Konten dari Pengguna

Hukum Berhubungan Saat Haid dalam Islam Menurut Alquran dan Hadits

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
25 Januari 2022 14:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hubungan saat haid Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hubungan saat haid Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Jima’ atau hubungan badan halal dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Perbuatan ini dinilai sebagai bentuk ibadah dan amat dianjurkan oleh Allah Swt serta Rasul-Nya.
ADVERTISEMENT
Selain mendapat keturunan, hubungan badan juga bisa meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga. Segala ketentuannya sudah diatur dengan jelas dalam kitab Qurrotul Uyun yang disusun para ulama.
Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa suami-istri yang ingin berhubungan badan hendaknya suci secara lahir dan batin. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Tahami pada suatu waktu:
“Bagi suami yang hendak melakukan hubungan seks dengan istrinya, hendaknya ia bersih hatinya, bertaubat kepada Allah, dan menyesali tindakan dosa, kekhilafan dan tindakan tercela yang pernah dilakukan. Jadi, ketika ia melakukan hubungan seks, ia dalam keadaan suci dan bersih, baik secara lahiriyah maupun secara batiniyah. Hal ini dimaksudkan semoga Allah akan memberi karunia kepadanya atas kesempurnaan urusan agamanya melalui hubungan seks dengan istrinya.”
ADVERTISEMENT
Di samping itu, bagaimana hukum berhubungan saat haid dalam Islam? Ulasan berikut akan menjelaskannya secara khusus berdasarkan pandangan para ulama.

Hukum Berhubungan Saat Haid dalam Islam

Ilustrasi hubungan suami istri Foto: Shutterstock
Mengutip skripsi Nada Fitria yang berjudul Hukum Mencampuri Istri yang Sedang Haid Menurut Hukum Islam dan Kesehatan, hukum berhubungan saat haid adalah haram dan termasuk dosa besar. Ini berlaku bagi suami-istri yang melakukannya dengan sadar dan sengaja. Allah Swt berfirman:
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: 'Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri. Dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 122)
ADVERTISEMENT
Secara khusus, para ulama mazhab Sunni sepakat mengatakan haram pada perkara ini. Namun, jika sekedar bercumbu dan bermesraan untuk memenuhi hasrat suami, maka diperbolehkan. Hal ini disepakati keempat Imam Madzhab, yaitu Abu Hanifah, Syafi'i', Maliki, dan Ahmad bin Hambal.
Ibnu Katsir dalam kitabnya mengisahkan bahwa Rasulullah SAW ketika menginginkan istrinya saat haid, beliau metetakkan kain di atas farjinya, lalu bercumbu dengannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, "Lakukanlah segala sesuatu terhadap istrimu kecuali jima".
Ilustrasi pasangan suami istri berhubungan intim Foto: Shutterstock
Terkait hukumannya, seorang suami yang terlanjur menggauli istri saat haid harus bertaubat kepada Allah Swt. Ia harus membaca istighfar sebanyak-banyaknya, menyesali perbuatan, dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
Adapun terkait hukuman membayar kafarat, ada dua pendapat ulama yang paling masyhur. Pertama, suami wajib membayar kafarat sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Abu Daud dan an-Nasai berikut:
ADVERTISEMENT
"Dari Abdil Hamid bin Abdirrahman dari Ibnu 'Abbas ra, dari Nabi SAW bersabda kepada orang yang menggauli istrinya yang sedang dalam keadaan haid agar ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar". (HR. Abu Daud dan an- Nasa'i)
Pendapat kedua, tidak wajib membayar kafarat karena didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di di duburnya. maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR ibnu Majah).
(MSD)