, sehingga diyakini kebenarannya.

Syarat Hadist Mutawatir

Seorang pria sedang membaca ayat suci Alquran dalam rangka peringati Isra' Mi'raj. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Terdapat beberapa syarat sebuah hadist dikatakan Mutawatir. Berikut ini adalah syaratnya dikutip dari jurnal Predikat Hadis Dari Segi Jumlah Riwayat dan Sikap Para Ulama Terhadap Hadis Ahad tulisan Saifuddin Zuhri (2008: 56):
ADVERTISEMENT
1. Diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindra
Maksudnya adalah perawi dalam memperoleh hadist harus benar-benar berasal dari hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Contohnya seperti sikap dan perbuatan Rasulullah SAW yang dapat ditangkap secara indrawi.
2. Bilangan perawinya mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai jumlah perawi atau orang yang meriwayatkan hadist. Sebagian golongan Syafi'i menetapkan minimal 5 orang karena mengqiyaskan jumlah Nabi yang bergelar Ulul Azmi.
Ada pula yang menetapkan minimal 20 orang berdasarkan Alquran surat Al-Anfal ayat 65. Sementara ulama lainnya ada yang menetapkan minimal 40 orang, 10 orang, 12 orang, 70 orang, dan lain-lain.
3. Ada kesinambungan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing
ADVERTISEMENT
Artinya jika jumlah perawi pada thabaqah pertama sekitar 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah lainnya juga harus sekitar 10 orang.
Kaligrafi Nabi Muhammad. Foto: istock

Kedudukan Hadist Mutawatir

Kedudukan hadist Mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali. Mengutip Saifuddin Zuhri (2008) para ulama bersepakat hadist Mutawatir berisi pengetahuan yang pasti bersumber dari Rasulullah SAW. Oleh sebab itu hadist tersebut harus diterima secara bulat dan wajib diamalkan dalam seluruh aspek, termasuk dalam bidang akidah.
Hadis Mutawatir sama dengan Alquran dalam hal keautentikannya karena keduanya qat’iul wurud (sesuatu yang pasti datangnya). Sebagai konsekuensi, menolak hadist Mutawatir sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT.
(ERA)