Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
5 Ramadhan 1446 HRabu, 05 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Hadits Gharib: Pengertian, Ciri-ciri, dan Contohnya
19 Desember 2021 9:57 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara bahasa, hadits gharib bermakna sesuatu yang jauh atau asing. Sedangkan secara istilah, hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja. Imam Al-Baiquniy dalam kitabnya berkata:
ADVERTISEMENT
“dan katakanlah sebagai gharib (hadits) yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja.” (al-Mandzhumah al-Baiquniyah)
Jika dilihat dari kedudukannya, hadits gharib masih tergolong dalam rumpun hadits ahad. Dalil pada hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Meski begitu, keghariban dalam sanad hadits ini tidak lantas menjadikannya dhaif. Nah, agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang hadits gharib lengkap dengan contohnya yang bisa Anda simak.
Pengertian Hadits Gharib dan Contohnya
Dikutip dari buku Ilmu Memahami Hadits Nabi oleh KH. M. Ma'shum, hadits gharib adalah hadits yang dalam mata rantai sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, di mana dalam sanad itu terjadi penyendirian.
Penyendirian yang dimaksud dapat berupa personalia ataupun karakter perawinya. Kedua hal ini erat sekali kaitannya dengan periwayatan dalam hadits gharib.
ADVERTISEMENT
Adapun kitab-kitab yang memuat hadits gharib secara khusus yaitu Lal Afrad karya al-Daruquthni, Gharaibu Malik karya al-Daruquthni, al-Sunan allati tafarrada bikulli sunnatin minha ablu baladihi karangan Abu Dawud al Sijistani, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan karakteristiknya, hadits gharib dapat dibagi menjadi dua jenis yakni gharib mutlak dan gharib nisbi. Dikutip dari buku Ilmu Hadist Dasar karya Athoillah Umar, berikut penjelasannya:
1. Gharib Mutlaq
Sebuah hadits dikatakan gharib mutlaq ketika tafarrud (kesendirian) perawi terjadi pada muara sanad, yakni seseorang yang berperan menjadi madarul isnad (tumpuan sanad). Ini dapat terjadi meskipun tingkatan setelahnya menjadi banyak. Contohnya:
ADVERTISEMENT
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: "Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya." (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits ini tidak diriwayatkan oleh sahabat dengan sanad yang sahih melainkan dari jalur Umar bin Khattab. Hadits ini juga tidak meriwayatkan dari Umar kecuali Alqamah bin Waqqash, tidak meriwayatkan dari Alqamah bin Waqqash kecuali Muhammad bin at-Taimy dan seterusnya.
Tafarrud hadits ini dimulai dari awal hingga tengah. Kemudian pada akhir sanad, hadits menjadi masyhur karena telah diriwayatkan oleh banyak orang.
2. Gharib Nisbi
Gharib nisbi terjadi ketika tafarrud-nya terjadi di tengah sanad pada perawi tertentu, misalnya dalam tingkatan sahabat atau tabi'in masyhur. Jika setelah tabi'in hanya ada satu perawi saja, maka hadits tersebut dinamakan tharib nisbi. Contohnya:
ADVERTISEMENT
“Iman itu mempunyai 70 cabang lebih. Cabang terendah adalah menyingkirkan duri (sesuatu yang berbahaya) dari jalan, dan yang tertinggi adalah mengucapkan: laa ilaaha illallah, Tiada tuhan selain Allah.” (Sahih Muslim)
(MSD)