Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Harta Gono Gini dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?
2 September 2022 11:31 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tidak semua perceraian menjadi sebuah penyelesaian atas masalah yang terjadi dalam pernikahan. Perceraian justru dapat membawa berbagai akibat hukum , salah satunya yang berkaitan dengan harta milik bersama atau lebih dikenal dengan istilah harta gono gini.
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI, gana-gini atau gono gini adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri. Harta yang dimaksud dapat berupa benda tidak bergerak, surat-surat berharga, dan sebagainya.
Secara hukum positif yang berlaku di Indonesia, harta gono gini diatur dalam Pasal 35-37 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa harta bersama adalah harta yang dihasilkan selama pernikahan. Sedangkan, harta yang dibawa oleh masing-masing pasangan mutlak milik masing-masing dari mereka dan bukan bagian dari harta bersama.
Lalu, bagaimana hukum harta gono gini dalam Islam? Apakah sama dengan hukum yang berlaku di Indonesia atau justru bertentangan? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.
Hukum Harta Gono Gini dalam Islam
Menurut jurnal Perbandingan Pembagian Harta Bersama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam oleh Dwi Anindya Harimurti, masalah harta gono-gini dalam Islam termasuk kategori ghairu al mufakkar fih.
ADVERTISEMENT
Itu adalah wilayah hukum yang belum terpikirkan oleh ulama-ulama fiqh terdahulu. Artinya, pernikahan tidak bisa mengubah status kepemilikan harta salah satu pasangan menjadi harta bersama.
Sebaliknya, hukum Islam justru lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya. Begitu pun dengan istri, apa yang dihasilkannya adalah harta miliknya.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam Surat An-Nisa ayat 32, yang menyebutkan bahwa masing-masing laki-laki dan wanita hanya memiliki apa yang ia usahakan.
“Bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)
ADVERTISEMENT
Secara hukum Islam, status harta gono gini juga diatur dalam pasal 86 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi:
(1) Bahwa pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan istri karena perkawinan.
(2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.
Menurut Arief Budiono dalam buku Praktik Profesional Hukum Gagasan Pemikiran Tentang Penegakan Hukum, harta gono gini dalam Islam juga dapat diqiyaskan sebagai syirkah mufawadhah, yaitu bentuk perkongsian antara dua orang untuk melakukan usaha dengan pihak ketiga sebagai pemberi modal.
Dalam hal ini, syirkah mufawadhah dapat diartikan dengan bentuk kerja sama antara suami dan istri dalam mendapatkan nafkah untuk menghidupi kehidupan keluarganya sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Atas dasar syirkah tersebut, pihak suami maupun istri memiliki tanggung jawab yang sama dan harta bersama itu akan dibagi sama rata apabila perkawinan tersebut sudah putus akibat kematian ataupun perceraian melalui putusan pengadilan.
Namun, harta yang termasuk dalam syirkah mufawadhah adalah yang dihasilkan bersama, bukan harta bawaan dari masing-masing pihak. Misalnya, harta yang diperoleh dari hasil warisan atau harta dari hasil kerja sendiri sebelum adanya ikatan perkawinan.
(ADS)