Konten dari Pengguna

Hadits tentang Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai Dasar Hukum Merayakannya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
19 Oktober 2021 10:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Maulid Nabi. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Maulid Nabi. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Merayakan Maulid Nabi telah menjadi tradisi bagi umat Muslim di seluruh negara Islam. Tradisi ini dilakukan setiap tanggal 12 Rabiul Awal, yang merupakan hari kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Perayaan Maulid Nabi ini bertujuan untuk mengungkapkan kecintaan sekaligus penghormatan umat Muslim kepada Nabi Muhammad yang merupakan junjungan mereka. Selain itu, momen ini juga dimanfaatkan untuk mengenang perjuangannya dalam menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam.
Dijelaskan dalam Buku Pintar Puasa Ramadhan, Zakat Fitrah, Idul Fitri, idul Adha, dan Maulid Nabi SAW oleh Abu Abbas Zain Musthofa Al-Basuruwani, orang pertama yang mempelopori peringatan Maulid Nabi adalah Raja Al-Muzhaffar Abu Sa'id Kaukabari, sang penguasa Irbil pada abad ke-7 H.
Hingga kini, tradisi perayaan Maulid Nabi masih menjadi perdebatan di kalangan para ulama. Lalu, adakah dalil hadits tentang Maulid Nabi?

Dalil Hadits tentang Merayakan Maulid Nabi

Illustrasi Maulid Nabi. Foto: Freepik
Dijelasan dalam buku Wewangian Semerbak Dalam Menjelaskan Tentang Peringatan Maulid oleh Dr. H. Kholilurrohma, hukum merayakan Maulid Nabi merupakan bid'ah hasanah, yakni sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW maupun para sahabatnya, tetapi perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Alquran dan Al-Hadits.
ADVERTISEMENT
Meski tidak ada perayaan yang dilakukan oleh Nabi SAW, namun beliau selalu berpuasa di setiap hari kelahirannya, yakni hari senin. Tujuannya adalah untuk mensyukuri hari kelahiran dan hari pertama penerimaan wahyunya, seperti yang diterangkan dalam hadist berikut ini:
"Dari Abi Qotadah Al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin, Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim).
Hadits lain yang juga membahas tentang perayaan Maulid Nabi adalah sebagai berikut: "Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikuti setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun." (HR. Muslim dalam kitab Sbabihnya).
ADVERTISEMENT
Jika mengambil kesimpulan dua hadits di atas, Allah telah memberikan keleluasaan kepada seluruh umat Nabi Muhammad untuk merintis perkara-perkara baru asalkan tidak bertentangan dengan Alquran, Sunnah, Atsar maupun Ijma'.
Dr. H. Kholilurrohma menerangkan, peringatan Maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi dalil-dalil tersebut. Dengan demikian, hukum melaksanakannya adalah boleh, bahkan salah satu cara yang baik untuk mendapatkan pahala.
Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, itu berarti mereka melawan keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi SAW.
Syeikh Al juga menyebutkan dalam Tafsir Ruuhul Ma’aani, Allah memberikan rahmat kepada umat Islam melalui Nabi Muhammad SAW. Jadi, sudah menjadi kewajiban untuk mensyukuri dan menerima rahmat tersebut dengan bahagia. Allah SWT berfirman:
ADVERTISEMENT
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.’” (QS. Yunus: 58).
(NDA)